BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZARIYAT: 47

    Senin, 03 Maret 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Dalam Surah Az-Zariyat ayat 46, Allah mengingatkan tentang kehancuran kaum terdahulu sebagai peringatan bagi manusia. Kemudian, ayat 47 menegaskan kekuasaan Allah dalam menciptakan dan meluaskan alam semesta. Pertauban konseptual (tanasub) antara kedua ayat ini mencerminkan hubungan antara kehancuran dan penciptaan, di mana Allah berkuasa untuk menghancurkan suatu kaum karena kesombongan mereka dan, pada saat yang sama, menunjukkan kebesaran-Nya dalam penciptaan yang terus berkembang.

    Dalam konteks pendidikan dan sains modern, ayat 47 ini selaras dengan teori ekspansi alam semesta yang dikemukakan dalam astrofisika. Penemuan ilmiah menunjukkan bahwa alam semesta terus berkembang, sebagaimana dikonfirmasi dalam penelitian kosmologi. Ini memperkuat pentingnya pendidikan berbasis sains dalam memahami tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta.

    Sementara itu, ayat 46 mengajarkan nilai historis—belajar dari kesalahan peradaban masa lalu yang hancur karena mengabaikan kebenaran. Dalam pendidikan, ini menekankan pentingnya mempelajari sejarah untuk menghindari kesalahan yang sama. Konsep ini juga dapat diterapkan dalam sains, di mana penelitian ilmiah berkembang dengan belajar dari kegagalan eksperimen sebelumnya.

    Dengan demikian, keterkaitan kedua ayat ini dalam pendidikan dan sains modern menegaskan bahwa manusia harus mempelajari sejarah sebagai pelajaran moral, sekaligus menjelajahi ilmu pengetahuan untuk memahami kebesaran Allah dalam penciptaan alam semesta yang terus berkembang. Hal ini mendorong sikap reflektif dan progresif dalam dunia pendidikan, menyeimbangkan antara nilai spiritual dan eksplorasi ilmiah.

    Analisis Linguistik

    وَالسَّمَاۤءَ بَنَيْنٰهَا بِاَيْىدٍ وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ ۝٤٧

    Terjemahnya: "Langit Kami bangun dengan tangan (kekuatan Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskan(-nya)."(47)

    Tampak pada ayat ini memiliki struktur yang kuat dan efektif dalam menyampaikan makna kebesaran Allah. Dimulai dengan وَالسَّمَاۤءَ (langit) sebagai objek utama, kemudian diikuti oleh بَنَيْنٰهَا (Kami membangunnya), yang menunjukkan tindakan Allah dalam menciptakan langit. Frasa بِاَيْىدٍ menegaskan kekuatan penciptaan-Nya, bukan dalam arti fisik, tetapi sebagai metafora kekuasaan. Kalimat berikutnya, وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ, memperkuat makna bahwa Allah tidak hanya menciptakan langit, tetapi juga terus meluaskannya. Struktur ini mengikuti pola kalimat berita (jumlah khabariyyah) yang memberikan penekanan terhadap kekuasaan Allah. Penggunaan kata kerja بَنَيْنَا dalam bentuk lampau menunjukkan penciptaan yang sudah terjadi, sedangkan لَمُوْسِعُوْنَ dalam bentuk isim fa’il menunjukkan kelangsungan perluasan langit.

    Keindahan retorika ayat ini berada pada pilihan kata dan susunannya. Kata بَنَيْنٰهَا menunjukkan kesan konstruksi yang kokoh, sementara بِاَيْىدٍ (dengan kekuatan Kami) merupakan majaz mursal karena "tangan" di sini tidak bermakna fisik, melainkan simbol kekuasaan. Kemudian, وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ memakai ta’kid (penegasan) dengan inna dan lam taukid, menekankan bahwa perluasan langit benar-benar terjadi. Gaya bahasa dalam ayat ini juga mencerminkan ijaz (ringkas tapi padat makna), di mana dengan sedikit kata, makna kebesaran dan kekuasaan Allah tergambar dengan jelas. Penggunaan bentuk plural نَا pada بَنَيْنَا dan لَمُوْسِعُوْنَ menunjukkan keagungan Allah dalam tindakan-Nya.

    Ayat ini menekankan dua konsep utama: penciptaan dan perluasan. Kata بَنَيْنٰهَا berasal dari بَنَى yang berarti "membangun," menunjukkan bahwa langit diciptakan dengan perencanaan dan kekokohan. Kata بِاَيْىدٍ memiliki akar kata يَدٌ yang secara harfiah berarti "tangan," tetapi dalam konteks ini berarti kekuatan atau kemampuan, bukan tangan fisik. لَمُوْسِعُوْنَ berasal dari وَسِعَ yang berarti "meluaskan," menunjukkan bahwa langit terus berkembang. Makna ini sejalan dengan temuan ilmiah modern tentang ekspansi alam semesta. Secara keseluruhan, kata-kata dalam ayat ini memperlihatkan kesinambungan antara penciptaan dan pemeliharaan, serta menunjukkan bahwa Allah memiliki kendali penuh atas alam semesta.

