Pertautan Konseptual
Surah Al-Qamar ayat 42 menggambarkan akibat dari mendustakan tanda-tanda kebesaran Allah. Sebelumnya, ayat 41 berbicara tentang kaum Nuh yang telah diberi peringatan melalui wahyu, namun mereka tetap mendustakannya. Pertaunan konseptual antara kedua ayat ini terletak pada penegasan bahwa setiap tanda kebesaran Allah yang diturunkan kepada umat terdahulu adalah bentuk kasih sayang dan petunjuk, yang jika diingkari atau didustakan, akan berakhir dengan azab. Proses pendidikan modern dapat melihat ini sebagai peringatan bagi manusia untuk membuka hati dan akal mereka terhadap ilmu pengetahuan dan sains. Jika kita menutup diri dari ilmu dan kebenaran, akibatnya bisa sama—kerusakan dan kehancuran, baik fisik maupun moral.
Analisis dari Aspek Kebahasaan
كَذَّبُوْا بِاٰيٰتِنَا كُلِّهَا فَاَخَذْنٰهُمْ اَخْذَ عَزِيْزٍ مُّقْتَدِرٍ ٤٢
Terjemahnya: "Mereka mendustakan semua tanda-tanda (kebesaran) Kami. Maka, Kami mengazab mereka dengan azab (Tuhan) Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa."(42)
Struktur kalimat ayat ini menggunakan pola kalimat yang menunjukkan sebab-akibat. "Mereka mendustakan" menjadi sebab yang membawa kepada "Kami mengazab mereka." Kalimat ini menggambarkan hukum Tuhan yang pasti, bahwa penolakan terhadap wahyu-Nya akan mendatangkan akibat yang berat. Dalam konteks pendidikan, ini mengingatkan bahwa penolakan terhadap ilmu atau pengetahuan yang benar akan berdampak negatif. Kalimat ini menggunakan dua sifat Allah, "Aziz" dan "Muqtadir," untuk menunjukkan kekuatan dan keperkasaan-Nya yang tidak terbantahkan.
Ayat ini menggunakan gaya istifham dan ta'ajjub dalam menggambarkan kekuatan azab Allah. Penggunaan kata "Akhadhnahum" (Kami ambil mereka) menunjukkan tindakan yang tegas dan tidak bisa dihindari. Ungkapan "Akhzan Aziz" dan "Muqtadir" memberikan gambaran kemahakuasaan Allah yang tak terbatas. Ini berfungsi untuk membangkitkan rasa takut dan keinsafan bagi pembaca, memperlihatkan bahwa kekuatan Allah dalam menegakkan keadilan tidak terbantahkan. Dalam konteks pendidikan, ini mengingatkan bahwa jika ilmu tidak digunakan dengan benar, konsekuensi yang tak terelakkan akan datang, baik di dunia maupun akhirat.
Selain itu, ayat ini menekankan bahwa penolakan terhadap wahyu atau petunjuk Allah adalah dosa besar yang berujung pada azab yang sangat keras. "Ayat-ayat Kami" merujuk pada segala bentuk tanda kebesaran Allah, baik dalam wahyu maupun alam semesta. "Azab" yang dimaksud tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga moral dan spiritual. Kata-kata "Aziz" dan "Muqtadir" menunjukkan bahwa Allah Maha Kuasa dalam mengatur segala sesuatu, serta mengingatkan manusia bahwa segala kekuatan yang dimiliki manusia tidak ada artinya dibandingkan dengan kekuatan Allah.
