CATATAN PENDAHULUAN
Tulisan ini merupakan lanjutan dari catatan sebelumnya tentang "Non-Muslim Maju karena meninggalkan Agamanya dan Muslim Mundur karena Meninggalkan Agamanya". Pernyataan ini menurut saya, menarik dibincangkan lebih lanjut.
Pertanyaan sebagaimana tema merupakan sebuah auto-kritik. Sebab, saya yakin sepenuhnya bahwa merupakan ajaran Tuhan yang sempurna (Qs. Al-Maidah:3). Pertanyaan, Mengapa Islam mundur? Dan Islam sebagai agama paripurna. Kedua kalimat ini mencari kesenjangan antara idealitas dan realitas Islam.
FAKTOR INTERNAL
Berdasarkan beberapa sumber, Islam mundur karena beberapa faktor. Secara garis besarnya, faktor kemnnduran Islam itu karena faktor internal dan faktor eksternal.
1. Kaum muslimin jauh dari dua sumber utama, (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Padahal Nabi Muhammad Saw. secara gamblang mewasiatkan agar kita senantiasa berpegang teguh kepada kedua warisan suci tersebut. Hanya dengan bersikap demikianlah kita tidak bakal menjadi tersesat dari jalan lurus yang AllahSwt. telah bentangkan bagi orang-orang beriman.
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah Saw. bersabda, “Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua sumber pegangan yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395)
Semestinya, kedua pedoman ini menjadi rujukan utama kaum muslimin, baik dalam urusan kecil maupun besar, baik urusan pribadi maupun bermasyarakat. Kedua sumber otoritatif Islam ini merupakan sumber kemuliaan dan kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya, niscaya mereka menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya mereka akan dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُوَمَنْ فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
“Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mu'minun [23] : 71)
Realitasnya, dewasa ini hubungan kaum muslimin banyak yang jauh dari kedua sumber utama ajaran Islam tersebut. Kalaupun ada hubungan biasanya hanya hubungan parsial. Ada yang hubungannya dengan Al-Qur’an hanya sebatas tilawah (membacanya). Atau kalaupun ada yang lebih daripada itu ialah hubungan tahfizh (menghafalkannya).
Ini bukan berarti kita tidak menganggap penting aktifitas tilawah dan tahfizh Al-Qur’an. Tetapi masalahnya ini tidaklah cukup. Allah Swt. tidak menurunkan Al-Qur’an dengan maksud sebatas itu. Allah Swt. menurunkan Al-Qur’an agar menjadi petunjuk, pedoman hidup bagi ummat Islam, bahkan segenap ummat manusia. Allah Swt. menghendaki agar dengan berpedoman kepada Al-Qur’an ummat manusia keluar dari kegelapan jahiliyah menuju terangnya hidayah cahaya Islam. Maka sepatutnya kaum muslimin juga tadabbur (memahami) dan tathbiq (mengamalkan) Al-Qur’anul Karim.
Akan tetapi, hal di atas tidak sepenuhnya terjadi. Malah banyak muslim yang lebih bangga hidup berpedoman kepada berbagai sumber kebanggaan selain daripada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Mereka memang belum paham, maka bagaimana mungkin dapat mengamalkannya? Di sinilah pekerjaan para pemimpin, konglomerat, dan ulama, pendidik muslim untuk mengambil peran dan tanggung jawab secara sinergis.
Allah Swt. sudah memperingatkan apa yang bakal terjadi jika mereka meninggalkan sumber kebanggaan yang berasal dari Allah Swt. dan Sunnah Nabi Muhammad Saw.
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُواالسُّبُلَفَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“…dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam [6] : 153)
2. Terjadi Inferioity pada kaum Muslimin.
Hilangnya tsiqah (kepercayaan) terhadap Islam inhizamun dakhily (inferior). Ini mempunyai relasi yang kuat dengan faktor pertama. Dikarenakan kaum muslimin jauh dari sumber kebanggaan dan kemuliaannya, maka mulailah tumbuh sikap minder atau malu menjadi seorang muslim. Mulailah kaum muslimin terjangkiti penyakit inferior (rendah diri) untuk menampilkan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya.