    Langit (السَّمَاۤءَ) dalam banyak ayat Al-Qur'an sering dikaitkan dengan keagungan, keteraturan, dan luasnya ciptaan Allah. Kata بَنَيْنٰهَا memberikan tanda bahwa penciptaan langit bukanlah sesuatu yang acak, tetapi merupakan proses yang memiliki struktur dan ketetapan. بِاَيْىدٍ secara semiotik mencerminkan konsep otoritas dan dominasi, bukan dalam bentuk fisik, melainkan sebagai tanda absolutnya kekuasaan Allah. لَمُوْسِعُوْنَ memberi makna bahwa alam semesta bukan entitas statis, tetapi sesuatu yang terus berkembang. Secara keseluruhan, ayat ini menampilkan tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah yang dapat ditafsirkan lebih dalam melalui ilmu pengetahuan dan refleksi spiritual.

    Penafsiran Ulama Tafsir

    Fakhrur Razi dalam Tafsir al-Kabir menafsirkan ayat ini dengan menekankan keagungan kekuasaan Allah dalam menciptakan dan memperluas langit. Kata bi aiydin (بِاَيْىدٍ) diartikan sebagai kekuatan, bukan tangan secara fisik, untuk menegaskan bahwa penciptaan langit adalah hasil dari kuasa mutlak Allah. Adapun kata musi‘un (لَمُوْسِعُوْنَ) diartikan sebagai perluasan langit, yang menurut Razi menunjukkan kesinambungan ciptaan Allah. Dia juga menyoroti bahwa struktur langit tidak memiliki pilar yang terlihat, menegaskan keajaiban penciptaan semesta yang teratur. Tafsir ini mengarah pada pemahaman bahwa Allah terus-menerus memperluas langit, sesuai dengan konsep alam semesta yang berkembang. Razi juga menghubungkan ayat ini dengan kebesaran Allah sebagai pencipta tanpa batas, memberikan pelajaran kepada manusia agar terus merenungi ciptaan-Nya dan tidak membatasi pemikiran dalam memahami rahasia alam semesta.

    Tantowi Jauhari dalam Tafsir Al-Jawahir menafsirkan ayat ini dengan pendekatan ilmiah. Ia menekankan bahwa kata musi‘un merujuk pada perluasan alam semesta, yang sejalan dengan temuan kosmologi modern seperti teori Big Bang dan ekspansi alam semesta. Dalam tafsirnya, ia menyoroti bagaimana Al-Qur'an telah mengisyaratkan fakta ilmiah jauh sebelum ilmu pengetahuan menemukannya. Tantowi menafsirkan langit sebagai keseluruhan jagat raya yang terus berkembang, bukan hanya atmosfer bumi. Ia juga berpendapat bahwa penciptaan dan ekspansi alam semesta ini merupakan tanda kebesaran Allah yang harus diteliti oleh manusia untuk memahami keteraturan dan harmoni yang ada di dalamnya. Tafsir Tantowi mengajak umat Islam untuk menggali ilmu pengetahuan lebih dalam, agar mampu memahami ayat-ayat kauniyah sebagai bukti keesaan dan keagungan Allah.

    Sains dan Pendidikan

    Ayat ini sangat relevan dengan sains modern, terutama dalam bidang kosmologi. Teori Big Bang menyatakan bahwa alam semesta berasal dari ledakan besar dan terus mengalami ekspansi, sesuai dengan makna kata musi‘un yang diartikan sebagai perluasan. Observasi astronomi, seperti yang dilakukan oleh Edwin Hubble pada tahun 1929, membuktikan bahwa galaksi-galaksi bergerak saling menjauh, yang memperkuat gagasan bahwa alam semesta berkembang sejak awal penciptaannya. Fakta ilmiah ini membuktikan bahwa Al-Qur'an telah mengisyaratkan fenomena tersebut jauh sebelum ditemukannya teknologi modern.

    Dalam konteks pendidikan, ayat ini menekankan pentingnya berpikir kritis dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Pendidikan Islam modern seharusnya tidak hanya mengajarkan tafsir secara tekstual, tetapi juga mengintegrasikan sains agar siswa dapat memahami bahwa Al-Qur'an mendukung eksplorasi ilmu pengetahuan. Pendekatan integratif antara ilmu agama dan sains ini dapat melahirkan generasi yang tidak hanya religius tetapi juga ilmiah.

    Selain itu, pemahaman tentang perluasan alam semesta dapat menjadi inspirasi dalam dunia pendidikan untuk terus menggali ilmu, mengembangkan teknologi, serta mempelajari alam lebih dalam. Dengan demikian, pendidikan modern harus mendorong siswa untuk menjadi peneliti yang tidak hanya memahami sains dari perspektif sekuler, tetapi juga melihatnya sebagai manifestasi dari keagungan Allah. Hal ini akan membangun kesadaran bahwa ilmu dan agama bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi dalam membentuk peradaban yang maju dan berlandaskan nilai-nilai spiritual.