Dari sisi simbol linguistk, ayat ini menggunakan simbolisme yang kuat. "Ayat-ayat Kami" dapat dipahami sebagai simbol dari berbagai bentuk pengetahuan, baik yang bersifat ilmiah maupun spiritual. Azab yang dijatuhkan adalah simbol dari akibat negatif yang datang akibat penolakan terhadap pengetahuan yang benar. "Aziz" dan "Muqtadir" tidak hanya menunjukkan sifat Tuhan, tetapi juga berfungsi sebagai simbol kekuatan yang tidak dapat diganggu gugat, mencerminkan konsekuensi dari menutup diri terhadap ilmu dan hikmah yang diajarkan melalui wahyu-Nya. Dalam konteks pendidikan dan sains, ini menggambarkan betapa pentingnya membuka diri terhadap pengetahuan yang benar
Penjelasan Ulama Tafsir
Ibnu Jarir At-Tabari dalam tafsirnya terhadap ayat ini mengemukakan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa kaum yang mendustakan wahyu Allah dan semua tanda-tanda-Nya akhirnya mendapat hukuman yang setimpal dari Allah yang Maha Perkasa. At-Tabari menekankan bahwa ayat ini menggambarkan tindakan Allah yang penuh kekuatan dan keadilan terhadap umat yang ingkar. Mereka menentang tanda-tanda kebesaran-Nya dengan kekufuran dan pengingkaran, sehingga Allah, dengan kekuasaan-Nya yang tak terbatas, memberikan hukuman yang sangat berat.
Menurut beliau, ayat ini menjadi peringatan bahwa tidak ada kekuatan yang bisa menandingi kekuasaan Allah. Ketika seseorang atau umat mendustakan wahyu Allah, mereka akan mendapat balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka, meskipun dalam pandangan manusia tampaknya mereka kuat dan tidak terjamah. Namun, dalam keadilan Ilahi, tidak ada yang dapat menghindar dari hukuman yang telah ditentukan.
Penafsiran Ibnu Jarir At-Tabari mengenai ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya memahami alam semesta dan segala tanda kebesaran Allah. Sains modern, meskipun terus mengungkapkan banyak aspek kehidupan dan alam semesta, tidak dapat mengabaikan peran pencipta yang lebih besar di balik segala fenomena yang terjadi. Pengetahuan ilmiah harus diimbangi dengan kesadaran akan kuasa Ilahi yang menciptakan hukum-hukum alam.
At-Tabarsi dalam tafsirnya menekankan bahwa ayat ini memberikan gambaran mengenai azab yang diterima oleh kaum yang mendustakan. Mereka tidak hanya mendustakan sebagian dari ayat-ayat Allah, melainkan semua tanda-tanda kebesaran-Nya. Akibat dari penolakan total ini adalah hukuman dari Allah yang sangat berat, sesuai dengan sifat Allah yang Maha Perkasa dan Maha Kuasa. At-Tabarsi menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan kesungguhan dalam menegakkan keadilan Ilahi, di mana tidak ada satu pun dari umat yang mendustakan wahyu-Nya yang dapat terhindar dari siksaan.
At-Tabarsi juga menyoroti bahwa "pengambilan" atau "pengazaban" yang disebutkan dalam ayat ini tidak hanya berupa hukuman fisik, tetapi juga merupakan bentuk penghancuran total terhadap umat yang menentang-Nya, sebagai balasan dari pengingkaran mereka terhadap bukti-bukti kebesaran Allah. Penafsiran ini sejalan dengan pemahaman bahwa setiap hukum yang ada di alam semesta tidak terlepas dari kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu Allah. Dalam sains modern, meskipun kita mempelajari berbagai fenomena alam dan hukum fisika, tetap ada batasan-batasan pengetahuan manusia. Kekuatan yang lebih besar, sebagaimana yang diajarkan dalam tafsir ini, memperingatkan kita akan pentingnya kesadaran terhadap kehadiran kekuasaan Tuhan dalam segala aspek kehidupan.
Penafsiran terhadap Q.S. Al-Qamar ayat 42 dari Ibnu Jarir At-Tabari dan At-Tabarsi mengajarkan kita bahwa penolakan terhadap wahyu Allah dan tanda-tanda-Nya akan berujung pada hukuman yang setimpal. Ini mengajarkan pentingnya keimanan dan ketaatan kepada Tuhan, yang bisa diaplikasikan dalam konteks pendidikan modern. Dalam pendidikan, terutama pendidikan karakter dan agama, kita diajarkan untuk menghargai kebesaran Tuhan, mempelajari tanda-tanda-Nya, dan menanamkan pemahaman bahwa segala sesuatu di dunia ini terjadi atas kehendak Allah.
Pendidikan terkini juga menekankan pada pengembangan karakter, pemahaman moral, dan rasa tanggung jawab terhadap alam semesta. Dalam konteks ini, penafsiran ayat ini relevan untuk mengingatkan kita bahwa ada keterkaitan antara moralitas dan akibat dari pengingkaran terhadap nilai-nilai agama. Selain itu, pendidikan juga menekankan pentingnya kesadaran akan dampak dari tindakan kita terhadap dunia, baik dalam konteks sosial maupun lingkungan. Oleh karena itu, sikap mendustakan wahyu-Nya, yang tercermin dalam pengingkaran terhadap ajaran agama dan alam semesta, dapat dihubungkan dengan pentingnya pendidikan moral yang mengajarkan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Pengetahuan sains dan teknologi harus disertai dengan kebijaksanaan, yaitu kesadaran bahwa segala pengetahuan yang kita peroleh adalah bagian dari tanda-tanda kebesaran Tuhan. Pengabaian terhadap pengetahuan ini, baik secara sadar atau tidak, dapat menyebabkan kerusakan yang lebih besar, baik dalam kehidupan sosial maupun terhadap alam semesta.
Relevansinya dengan Riset Terbaru (2022-2024)
Beberapa riset yang memiliki relevansini dengan kajian dan maksud ayat 42 ini. Diantarany:a Pertama, penelitian Dr. Muhammad Hasan, Dosen Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta.
Judul penelitiannya ”Penafsiran Ayat-ayat Azab dalam Tafsir Klasik dan Kontemporer: Studi Banding antara At-Tabari dan At-Tabarsi”. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur komparatif, menganalisis tafsir At-Tabari dan At-Tabarsi terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan azab Allah. Penelitian ini menemukan bahwa kedua tafsir tersebut menekankan pentingnya ketaatan kepada Tuhan dan mengingatkan umat manusia akan akibat dari pengingkaran terhadap wahyu-Nya. Meskipun ada perbedaan dalam cara penafsiran, keduanya menekankan bahwa Allah Maha Perkasa dalam memberikan hukuman.
Kedua, penelitian Dr. Rina Indrayani, Fakultas Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Judul penelitiannya ”Penerapan Pendidikan Karakter Berdasarkan Ayat-ayat Al-Qur'an dalam Pembentukan Akhlak Siswa”. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan mengimplementasikan kurikulum berbasis pendidikan karakter yang didasarkan pada ajaran-ajaran Al-Qur'an di sekolah menengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan ajaran Al-Qur'an dalam pendidikan karakter dapat meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya moralitas dan tanggung jawab sosial, yang relevan dengan penafsiran ayat tentang azab akibat pengingkaran terhadap wahyu.
Penafsiran terhadap Q.S. Al-Qamar ayat 42 memberikan pesan kuat untuk kehidupan kontemporer, di mana pengingkaran terhadap wahyu Tuhan bisa berujung pada kerusakan sosial dan lingkungan. Dengan pemahaman ini, pendidikan harus melibatkan pengajaran nilai-nilai moral dan agama, tidak hanya pengetahuan teknis dan ilmiah. Pengetahuan ilmiah harus disertai dengan pemahaman etika dan tanggung jawab, agar kita dapat menciptakan dunia yang lebih baik dan bertanggung jawab, sesuai dengan ajaran-ajaran agama dan alam semesta yang telah ditentukan oleh Tuhan.
0 komentar