Mereka tidak ingin dianggap terbelakang dan ketinggalan zaman. Sedangkan agama Islam sudah terlanjur di-asosiasi-kan dengan segala sesuatu yang mengindikasikan keterbelakangan dan ketinggalan zaman. Hilang sudah kebanggaan diri sebagai seorang muslim. Padahal di dalam Al-Qur’an justeru Allah Swt. muliakan orang-orang beriman dengan menamakan mereka kaum muslimin.
هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (QS. Al-Hajj [22] : 78)
Karena jauh dari Al-Qur’an, maka kaum muslimin menjadi seolah tidak pernah membaca ayat di atas. Mereka tidak sadar bahwa justeru tampil dengan identitas Islam merupakan tuntutan dari Allah dan barangsiapa bangga dengan nilai-nilai Islam berarti ia sedang mengejar ridha Allah. Dan ini berarti mereka belum benar-benar beriman. Sebab Allah berjanji bahwa barangsiapa yang beriman dengan benar, niscaya hilanglah rasa rendah diri dan kesedihan hidupnya.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali-Imran [3] : 139)
3. Menguatnya Tradisi At-Taqlid (mengekor mambabi buta).
Karena sudah tidak memiliki tsiqah (kepercayaan) terhadap Islam sebagai jalan hidup, maka mulailah kaum muslimin melirik berbagai ajaran selain agama Allah. Karena mereka minder menyebut diri sebagai muslim, minder bila tampil dengan identitas Islam semata, tidak yakin bakal diterima di tengah masyarakat modern bila hanya mengkampanyekan Islam saja, maka mulailah mereka mencari alternatif lain yang diyakini bakal lebih “laku” di tengah zaman penuh fitnah ini.
Mulailah mereka mencari alternatif lain yang mereka yakini bakal secara instan dan pragmatis mendatangkan dukungan luas masyarakat. Sambil melupakan pentingnya dukungan Allah Swt. sebelum segala sesuatunya. Apalah artinya mendapat dukungan luas masyarakat bila Allah tidak ridha? Idealnya, jauh lebih penting dan sudah semestinya kaum muslimin selalu mengutamakan dukungan dan ridha Allah daripada dukungan masyarakat luas. Tentu saja ini bukan pilihan yang paling ideal. Namun, yang paling ideal ada didukung oleh Allah dan dsekaligus didukung dan diterima oleh masyarakat.
Walaupun sudah barang tentu ideal bila dapat memperoleh dukungan Allah Swt. sekaligus dukungan masyarakat luas, tetapi di zaman penuh fitnah seperti sekarang ini, pilihan yang ada seringkali sangat pahit. You can”t win them all…! Masing-masing diri dan kelompo k mencari seruan, jalan hidup, ideologi, pandanganhidup, nilai-nilai selain Islam yang dia lebih tsiqoh kepadanya.
Lalu mereka mengikutinya dengan semangat taqlid alias membabi-buta. Mereka tidak mengkritisi ajaran baru yang mereka pandang menjadi solusi lebih baik dari Islam, baik mengikutinya secara murni maupun dengan mengkombinasikannya bersama ajaran Islam. Biasanya sebelum mereka taqlid dengan ajaran baru tersebut mereka mengaku sudah meneliti dan mempelajarinya secara mendalam. Dan kesimpulannya mereka katakan bahwa ajaran baru tersebut sejalan alias tidak bertentangan dengan Islam. Itulah sebabnya mereka menganutnya.
Mereka lupa bahwa kalaupun ajaran baru itu tampak sejalan dengan Islam, namun ia merupakan produk manusia yang sudah barang tentu tidak sempurna bebas-cacat dan penyimpangan, serta tidak pantas disetarakan, apalagi ditinggikan lebih daripada ajaran produk Allah Swt.
Subaahanallahi ‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah Swt. dari apa-apa yang mereka persekutukan/asosiasikan). Dan lagi, kalaupun ada ajaran selain Islam yang “sejalan” dengan Islam, mengapa tidak merasa cukup dengan menganut Islam saja? Mengapa harus lebih mengedepankan ajaran selain Islam-nya? Mengapa tidak Islam-nya saja yang dikedepankan? Bukankah Allah sudah mengarahkan kita untuk senantiasa menampilkan Islam dan mengaku muslim dalam berbagai kiprah saat kita mengajak manusia menuju Allah alias saat sedang terlibat dalam aktifitas mengajak manusia yang biasa dikenal dengan istilah ad-da’wah..?