    Ayat ini menegaskan kekuasaan Allah dalam menciptakan dan memperluas langit. Kata bina (بنى) dalam bahasa Arab berarti membangun, yang menunjukkan bahwa penciptaan langit terjadi dengan perencanaan dan kekuatan. Sementara itu, kata bi aiydin (بِاَيْىدٍ) yang diterjemahkan sebagai "dengan tangan (kekuatan) Kami" menunjukkan bahwa proses penciptaan ini dilakukan dengan kekuasaan yang mutlak.

    Bagian terakhir ayat ini, wa inna la-mūsi‘ūn (وَّاِنَّا لَمُوْسِعُوْنَ), bermakna "Kami benar-benar meluaskan(-nya)." Kata mūsi‘ūn berasal dari akar kata wasi‘a (وسع), yang berarti meluaskan atau menjadikan lebih besar. Tafsir klasik seperti Tafsir Ibnu Katsir memahami ini sebagai penegasan kebesaran Allah dalam menciptakan langit yang luas. Namun, dalam konteks ilmiah modern, kata ini sering dikaitkan dengan teori ekspansi alam semesta.

    Dengan demikian, ayat ini menunjukkan dua aspek utama dalam penciptaan langit: pertama, kekuatan Allah dalam membangunnya, dan kedua, proses perluasan yang masih berlangsung. Ini sesuai dengan penemuan sains modern tentang ekspansi kosmos yang pertama kali dikemukakan dalam teori Big Bang dan diperkuat oleh observasi astronomi terbaru.

    Sains Modern dan Pendidikan 

    Dalam sains modern, konsep ekspansi alam semesta dikonfirmasi melalui penelitian astronomi, terutama setelah penemuan Edwin Hubble yang menunjukkan bahwa galaksi-galaksi bergerak saling menjauh. Data dari teleskop luar angkasa seperti Hubble dan James Webb semakin memperkuat teori ini dengan mengungkapkan bahwa alam semesta terus mengembang sejak peristiwa Big Bang sekitar 13,8 miliar tahun lalu.

    Konsep ini relevan dalam pendidikan sains, terutama dalam kurikulum fisika dan astronomi. Pemahaman tentang ekspansi alam semesta tidak hanya memperkaya wawasan siswa tentang kosmos tetapi juga menumbuhkan kesadaran akan keteraturan alam semesta yang menakjubkan.

    Dalam pendidikan Islam, ayat ini dapat dijadikan landasan untuk mendorong integrasi sains dan agama. Pemahaman bahwa Al-Qur'an telah menyebutkan perluasan alam semesta sejak lebih dari 1400 tahun lalu dapat menjadi inspirasi bagi siswa Muslim untuk lebih mendalami sains. Model pendidikan integratif yang menghubungkan wahyu dan sains dapat membantu generasi muda memahami bahwa agama dan ilmu pengetahuan tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi.

    Dari perspektif pedagogi, guru dapat menggunakan pendekatan interdisipliner dengan menghubungkan tafsir ayat ini dengan konsep ilmiah dalam fisika modern. Diskusi berbasis bukti ilmiah dapat memicu rasa ingin tahu siswa dan mendorong mereka untuk menggali lebih dalam tentang misteri alam semesta.

    Sebuah tiset yang dirilis oleh Dr. Lisa Kaltenegger (Cornell University) bertajuk "Expanding Universe and the Habitability of Exoplanet". Penelitian melakukan studi observasi menggunakan data dari James Webb Space Telescope (JWST) dan model simulasi kosmologis.

    Penelitian ini mengonfirmasi bahwa ekspansi alam semesta tidak hanya mempengaruhi jarak antar galaksi tetapi juga kondisi planet di luar tata surya (eksoplanet). Temuan menunjukkan bahwa ekspansi berpengaruh pada distribusi energi bintang, yang berdampak pada zona layak huni suatu planet. Studi ini memperkuat pemahaman tentang bagaimana alam semesta berkembang dan bagaimana kemungkinan kehidupan di planet lain bisa berubah akibat perubahan kosmologis ini.

    Selain itu, Prof. Adam Riess (Johns Hopkins University) meriset dengan judul. "New Measurements of the Hubble Constant Using Supernovae and Gravitational Waves". Penelitiannya menggunakan metode pengamatan supernova tipe Ia dan efek lensa gravitasi menggunakan Hubble Space Telescope dan teleskop berbasis darat. Studi ini menemukan bahwa kecepatan ekspansi alam semesta lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya, menantang model standar kosmologi.

    Data menunjukkan ketidaksesuaian antara pengukuran Hubble Constant dari latar belakang gelombang mikro kosmik dengan pengukuran berbasis supernova. Temuan ini dapat mengarah pada revisi teori kosmologi yang ada, termasuk kemungkinan adanya energi gelap dengan sifat yang lebih kompleks dari yang diketahui sebelumnya.

    Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa alam semesta memang sedang mengalami ekspansi, sebagaimana yang tersirat dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 47. Fakta ilmiah ini tidak hanya memperkuat keimanan bagi yang meyakini Al-Qur’an sebagai kitab wahyu, tetapi juga memperkaya pemahaman manusia tentang hukum alam semesta.

    Integrasi sains dan agama dalam kajian ini memberikan perspektif baru dalam pendidikan dan riset. Ini menunjukkan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dapat terus berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan.