SAINS MODERN, PENDIDIKAN, DAN TANGGUNG JAWAB ILMUWAN (QS. AL-SHAFF: 14)
Muhammad Yusuf
Professor dalam Ilmu Tafsir Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar
Prolog
Ayat ke-14 ini menyeru orang-orang beriman untuk menjadi penolong agama Allah, sebagaimana para pengikut setia Nabi Isa yang menjawab panggilannya dengan penuh keyakinan. Dalam konteks sains modern dan pendidikan hari ini, seruan ini menjadi panggilan luhur bagi para ilmuwan, pendidik, dan pencari ilmu untuk mengabdikan pengetahuan mereka demi kebaikan umat dan kelestarian nilai-nilai kebenaran. Ilmu bukan sekadar alat kemajuan material, tetapi juga sarana menegakkan keadilan, membela kebenaran, dan menjaga kemanusiaan. Tanggung jawab ilmuwan dalam menolong agama Allah adalah dengan memastikan bahwa ilmu yang dikembangkan membawa manfaat, tidak menyesatkan, serta berpihak kepada nilai-nilai ketauhidan dan kemanusiaan yang menjadi inti ajaran agama.
Tautan Konseptual
Pada ayat sebelumnya, QS. Al-Shaf ayat 13 mengajak orang-orang beriman untuk bertransaksi dengan Allah melalui jihad dengan harta dan jiwa. Ayat ini menggambarkan imbalan spiritual dan ukhrawi berupa ampunan dan surga, serta keberhasilan duniawi berupa pertolongan Allah dan kemenangan yang dekat. Tanasub ayat ini dengan ayat ke-14 begitu erat, karena ayat 13 memberikan contoh historis konkret tentang bentuk realisasi dari "berjihad di jalan Allah"—yaitu kesiapan menjadi ansarullah (penolong agama Allah), sebagaimana dilakukan oleh para hawariyyun (pengikut setia Nabi Isa).
Dalam konteks pendidikan, kedua ayat ini mengajarkan bahwa keimanan sejati menuntut aksi nyata dan keberpihakan terhadap kebenaran. Pendidikan bukan hanya transmisi pengetahuan, tetapi pembentukan karakter dan keberanian moral. Para hawariyyun menjadi model pelajar dan pejuang, yang tidak hanya memahami ajaran tetapi juga bersedia memperjuangkannya di tengah tekanan sosial.
Dalam kacamata sains modern, pesan jihad bukanlah kekerasan fisik semata, tetapi perjuangan intelektual dan spiritual melawan kebodohan dan kemalasan. Menjadi ansarullah hari ini bisa berarti menjadi ilmuwan, pendidik, atau inovator yang menjunjung nilai-nilai ilahi dalam memajukan teknologi dan pengetahuan untuk kemaslahatan umat.
Sementara dari aspek spiritualitas, kedua ayat (13 & 14) ini meng-underline pentingnya keterlibatan ruhani dalam setiap aspek kehidupan. Spirit jihad dan nusrah (pertolongan) adalah bentuk koneksi hati yang mendalam dengan Allah. Ia menuntut kesetiaan, keberanian, dan kesediaan untuk menjadi bagian dari perjuangan kebenaran—baik secara personal, sosial, maupun global.
Analisis terhadap Ayat 14 dari Berbagai Tinjauan
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْٓا اَنْصَارَ اللّٰهِ كَمَا قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِۗ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّاۤىِٕفَةٌۚ فَاَيَّدْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلٰى عَدُوِّهِمْ فَاَصْبَحُوْا ظٰهِرِيْنَࣖ ١٤
Terjemahnya: "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah para penolongku menuju kepada (pertolongan) Allah?” Para pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah.” Maka, segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kufur. Lalu, Kami menguatkan orang-orang yang beriman menghadapi musuh-musuh mereka sehingga menjadi orang-orang yang menang".
Terma "آمَنُوا" sudah sering kita baca dan dengar, sehingga sudah sangat familiar. Kata "آمَنُوا" berasal dari akar أ-م-ن yang berarti aman (dari keraguan) atau percaya (tanpa ragu). Selanjutnya, "كُونُوا" dari ك-و-ن menunjukkan eksistensi atau menjadi. Sedangkan "أَنْصَارَ" dari ن-ص-ر berarti para penolong. Kata "الْحَوَارِيِّينَ" dari ح-و-ر menunjuk pada orang yang memutihkan (secara metaforis: menyucikan diri atau pengikut setia). Derivasi ini mengisyaratkan makna mendalam bahwa iman dan pertolongan adalah perwujudan dari keberadaan sejati (كون) seorang mukmin.
Dari lensa struktural, kalimat pada ayat ini terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu seruan kepada orang beriman ("يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا") diikuti dengan perintah ("كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ"), lalu ditopang oleh analogi historis. Seruan Nabi Isa kepada al-ḥawāriyyīn. Kalimat diakhiri dengan konsekuensi dari iman dan kekufuran: penguatan kelompok mukmin atas musuhnya. Struktur ini menampilkan narasi kronologis dan imperatif sekaligus, yang menjalin masa kini (umat Muhammad) dengan masa lampau (umat Nabi Isa), memperkuat universalitas pesan dakwah.
Gaya bahasa ayat ini sangat retoris, dimulai dengan nida’ ("يَا أَيُّهَا") yang menarik perhatian, lalu diikuti dengan amr ("كُونُوا") yang menyentuh emosional dan tanggung jawab spiritual. Tasybih (perumpamaan) muncul dalam frasa "كَمَا قَالَ عِيسَى...", yang menegaskan paralelisme sejarah sebagai pelajaran moral. Istifham retoris dalam "مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ؟" menambah kekuatan dramatik dan kontemplatif. Penutup ayat menggunakan antitesis iman dan kufur, lalu klimaks kemenangan kebenaran: "فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ". Ini menunjukkan balaghah hujjiyyah—keindahan yang sekaligus mengukuhkan argumen.
Dari sudut pandang semantik, ayat ini berbicara tentang peran aktif mukmin dalam perjuangan agama. "Ansar Allah" tidak hanya bermakna "penolong Allah", tapi juga menunjuk pada identitas kolektif yang berjuang di jalan Allah. Istilah "ظَاهِرِينَ" bukan sekadar "menang", tetapi mengandung makna dominasi kebenaran atas kebatilan secara nyata. " إلى الله " dalam konteks pertanyaan Nabi Isa memiliki nuansa spiritual: bukan sekadar menuju kepada Allah secara fisik, tetapi dalam arti berjuang menuju ridha-Nya.
Dalam kacamata semiotika, setiap elemen teks membawa simbol. " أنصار الله" menjadi simbol keterlibatan aktif manusia dalam proyek ilahi. Penggambaran Nabi Isa dan ḥawāriyyūn menjadi ikon kerjasama antara pemimpin spiritual dan komunitas. Dualisme "آمَنَتْ" dan "كَفَرَتْ" membentuk sistem tanda yang mencerminkan realitas sosial: bahwa setiap dakwah akan berhadapan dengan dua respon, dan tanda penutup ("ظَاهِرِينَ") melambangkan kemenangan ideologis yang tak hanya historis tapi juga eskatologis. Ayat ini menciptakan simbol resistensi moral atas kezaliman.
Dari takaran ilmu matiq, ayat memuat premsi-premis. Premis 1: Orang beriman harus menjadi penolong Allah. Premis 2: Seperti Nabi Isa meminta pengikut menjadi penolong, dan mereka menerima. Kesimpulan: Maka umat Muhammad juga harus mengemban tugas serupa. Selain itu, penalaran deduktif tampak jelas: Jika umat beriman mengikuti jejak ḥawāriyyūn, maka mereka pun akan memperoleh dukungan dan kemenangan dari Allah. Ini juga menunjukkan hubungan sebab-akibat antara iman → pertolongan → kemenangan.
