Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Manggarupi-Gowa, 11-04-2021
A. Pendahuluan
Ada orang berkata, wafatnya orang baik adalah istirahat baginya. Sedangkan kematian orang jahat adalah istirahatnya masyarakat. Keberadaan orang baik selalu menghadirkan energi positif yang baru. Keberadaannya dinantikan dan dirindukan.
Keberadaannya selalu menginspirasi. Hal yang sulit serasa menjadi mudah dan memunculkan harapan baru yang cerah. Kegelapan persoalan berubah menjadi terang, serta ucapannya jadi rujukan.
Di kesempatan kali ini, saya bermaksud menuliskan satu serpihan kecil dari kenangan tentang sosok Al-Marhum Bapak Ust. Drs. Amir B, M.Pd.I. Tujuannya adalah untuk menguak inspirasi dari perjalanan al-marhum.
B. Dalil Menyebut Kebaikan Orang yang Meninggal
Apa yang disampaikan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahih-nya kiranya cukup menjadi dasar untuk hal ini. Sebuah hadis yang bersumber dari sahabat Anas bin Malik r.a. menuturkan:
مَرُّوا بِجَنَازَةٍ، فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا خَيْرًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَجَبَتْ» ثُمَّ مَرُّوا بِأُخْرَى فَأَثْنَوْا عَلَيْهَا شَرًّا، فَقَالَ: «وَجَبَتْ» فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: مَا وَجَبَتْ؟ قَالَ: «هَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ خَيْرًا، فَوَجَبَتْ لَهُ الجَنَّةُ، وَهَذَا أَثْنَيْتُمْ عَلَيْهِ شَرًّا، فَوَجَبَتْ لَهُ النَّارُ، أَنْتُمْ شُهَدَاءُ اللَّهِ فِي الأَرْضِ
“Sahabat Anas bin Malik berkata, orang-orang lewat membawa satu jenazah, mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Kemudian lewat lagi orang-orang membawa satu jenazah, mereka mencelanya dengan kejelekan. Maka Rasulullah bersabda, “Wajabat.” Sahabat Umar bin Khathab berkata, “Apa yang wajib, ya Rasul?” Rasulullah bersabda, “Jenazah ini yang kalian puji dengan kebaikan wajib baginya surga. Dan orang ini yang kalian cela dengan kejelekan wajib baginya neraka. Kalian adalah para saksinya Allah di muka bumi.”
Hadis di atas menjadi dasar para ulama di negeri ini melakukan apa yang biasa disebut dengan tahsinul mayyit dengan menanyakan kepada para pelayat apakah jenazah ketika hidupnya termasuk orang yang baik atau buruk.
Dengan ini masyarakat diminta kesaksiannya untuk si mayyit. Bila baik menurut masyarakat maka diharapkan kesaksian mereka diterima oleh Allah yang pada akhirnya akan memberikan kebaikan surga bagi si mayyit.
Sebagaimana sabda Rasulullah di atas bahwa orang-orang yang masih hidup adalah saksinya Allah di muka bumi bagi orang yang telah mati. Tentunya kata “wajib” pada hadits di atas bukanlah berarti bahwa Allah mau tidak mau harus memasukkan si mayyit ke dalam surga atau neraka sesuai dengan kesaksian yang diberikan masyarakat kepadanya.
Kata “wajib” di sini lebih bermakna adanya satu isyarat bahwa jenazah yang bersangkutan layak dan semestinya masuk surga atau neraka atas kebaikan atau kejelekan yang ia lakukan semasa hidupnya sebagaimana disaksikan oleh masyarakat.
C. Alm. Drs. Amir Bunna, M.Pd.I.
Berikut ini ada beberapa kenangan singkat terhadap almarhum Bapak Drs. Amir Bunna, M.Pd.I. Saya mencatatnya apa yang saya sempat ingat dengan cepat sekarang juga.