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِوَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (mengajak) kepada Allah , mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri)?’” (QS. Fushilat [41] : 33)
Mulailah penyakit taqlid alias mengekor secara membabi buta menjadi fenomena di tengah kaum muslimin. Yang terlalu kagum dengan asal-usul identitas bangsa dan nenek moyangnya mengambil nasionalisme. Yang over-kagum dengan tatanan sosial masyarakat barat mengambil sekularisme dan demokrasi. Yang berlebihan mengutamakan toleransi dan perdamaian mengambil pluralisme. Yang tidak kuasa mengendalikan hawa nafsunya dan terlena dengan kesenangan dunia fana mengambil liberalisme dan hedonisme. Yang mendewakan akalnya sibuk berlomba mengejar ketertinggalan di bidang materi, sains dan teknologi, tanpa melihat halal-haramnya. Yang mengutamakan aspek spiritual modern mengambil new age religion. Yang mengutamakan spiritual tradisional mengambil paham kearifan lokal alias mistik-klenik.
Pendek kata, masing-masing telah memiliki alternatif lain ajaran yang diikuti selain Islam. Ada yang terang-terangan mengaku mengikutinya tanpa menyertakan Islam dalam identitasnya. Tetapi yang kebanyakan adalah yang malu-malu untuk mengaku bahwa ia telah menganut ajaran selain Islam dan meninggalkan Islam. Sehingga akhirnya mereka cenderung mengkombinasikannya dengan Islam sebagai identitas.
Artinya ajaran barunya itu biasanya “dicantolkan” bersama dengan identitas Islam yang -kata mereka- masih mereka anut. Akhirnya muncullah istilah-istilah asing seperti Islam-nasionalis, Islam-demokrat, Islam-liberalis, Islam-modernis, Islam-pluralis, Islam-progressif, Islam-universalis, Islam-humanis, Islam-spiritualis dan lain sebagainya. Pada prakteknya justeru ajaran selain Islam yang ditempelkan kepada identitas Islam itulah yang lebih diutamakan daripada Islamnya itu sendiri.
Perlu diingat bahwa Islam-plus atau Islam-minus atau apapun namanya dia bukanlah Islam. Sebab Islam adalah Islam. Ia adalah agama Allah Swt. yang telah sempurna. Tidak memerlukan tambahan dan tidak sepatutnya dikurangi atau ditawar-tawar…!
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُعَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah 3)
4. Maraknya At-Tafriqoh (perpecahan).
Karena masing-masing kelompok tenggelam di dalam kebanggaan ajaran selain Islam, maka otomatis merebaklah perpecahan di dalam tubuh ummat Islam. Masing-masing kelompok membanggakan seruan kelompoknya. Padahal seruannya sudah tidak murni ajaran Allah Swt. Lalu apa yang mereka harapkan?
Apakah mereka mengira jika manusia menyambut seruan mereka berarti itu pertanda benarnya seruan mereka? Inilah dua pasal yang dibahas dengan tajam oleh Syakib Arsalan: (1) Dalam Berjuang jangan Membanggakan Jumlah Pengikut dan (2) Kemenangan Suatu Ummat Tidak Bergantung Kepada Kuantitas Tetapi Kualitas.
Mereka menjadi sibuk mengutamakan kuantitas pengikut, kohesitas kelompok, daya konsolidasi dan kemampuan mobilisasi anggotanya daripada mefokuskan kepada substansi ajaran yang mereka serukan. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an Allah Swt. menyuruh ummat Islam untuk memastikan komitmen kepada agama Allah Swt.bsebelum membangun soliditas kebersamaan. Bahkan komitmen murni dan konsekuen kepada agama Allah Swt. itulah syarat lahirnya sebuah jama’ah yang solid, mumpuni, tidak terpecah dan selamat di dunia-akhirat.
