Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd. I.
A. Pendahuluan
Di tengah krisis lingkungan global yang semakin memburuk—mulai dari pemanasan global, pencemaran air dan udara, hingga kerusakan hutan—kesadaran spiritual dalam menjaga bumi menjadi semakin penting. Islam, sebagai agama yang menyeluruh, telah memberikan pedoman bagi manusia dalam memperlakukan alam semesta. Dua ayat dalam Al-Qur'an, yaitu Q.S. Al-Baqarah: 30 dan Q.S. Al-Maidah: 32, mengandung prinsip-prinsip penting yang dapat dijadikan dasar dalam membangun konsep kesalehan ekologis.
Kesalehan ekologis adalah bentuk kesalehan yang tercermin dalam kepedulian, tanggung jawab, dan tindakan nyata manusia terhadap lingkungan alam sebagai wujud pengabdian kepada Allah SWT. Konsep ini selaras dengan ajaran Islam yang memosisikan manusia bukan hanya sebagai makhluk spiritual, tetapi juga sebagai khalifah (pemelihara) di muka bumi. Pemahaman ini sangat kuat tercermin dalam dua ayat kunci: Q.S. al-Baqarah: 30 dan Q.S. al-Maidah: 32.
B. Manusia Sebagai Khalifah: Q.S. Al-Baqarah: 30
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.' Mereka berkata, 'Apakah Engkau hendak menjadikan di sana orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?' Dia berfirman, 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'" (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Ayat ini mengangkat posisi manusia sebagai khalifah (wakil) Allah di bumi. Tugas kekhalifahan ini bukan sekadar amanah simbolik, melainkan tanggung jawab nyata dalam mengelola bumi dengan adil dan bijaksana. Sayangnya, sebagian manusia justru menjadi penyebab kerusakan ekologis karena keserakahan dan kelalaian.
Konsep kesalehan ekologis menuntut manusia untuk menggunakan wewenangnya sebagai khalifah secara bertanggung jawab, melestarikan ciptaan Allah, dan tidak mengeksploitasi alam secara berlebihan. Sebagai khalifah, manusia harus melihat bumi bukan sekadar sebagai sumber daya, melainkan sebagai amanah suci yang harus dijaga dan dipelihara.
C. Nilai Kehidupan dan Larangan Merusak: Q.S. Al-Maidah: 32
"...Barangsiapa membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia..." (Q.S. Al-Maidah: 32)
Ayat ini menekankan nilai sakral kehidupan manusia dan kecaman terhadap perusakan di muka bumi. Istilah "membuat kerusakan" (fasad fi al-ardh) dalam ayat ini memiliki cakupan luas, termasuk kerusakan moral, sosial, dan ekologis. Maka, merusak lingkungan seperti mencemari sungai, menebang hutan secara liar, atau merusak habitat makhluk hidup lain, dapat dipahami sebagai bentuk “fasad” yang dikutuk oleh Al-Qur’an.
Kesalehan ekologis berarti menjadi pribadi yang menjaga kehidupan, tidak hanya manusia, tetapi juga makhluk hidup lainnya serta ekosistem tempat mereka hidup. Dalam konteks ini, menjaga lingkungan adalah bagian integral dari ibadah dan spiritualitas Islam.
D. Mengaktualisasikan Kesalehan Ekologis
Mengamalkan kesalehan ekologis memerlukan langkah-langkah konkret, antara lain: (1)Menanam pohon dan menjaga keanekaragaman hayati sebagai bentuk ibadah; (2) Mengurangi konsumsi berlebihan dan menghindari pemborosan, sesuai prinsip Islam yang mencela tabdzir; (3) Mengelola sampah dan limbah dengan cara yang ramah lingkungan; dan (4) and Mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan, baik melalui pendidikan formal maupun dakwah.
E. Penutup
Kesalehan dalam Islam tidak hanya diukur dari ritual individual semata, tetapi juga dari dampak sosial dan ekologisnya. Q.S. Al-Baqarah: 30 dan Q.S. Al-Maidah: 32 memberikan fondasi spiritual yang kuat untuk membangun kesadaran ekologis umat Islam. Dengan memaknai tugas sebagai khalifah dan larangan terhadap perusakan bumi secara serius, umat Islam dapat menjadi pelopor dalam menciptakan peradaban yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi semua makhluk Allah.
Dengan demikian, seorang Muslim yang saleh secara ekologis adalah mereka yang menjadikan bumi sebagai amanah, menjaga ekosistem, dan menolak segala bentuk kerusakan lingkungan sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.
0 komentar