1. Generasi Terbaik
Dalam memori saya, ketika saya masih belajar SD, nama Ami atau Amire (Nama panggilan alm. Drs. Amir B, M.Pd.I dalam keluarga) saya sering mendengar dari para orang tua bahwa almarhum Pak Amir adalah contoh anak yang sukses. Saat itu, almarhum meraih gelar sarjana muda (B.A.). Kemudian decak kagum masyarakat di Desa saya makin lengkap tatkala beliau berhasil meraih gelar sarjana lengkap (Drs.). Apalagi lekas setelah sarjana, beliau terangkat menjadi guru pegawai negeri sipil (PNS). Seingat saya, almarhum satu-satunya kala itu.
Memang benar, ada beberapa sarjana lain yang berhasil meraih gelar sarjana lengkap seperti dirinya. Namun, di satu sisi almarhum dinilai lebih mujur karena lebih cepat menjadi guru agama Islam di tingkat SMP dengan status sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Ini menjadi impian banyak orang tua untuk anak-anak mereka.
Jurusan beliau, seingat saya dari Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk jenjang S1. Namun, untuk Sarjana Muda (B.A.) pada jurusan Pendidikan Bahasa Arab. Seingat saya, keberhasilannya menjadi guru itu mengubah drastis image dan memori kolektif masyarakat dusun Mico khususnya, bahwa Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) dianggap sebagai jurusan terbaik di IAIN dan UMI sehingga menjadi destinasi dan pilihan utama umumnya para calon mahasiswa baru dari kampung saya, dusun Mico.
Singkatnya, almarhum dipersonifikasi sebagai generasi terbaik dari Desa Gattareng terutama saat itu. Bukan tanpa alasan, memang faktanya begitu, karena beliau tampak menonjol di tengah masyarakat. Di hari jumat dan bulan Ramadhan merupakan momentum paling ditunggu-tunggu kedatangannya untuk berceramah mengobati kerinduan masyarakat Dusun Mico khususnya dan Desa Gattareng umumnya sebagai tempat para keluarga besar almarhum.
2. Inspirator Terbaik
Tidak berlebihan, hampir setiap anak-anak yang mau kuliah, beliau menjadi role model oleh para orang tua "mamoare Pak Amir mua naola-olai". Beliau menjadi paling diidolakan para orang tua di kampung Mico. Keberadaannya menginspirasi generasi setelahnya.
Saya pun banyak terinspirasi dengan almarhum, bagaimana seorang petani dari dusun itu mampu membatalkan dugaan bahwa anak petani paling bisa seperti ayahnya sebagai petani. Meskipun bagi saya, petani itu pekerjaan mulia. Di mata saya, petani merupakan pahlawan pangan negeri ini.
3. Orator dan Muballigh
Ketika beliau berceramah, satu masjid jamaahnya tidak mengantuk. Beliau memang memiliki retorika yang khas. Suaranya dan nadanya agak tinggi, sehingga terdengar jelas artikulasinya. Sesekali diselipkan "bicara ugi" sehingga audiens paham kalimatnya. Saya termasuk yang senang mengikuti ceramahnya.
Beliau muballigh yang memiliki bakat dan talenta yang baik. Meski menurut saya, materinya umum, bahkan banyak yang berulang. Namun, tetap saja bagus dan menarik untuk disimak. Itu karena kepercayaan masyarakat kepadanya adalah hal yang tidak bisa dibantah.
4. Selalu Mendapat Tugas Tambahan
Seingat saya, sepanjang karir beliau sebagai guru Agama Islam dengan status sebagai pegawai negeri sipil (PNS), almarhum selalu mendapat tugas tambahan mulai sebagai wakil kepada sekolah kalau tidak salah, menjadi kepala sekolah beberapa periode, pengawas, dan pengurus KORPRI Kabupaten Bone. Hingga wafatnya, beliau masih dalam status sebagai pengawas dan pengurus KORPRI Kabupaten Bone. Saya yakin, bukan karena nepotisme, tetapi karena memang kompetensinya yang layak dan dibutuhkan.
5. Bersemangat Menuntut Ilmu
Sebenarnya, waktu saya masih kecil dan masih remaja kami tidak pernah akrab. Beliau tinggal di Kecamatan Lamuru, saya di kampung. Beliau saya yakin tau saya dan saya mengenalnya lewat percakapan keluarga tentang dia. Wajar kami tidak akrab. Perbedaan usia juga salah satu sebabnya, beliau sarjana ketika saya belum kuliah. Bahkan ketika saya belum naik tingkat SMA, namu beliau sudah sangat melekat di memori masyarakat di Mico.