Ayat ini turun dalam konteks mendorong umat Islam untuk aktif dalam dakwah dan jihad fi sabilillah. Surah al-Ṣaff secara keseluruhan menekankan pentingnya konsistensi antara perkataan dan tindakan. Dalam ayat ini, Allah menyeru umat Muhammad agar meneladani militansi moral dan spiritual kaum ḥawāriyyūn. Siyaq-nya adalah membangun semangat juang dalam konteks sosial umat Islam yang sedang diuji dengan konflik internal dan eksternal. Ini juga menegaskan bahwa kemenangan adalah milik mereka yang bersatu dan beriman secara total.
Akhir ayat 14 menjadi harapan dan jaminan bahwa siapapun yang beriman dan setia dalam perjuangan, akan mendapat pertolongan Ilahi hingga menjadi pemenang, sebagaimana para pengikut Nabi Isa yang ditolong Allah atas musuh-musuh mereka. Allah pasti menolong hamba-Nya siapapun yang menolong agama-Nya sebagaimana QS. Muhammad ayat 7 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَنصُرُوا۟ ٱللَّهَ يَنصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ ”Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”.
Penjelasan Ulama Tafsir
Syihabuddin al-Alusi menafsirkan ayat ini dengan menekankan pentingnya peran aktif orang beriman dalam mendukung agama Allah. Ia menyoroti bagaimana Nabi Isa ‘alaihissalam menunjukkan teladan dalam mengajak pengikutnya berjuang bersama dalam jalan kebenaran. Kata anṣār Allāh dipahami sebagai ajakan kolektif untuk menjadi pendukung dalam dakwah dan perjuangan moral. Al-Alusi melihat bahwa keberpihakan terhadap kebenaran akan mendapat pertolongan dari Allah, sebagaimana Allah meneguhkan orang-orang beriman di atas musuh mereka. Menurutnya, kemenangan ini bukan hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga argumentatif dan spiritual.
Zamakhsyari, sebagai mufasir Mu’tazili, menyoroti sisi retoris dan linguistik ayat ini. Ia menjelaskan bahwa kalimat "man anṣārī ilā Allāh" adalah bentuk seruan retoris yang sangat kuat untuk membangkitkan semangat pengorbanan demi Allah. Ia menafsirkan ẓāhirīn (menang) sebagai kemenangan hujjah (argumen), bukan sekadar kekuasaan. Baginya, ayat ini adalah bentuk peneguhan bahwa kebenaran akan selalu unggul jika dipegang teguh. Ia juga menekankan aspek tanggung jawab individu dalam menyambut seruan kenabian, sehingga tiap mukmin dituntut untuk berkontribusi nyata terhadap penyebaran nilai-nilai ilahi.
Relevansi dengan Sains Modern dan Pendidikan
QS Al-Shaf ayat 13;memiliki pesan transformatif yang relevan dengan dunia modern, terutama dalam konteks sains dan pendidikan. Ayat ini menunjukkan pentingnya kolaborasi, semangat juang, dan keberanian menyuarakan kebenaran. Dalam sains, prinsip menjadi penolong kebenaran sangat sesuai dengan semangat riset dan inovasi: ilmuwan harus mendukung fakta ilmiah meskipun bertentangan dengan opini populer. Seperti halnya para ḥawāriyyūn yang menyambut ajakan Nabi Isa, ilmuwan dan pendidik modern perlu menjadi "penolong kebenaran" dalam bidang mereka.
Dalam pendidikan, ayat ini memberi pesan bahwa guru dan pelajar memiliki peran aktif sebagai agen perubahan. Ketika pendidik mengajak murid untuk berpikir kritis dan mendukung kebenaran, mereka sejatinya sedang menghidupkan semangat anṣār Allāh. Pendidikan bukan hanya transmisi pengetahuan, tetapi juga penanaman nilai moral dan etika untuk melawan kejahilan, hoaks, dan fanatisme. Ini juga sejalan dengan pendekatan STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics) yang menggabungkan logika dan nilai-nilai sosial.
