BLANTERORBITv102

    LITERASI METODOLOGI RISET ILMIAH (KAJIAN Q.S. AL-HUJURAT: 6)

    Rabu, 19 Februari 2025

     Oleh: Muhammad Yusuf

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Di era digital yang serba cepat dan terbuka, informasi mudah tersebar, namun tidak semuanya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Munculnya hoax dan disinformasi semakin mengaburkan pemahaman masyarakat terhadap fakta yang valid. Oleh karena itu, penguatan metodologi penelitian ilmiah menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa pengetahuan yang disebarluaskan berbasis pada data yang sahih, objektif, dan dapat diverifikasi. Metodologi penelitian yang kuat dan teruji akan membantu para ilmuwan, peneliti, dan masyarakat dalam memilah informasi yang akurat, serta menghindari penyebaran informasi yang menyesatkan. Ini merupakan langkah krusial untuk menjaga kualitas dan integritas ilmu pengetahuan di tengah gelombang informasi digital yang terus berkembang.

    Q.S. al-Hujurat: 6 mengingatkan kita akan pentingnya verifikasi dalam menerima informasi, terutama saat bersumber dari orang yang tidak dapat dipercaya (fasik). Ayat ini menegaskan bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan kerugian yang besar bagi individu dan kelompok. Dalam konteks kehidupan sosial, berita yang tidak jelas kebenarannya bisa mengarah pada keputusan yang salah, bahkan menimbulkan kerusakan yang tidak diinginkan. Islam mengajarkan kehati-hatian dalam memproses informasi sebagai upaya untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat dan menghindari penyesalan.

    Perspektif Mufassir

    Ayat 6

    يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ جَاۤءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوْٓا اَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِيْنَ ۝٦

    "Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu".

    Sayyid Qutub dalam tafsirnya, Fi Zilal al-Qur’an, menekankan bahwa ayat ini berfungsi sebagai peringatan agar umat Islam tidak gegabah dalam menerima atau menyebarkan berita. Baginya, "fasik" merujuk pada seseorang yang telah kehilangan integritas moral dan dapat merusak kebenaran dengan informasi yang menyesatkan. Oleh karena itu, Qutub mengingatkan bahwa Allah memerintahkan agar setiap berita atau informasi yang datang dari orang seperti ini harus diuji terlebih dahulu sebelum diterima atau diteruskan. Qutub juga menegaskan bahwa ketidaktelitian dalam menyebarkan informasi bisa membawa kerusakan pada keharmonisan sosial, bahkan merusak reputasi individu atau kelompok yang tak bersalah. Penekanan Qutub ini menunjukkan bagaimana setiap tindakan yang diambil berdasarkan informasi yang salah dapat menimbulkan penyesalan, yang seharusnya bisa dihindari jika umat Islam lebih berhati-hati dalam memverifikasi kebenaran.

    Relevansinya dengan Metodologi Ilmiah

    Ayat ini mengandung pesan yang sangat relevan dalam konteks literasi metodologi ilmiah, yang mengedepankan prinsip verifikasi, validasi atau keakuratan, dan keterbukaan terhadap bukti. Dalam dunia akademik, sebuah hipotesis atau teori hanya dapat diterima setelah melalui proses pengujian yang ketat dan penggunaan sumber yang terpercaya. Prinsip ini mirip dengan pesan yang terkandung dalam Q.S. al-Hujurat: 6, yaitu agar umat Islam tidak menerima informasi begitu saja tanpa memastikan kebenarannya (tabayyun) terlebih dahulu.

    Metodologi ilmiah menuntut agar setiap data dan informasi yang dipakai dalam penelitian berasal dari sumber yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Jika sebuah berita atau data tidak diperiksa dengan seksama berdasarkan prosedur ilmiah yang tepat, maka hasil penelitian atau penemuan yang didasarkan padanya bisa jadi salah dan menyesatkan. Hal ini sesuai dengan apa yang ditekankan oleh ayat ini: bila kita menerima berita dari seseorang yang tidak dapat dipercaya, maka bisa saja kita terjebak dalam kesalahan yang tidak bisa diperbaiki.

    Lebih lanjut, dalam metodologi ilmiah, ada langkah-langkah sistematis yang harus diikuti untuk menguji suatu teori atau klaim, seperti pengumpulan data yang akurat, uji coba, dan analisis yang mendalam. Sama seperti yang diperintahkan dalam ayat tersebut untuk melakukan "telitian", dalam dunia akademik, ini terwujud dalam proses verifikasi dan validasi yang sangat ketat. Tanpa langkah-langkah tersebut, informasi yang disebarkan bisa merusak integritas ilmiah dan memperburuk masalah sosial.

    Selain itu, prinsip integritas juga sangat penting dalam keduanya. Dalam Islam, seorang yang disebut "fasik" adalah orang yang memiliki kelakuan yang tidak dapat dipercaya, dan ini berlawanan dengan prinsip ilmiah yang menekankan kejujuran dan keterbukaan. Oleh karena itu, sebelum sebuah informasi diterima dan dipergunakan, baik dalam konteks sosial maupun ilmiah, proses seleksi yang hati-hati sangat diperlukan untuk menghindari dampak negatif yang bisa timbul akibat ketidaktelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti sebagai instrumen kunci mesti teruji integritasnya. Sedangkan dalam penelitian kuantitatif, instrumen penelitiannya harus dinyatakan valid sebelum digunakan.

    Dalam konteks kehidupan sosial, konsep ini juga terkait dengan fenomena disinformasi atau hoaks yang marak di era digital saat ini. Sama halnya dengan "fasik" yang disebut dalam ayat tersebut, di zaman modern ini ada banyak sumber informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dalam dunia akademik, ini dapat diibaratkan sebagai sumber yang tidak valid, yang seharusnya dihindari agar tidak menyebarkan kesalahan. Oleh karena itu, prinsip yang terkandung dalam ayat ini sejalan dengan ajaran tentang verifikasi dan pemikiran kritis yang menjadi dasar dalam metodologi ilmiah.

    Epilog

    Ayat Q.S. al-Hujurat: 6 memberikan pelajaran yang sangat penting dalam kehidupan sosial dan ilmiah, yaitu pentingnya verifikasi terhadap informasi sebelum diterima dan disebarluaskan. Dalam dunia ilmiah, hal ini mencerminkan metodologi yang ketat dalam menguji kebenaran suatu klaim. Dengan prinsip kehati-hatian ini, kita bisa menghindari kerusakan yang timbul akibat informasi yang tidak akurat. Ayat ini menuntun untuk penerapan triangulasi metode dan sumber data. Selain itu pengujian instrumen, prosedur, sumber data, dan hasil analisisnya mesti dilakukan untuk memastikan kualitas dan kebenaran klaim. Narasi ini meniscayakan bagi perguruan tinggi untuk memperkuat metodologi riset ilmiah bagi mahasiswa dan dosen.