Begitu saya lanjut S2, beliau tahu atau diberi tau, entahlah. Yang pasti, beliau menyatakan keinginannya juga untuk lanjut studi pada jenjang magister. Padahal, saya merasa belum layak untuk dimintai pertimbangan, sebab saat itu saya studi lanjut dengan modal nekat saja.
Namun, beliau menyatakan semangatnya untuk lanjut di depan saya. Padahal kala itu, beliau sudah sering berurusan dengan dokter untuk.memeriksakan kesehatannya. Mendengarkan semangatnya itu, saya pun memiliki keyakinan untuk tetap belajar. Singkatnya, berbicara tentang studi lanjut, beliau tak pernah loyo, melainkan selalu bersemangat. Ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya motivasi dan semangat belajar.
Kata para motivator, orang yang terus menerus belajar dia adalah pemilik masa depan. Sedangkan orang yang berhenti belajar, ia adalah pemilik masa lalu. Kurang lebih seperti itu kalimat bijak Mario Teguh.
6. Santun dalam Bertutur
Tidak hanya soal kesuksesannya, beliau juga pandai memilih kata dan kalimat dalam berkomunikasi terhadap mitra bicaranya. Dia tau diksi untuk orang lebih tua, lebih senior, ataupun sebagai, bahkan terhadap para pejabat. Ini salah satu kekuatan yang dimiliki dan jarang dimiliki orang. Hal ini merupakan ciri yang melekat dalam karakter dan style berkomunikasi beliau.
Beliau seolah menganut kearifan "setiap kalimat dan kata ada tempatnya. Dan, setiap tempat ada kalimat dan kata yang tepat". Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “berikanlah kabar kepada manusia (mitra bicara) sesuai dengan kondisi (akal) mereka”.
Maksudnya adalah jika kita berbicara kepada manusia dengan pembicaraan yang tidak dipahami oleh mereka dan belum sampai pemahaman mereka, maka tentunya bukannya diterima, justru mereka akan menolak perkataan kita.
Pak Amir memiliki karakter ini. Beliau lihai dalam berkomunikasi pada banyak kalangan. Mampu memahami kondisi orang yang diajak bicara.
7. Ketika Studi Lanjut di S2
Ada hal yang sangat melekat dalam memori saya. Yaitu, ketika beliau sedang memasuki semester pertama di S2 PPs UIN Alauddin. Beliau mendapat tugas bahasa Inggris untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Seingat saya, lumayan banyak. Beliau mungkin tau atau diberi tau bahwa saya sedikit mempunyai skill dalam bahasa Inggris.
Beliau mendatangi saya di Masjid Raya Makassar. Kala itu, saya sedang mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU). Karena dia datang di waktu magrib, beliau pun ikut berjamaah salat magrib sembari menunggu saya. Bertepatan saat itu, saya punya jadwal memberikan materi kajian tafsir antara magrib dan isya di Masjid Raya Makassar. Beliau pun duduk tenang menjadi pendengar hingga pengajian selesai dan adzan salat isya. Almarhum lagi-lagi ikut berjamaah salat isya. Dan, setelah salat isya dan salat sunnah ba'diyah isya maka barulah saya segera menghampiri dan menemuinya.
Tak lama basa basi beliau langsung menyampaikan tugas kuliah beliau dalam matakuliah bahasa Inggris. Dan, meminta tolong untuk saya bantu terjemahkan dalam satu pekan. Bahkan pun dititipkan kepada saya.
Dalam dua hari, saya sudah terjemahkan semua. Lalu saya telepon. Apakah dia mau saya antarkan hasilnya. Tapi rupanya ada di Bone Kota. Tanpa mampir di rumahnya di Lamuru, beliau langsung dari Bone Kota ke Makassar untuk menjemput hasil terjemahan itu. Malam tradisi komunikasi tidak secanggih sekarang. HP saya masih NOKIA 3315. Hanya bisa menelepon dan SMS. Beliau langsung menemui saya di Masjid Raya Makassar. Dengan penuh rasa haru dan gembira beliau berulang kali mengucap "terimakasih Ndik".