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpegang-teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali-Imran [3] : 103) Ayat ini sering disalah-fahami sebagai ayat yang memerintahkan pentingnya berjamaah. Padahal berjamaah merupakan hasil dari pelaksanaan perintah utama di dalam ayat ini, yakni وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ (berpegang-teguhlah kamu kepada tali (agama) Allah).
Bila sekumpulan muslim berpegang-teguh secara murni dan konsekuen kepada agama Allah, niscaya kesatuan hati di antara mereka Allah Swt. tumbuhkan. Mereka menjadi akrab satu sama lain, baik secara resmi berada di dalam satu kelompok maupun tidak. Tapi sebaliknya, berbagai pengelompokan yang berlandaskan selain agama Allah, baik secara eksplisit maupun tersamar alias malu-malu, maka ia tidak akan dijamin kesatuan hatinya,
Kalaupun tampak solid, ia hanya akan solid sebatas tampilan luar saja dan sebatas di dunia saja, sedangkan di akhirat mereka pasti akan bercerai-berai bahkan saling mencela satu sama lain.
الأخِلاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43] : 67).
Bahkan kepatuhan mereka kepada pimpinan kelompok masing-masing yang sewaktu di dunia dibanggakan sebagai bukti kedisiplinan dan kemuliaanan komitmen, justru menjadi penyesalan di akhirat.
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولاوَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلارَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Alangkah baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan mereka berkata, “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68).
Masing-masing kelompok yang berjuang dengan aneka seruan selain Islam salingmembanggakan seruan dan kelompoknya. Sehingga berpecah-belahlah ummat Islam. Solusi yang tiap-tiap kelompok tawarkan bukanlah kembali kepada kemurnian Islam, tetapi malah semakin bersemangat mempromosikan kehebatan dan keutamaan masing-masing kelompoknya.
Akhirnya group values menjadi lebih utama daripada Islamic values. Apa saja yang berasal dari kelompoknya dia bela dan apa saja yang datang dari luar kelompknya dia curigai. Akhirnya tolok-ukur benar-salah bukan lagi Islam tetapi kelompoknya dan apa saja yang bersumber dari pimpinan kelompoknya.
وَلا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْوَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“…dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Ruum [30] : 31-32)
5. Tertinggal dalam Berbagai Urusan Dunia.
Akhirnya, menurut Syakib Arsalan, tenggelamnya kaum muslimin dalam perpecahan secara otomatis melemahkan ummat Islam secara keseluruhan. Dan Allah Swt. jelas telah menegaskan bahwa ketidak-kompakan ummat dalam mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. pasti melahirkan kelemahan dan menghilangkan kekuatan ummat Islam.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُواوَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfaal [8] : 46).
Semua bersumber dari lebih bangganya kaum muslimin terhadap seruan selain Islam, baik sendirian maupun bersama Islam. Apakah itu dengan cara menampilkan seruan Islam-plus atau Islam-minus, maka apapun seruannya jika kaum muslimin tidak menerima Islam secara utuh dan apa adanya dari Allah Swt. niscaya mereka bakal menjadi hina di dunia dan merugi di akhirat.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍفَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌفِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
“Apakah kamu beriman kepada sebagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 85). Walaupun ayat di atas turun berkenaan dengan kaum yahudi, namun Allah Swt. menyuruh ummat Islam untuk mengambil pelajaran dari kisah ummat-ummat terdahulu. Sebab bila ummat Islam mengikuti kekeliruan kaum Yahudi, niscaya nasib yang sama bakal menimpa mereka. Hina di dunia dan azab di akhirat.
PENUTUP
Faktor kemunduran keterbelakangan umat Islam dilatarbelakangi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Lima faktor internal yang dijelaskan di atas masih nyata terjadi pada umat Islam. Selama faktor internal tersebut tidak teratasi dengan baik maka selama itu pula umat Islam sulit untuk keluar dari jebakan yang menghalangi kemajuan. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sampai kaum itu berupaya mengubah keadaan yang ada pada diri mereka. Demikian petunjuk QS. Ar-Ra'du [13]: 11.
Wallahu A'lam
0 komentar