Lebih jauh, ayat ini mengajarkan pentingnya keteguhan dan konsistensi dalam perjuangan. Di era informasi yang penuh distraksi, penting bagi pendidik dan pelajar untuk tetap memegang nilai kebenaran dan tidak larut dalam arus popularitas. Seperti yang dijanjikan dalam ayat tersebut, mereka yang beriman dan konsisten akan mendapat kekuatan dan keunggulan, baik dalam bentuk pemikiran maupun capaian ilmiah. Ini merupakan motivasi kuat untuk dunia akademik dan pendidikan karakter di era digital.
Penjelasan Ilmiah Berbasis Riset
Penelitian dalam sains modern mengenai bukti kehidupan di planet K2-18 b. Penelitian yang dilaksanakan oleh Tim ilmuwan menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb dengan judul: "Scientists find strongest evidence yet of life on an alien planet". Dengan melakukan pengamatan atmosfer planet K2-18 b menggunakan spektroskopi inframerah, ditemukan jejak kimia dimetilsulfida (DMS) dan dimetildisulfida (DMDS), gas yang hanya diproduksi oleh proses biologis di Bumi, menunjukkan kemungkinan adanya kehidupan mikroba di luar angkasa .
Penemuan ini memperluas pemahaman kita tentang kemungkinan kehidupan di luar Bumi, mengingatkan umat manusia akan peran sebagai khalifah di muka bumi dan pentingnya menjaga ciptaan Allah. Sebagai penolong agama-Nya, umat Islam diharapkan berkontribusi dalam penelitian ilmiah yang bermanfaat bagi umat manusia dan alam semesta.
Penemuan ini mengingatkan umat Islam akan kebesaran Allah sebagai Pencipta alam semesta dan kehidupan. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa pencarian ilmu pengetahuan adalah bagian dari ibadah, dan setiap penemuan ilmiah dapat meningkatkan ketakwaan serta kesiapan menghadapi kehidupan setelah mati.
Selain itu, penelitian dalam pendidikan kontemporer mengenai peran kecerdasan buatan dalam dendidikan. Sebuah Penelitian kolaboratif yang dilakukan oleh Yaroslav Tsekhmister, Tetiana Konovalova, Bogdan Tsekhmister, Tamara Pushkarova, Svitlana Nahorniak dengan judul "Contemporary education: globalization and transformation process under the influence of artificial intelligence". Mereka melakukan tinjauan sistematis terhadap 159 artikel dari berbagai basis data akademik antara 2019–2023. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa kecerdasan buatan (AI) digunakan dalam pendidikan untuk analisis data, pembelajaran personal, umpan balik, pembelajaran daring, dan penilaian otomatis, terutama di bidang kedokteran, teknologi informasi, teknik, dan bisnis .
Integrasi AI dalam pendidikan membuka peluang untuk pembelajaran yang lebih personal dan efisien. Sebagai penolong agama Allah, umat Islam didorong untuk memanfaatkan teknologi ini dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kualitas pendidikan, sesuai dengan prinsip Islam yang mendorong pencarian ilmu. Penggunaan AI dalam pendidikan dapat dianggap sebagai bentuk amal jariyah yang berkelanjutan, di mana ilmu yang bermanfaat dapat terus berkembang dan memberikan manfaat bagi umat manusia, bahkan setelah seseorang meninggal dunia. Hal ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menyebarkan ilmu yang bermanfaat.
Epilog
Ayat 14 ini meniscayakan adanya tanggung jawab ilmuwan untuk memanfaatkan ilmunya untuk menolog agama Allah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Isa a.s. dan para loyalis dari para ḥawāriyyūn. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semestinya berbanding lurus dengan efektivitas dalam menolong agama Allah. Itulah sejatinya khalifa di bumi yang direkomendasikan kepada manusia. Apabila manusia berkomitmen menjalankan tanggung jawabnya dengan sains dan teknologi yang dimiliknya maka kemengan pasti di tangannya, sebagaimana penutup ayat ini.
0 komentar