Dia memegang kantong celananya, hendak mengekpresikan terimakasihnya dengan membayar jasa penerjemahan. Saya langsung cegah. Jangan, ini ANUGRA (anu gratis), "saya bilang setengah bercanda".
Memang saya pernah dulu buka jasa penerjemahan dari Inggris-Indonesia dan Arab-Indonesia serta kursus pemula bahasa Inggris dan Arab sesuai kapasitas saya kala itu. Maklum, saat itu saya lagi berjuang mencari tambahan biaya hidup dan kuliah untuk bisa bertahan hidup di Kota Makassar.
Saya mengambil pelajaran dari sikapnya yang humble (rendah hati) dan sabar tanpa terkesan memerintah kepada saya. Padahal, bisa saja beliau lakukan dengan menelpon saya tanpa ia harus mengantar dan menjemput sendiri tugasnya itu. Itu mengajarkan kepada kita tentang tata krama.
8. Keinginan Studi Lanjut ke S3.
Beliau suatu ketika 'curhat' kepada saya untuk lanjut ke S3 untuk meraih gelar akademik tertinggi, Doktor (Dr.). Namun, beliau sangat menyadari kesibukan dam kondisi kesehatannya. Ia sangat ingin, pokoknya. Tapi keluarga/istri beliau (almarhumah.) sangat menyayangi dan penuh perhatian terhadap kesehatan suaminya. Beliau pun sangat mengerti maksud istrinya yang sangat memperhatikan kesehatan beliau.
Akhirnya, tak sempat studi lanjut ke S3. Namun, semangat beliau untuk terus belajar layak diteladani oleh generasi saat ini dan kedepan.
Ini mengajarkan satu nilai bahwa umur tidak bisa menjadi alasan untuk berhenti menuntut ilmu. Namun, sekaligus tetap memprioritaskan kesehatan. Beliau menunjukkan bahwa belajar itu sepanjang itu sepanjang hayat. Belajar itu hanya dibatasi dan dihentikan oleh ajal.
9. Silaturrahim: Menemui Saya di Rumah
Saya sebenarnya segan dengan beliau. Tapi, di suatu pagi hari tahun lalu, beliau bersama kakak iparnya - yang tidak lain juga adalah kakak kandung saya - datang menemui saya. Beliau diberi tau bahwa saya datang. Padahal mestinya saya yang datang menemuinya. Kan, saya lebih muda. Tapi, saya tidak terbiasa dan saya juga tidak tau kalau beliau ada di Mico.
Langsung memberi kode salaman ala pandemi Covid-19. Beliau datang mengenakan kopiah dan masker. Beliau menyampaikan kepada saya. "Ndik, engkai tu nak Nurul mendaftar untuk kuliah di UIN Makassar. Wedding kapang dibantu?" Saya jawab, oh iye. Insyaallah saya coba, meski tidak berjanji. Saya tanya, kita kasih ka nomor tes na? - Saya panggil daeng karena hubungan pernikahan kakaknya dengan kakakku. Padahal, kalau hubungan nasab sebenarnya beliau kemanakan saya. Tapi, sudahlah! Tidak masalah. Saya lebih nayaman dengan itu. Dia juga tampaknya lebih nyaman dengan sapaan itu.
Selanjutnya, karena tidak tau jurusan apa yang didaftar di form online dan tidak ada nomor tes dipegang, maka beliau mengatakan. Nanti saya hubungi dan memberi tau lewat WA. Oke, iye. Cocokmi. Saya bilang.
Sesampainya saya di Makassar dua hari setelah pertemuan kami di Mico, beliau membuktikan janjinya untuk menghubungi saya. Saya pun segera menghubungi wakil rektor 1 dan meneruskan keinginan almarhum tersebut
Singkat cerita, anak Nurul lulus Ndik. Alhamdulillah lulus. Padahal saya juga tidak tau apakah dia lulus karena diurus atau karena memang layak lulus. Saya yakin, lulus karena memenuhi syarat lulus. Saya tidak jago mengurus.
Poinnya adalah beliau adalah orang bersyukur dan berterimakasih meski sekecil apapun bantuan yang diterimanya. Beliau pun meminta tanpa terasa memaksa apalagi terkesan memerintah. Sama sekali tidak.
Ketika Saya Batal Pulang Kampung
Beberapa bulan lalu, ketika kakak ipar saya (almh. Daeng Sina), yang tidak lain adalah kakak kandung beliau meninggal, beliau menyampaikan ceramah takziyah dalam rangka mengenang dan mendoakan almarhumah. Memang saya berkeinginan pulang, tapi karena saya telah menyepakati jadwal untuk menguji mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar maka saya batal pulang kampung. Namun bersyukur, karena berselang 5 hari saya pulang kampung sebelum meninggal, jadi masih sempat ketemu.
10. Pertemuan Kami di Pesta Pernikahan
Rupanya, pertemuan kami di pesta pernikahan pada bulan Februari lalu merupakan pertemuan terakhir. Lebih sebulan yang lalu, saya pulang kampung untuk memenuhi undangan pernikahan keluarga sekaligus tetangga saya di kampung. Putri pertama Bapak Sahabuddin dengan Putra Hj. Rosmiati/Pak Tahir. Saat itu Almarhum Ust. Drs. Amir B, M. Pd. I. dipercayakan menyampaikan nasehat perkawinan dan saya menyimak dengan seksama. Retorika ceramahnya sangat baik dan tetap menghipnotis pendengarnya.
Sebelum ceramah, saya menyalami beliau, dan sengaja menurunkan masker agar beliau menandai betul saya. Senyumnya yang khas, sambil menyapa, "siaganna taengka Ndik?" Kapan datang Dek? Iye, siwenni (tadi malam). "Respon singkat saya". Percakapan singkat itu menjadi kesan yang masih terbayang hingga saat ini. Saya sebenarnya diminta oleh sahibul hajat (yang punya acara) untuk memimpin doa, namun saya sengaja setengah menghindar, karena berharap Ust. Amir saja yang sekaligus memborong juga doanya. Ternyata, betul beliau yang memimpin doa, karena saya agak jauh dari ruang acara. Mendengar dari luar lebih jelas.
Karena saya mengenakan jas, sarung dan kopiah maka saya ditanya oleh seseorang, "kita kah yang memberi nasihat pernikahan?"Saya bilang sambil bercanda, justru kalau saya, pasangan suami-isteri yang membutuhkan nasihat pernikahan itu 'penganten tua". Kalau penganten baru semuanya masih indah dan mulus semua. Beda dengan 'penganten tua" sudah banyak masalahnya, sehingga membutuhkan nasehat baru. Perlu di-charge lagi, supaya tidak lowbat atau mati total. Sebenarnya, memang saya pulang semata-mata niatnya untuk memenuhi undangan. Saya kehilangan self confidence (tidak pede/pd) rasanya menasihati orang soal tata kelola rumah tangga. Justru, kami yang harus banyak belajar.
D. Penutup: Selamat Jalan dan Doa
Akhirnya kita tau bahwa ajal dan tapal batas perjalanan hidup seseorang adalah misteri dan rahasia Ilahi. Kami merindukan, membutuhkan, dan menyayangimu, namun Allah lebih menyayangimu. Kami hanya mengiringi perjalananmu menghadap kepada Allah, Rabb al-Jalil dengan memohon ampunan dan memohon rahmat kepada Allah untukmu dan untuk kami juga. Saya bersaksi sesuai dengan apa yang saya ketahui, engkau adalah orang baik. Orang baik. Orang baik.
Namun, saya pun menyadari bahwa engkau adalah manusia biasa dan yang engkau tinggalkan adalah manusia-manusia biasa. Oleh karenanya, saya berdoa, semoga Allah memberi kekuatan iman dan kesabaran kepada keluarga yang ditinggalkan. Tugasmu telah selesai. Istirahatlah di sisi Allah. Semoga Allah mengampuni segala khilaf dan salahmu. Semoga engkau dalam keadaan husnul khatimah. Al-Fatihah:
*بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ، صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ .أمين
Aamiin.
Wallahu A'lam
0 komentar