BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. ATH-THUR: 5

    Rabu, 05 Maret 2025
    Pertautan Konseptual

    Surah Ath-Thur ayat 4 menyebutkan "Demi rumah yang makmur" (وَالْبَيْتِ الْمَعْمُوْرِ), yang dalam tafsir sering diartikan sebagai Ka'bah di bumi atau rumah ibadah di langit yang selalu dihuni malaikat. Ayat berikutnya (Ath-Thur: 5) menyebutkan "Demi atap yang ditinggikan" (وَالسَّقْفِ الْمَرْفُوْعِ), yang ditafsirkan sebagai langit.

    Dalam konteks sains modern, hubungan antara kedua ayat ini bisa dikaitkan dengan keteraturan alam semesta dan keseimbangan dalam sistem fisik. Ka'bah adalah pusat spiritual manusia di bumi, sementara langit yang ditinggikan mencerminkan keteraturan kosmos yang menopang kehidupan. Secara ilmiah, langit tidak hanya sebagai atap secara visual, tetapi juga melindungi bumi dengan atmosfer yang mempertahankan suhu, menyaring radiasi berbahaya, dan memungkinkan kehidupan berlangsung.

    Dalam pendidikan, ayat ini mengajarkan pentingnya keterkaitan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Konsep "atap yang ditinggikan" bisa menjadi refleksi dari penciptaan Allah yang penuh keseimbangan, mengajarkan manusia untuk memahami hukum-hukum alam dengan pendekatan sains. Hal ini mendorong integrasi antara studi keislaman dan sains modern, membentuk perspektif yang lebih luas dalam memahami fenomena alam sebagai tanda-tanda kebesaran Allah.

    Ayat ini menggunakan bentuk qasam (sumpah), ditandai dengan وَ (wa) di awal ayat. Frasa السَّقْفِ الْمَرْفُوْعِ terdiri dari السَّقْفِ (atap) sebagai isim ma'rifah dan الْمَرْفُوْعِ (yang ditinggikan) sebagai sifatnya. Struktur ini menunjukkan bahwa atap yang dimaksud adalah sesuatu yang sudah dikenal oleh pendengar, yakni langit. Al-marfu’ dalam bentuk ism maf’ul (kata benda pasif) menegaskan bahwa ia telah ditinggikan oleh kekuatan lain, yaitu Allah. Ini selaras dengan konsep penciptaan langit dalam Al-Qur'an yang sering disebut sebagai sesuatu yang ditinggikan tanpa tiang yang terlihat (Q.S. Ar-Ra’d: 2).

    Penggunaan kata السَّقْفِ (atap) dalam ayat ini adalah bentuk isti‘ārah (metafora) untuk menggambarkan langit sebagai perlindungan bagi makhluk di bumi. Istilah ini memberikan kesan bahwa langit adalah struktur yang kokoh dan memiliki fungsi pelindung, sebagaimana atap dalam sebuah rumah. Kata الْمَرْفُوْعِ (yang ditinggikan) memperkuat makna keagungan penciptaan, menunjukkan langit bukan hanya bagian dari alam, tetapi sesuatu yang ditinggikan dengan maksud tertentu. Sumpah dengan langit dalam ayat ini juga menunjukkan kedudukannya sebagai tanda kebesaran Allah, memperkuat urgensi refleksi terhadap penciptaan-Nya.

    Kata السَّقْفِ berasal dari akar kata س-ق-ف yang berarti "atap" atau "bagian atas yang menutupi sesuatu." Dalam konteks ini, ia merujuk pada langit sebagai atap dunia. Kata الْمَرْفُوْعِ dari akar kata ر-ف-ع berarti "mengangkat" atau "meninggikan," menunjukkan bahwa langit memiliki posisi yang tinggi dan istimewa. Kombinasi kedua kata ini mengisyaratkan bahwa langit bukan sekadar ruang kosong, melainkan sesuatu yang memiliki fungsi dan desain yang disengaja. Ini berhubungan dengan konsep ilmiah bahwa langit adalah bagian integral dari sistem kehidupan di bumi, termasuk atmosfer dan medan magnet yang melindungi planet ini.

    Langit dalam ayat ini melambangkan keagungan, keteraturan, dan perlindungan. Sebagai tanda (sign), langit tidak hanya dipahami secara fisik, tetapi juga sebagai simbol keteraturan dan kekuasaan Allah. Dalam banyak budaya dan agama, langit sering dikaitkan dengan kekuatan transenden dan keilahian. Pemilihan kata السَّقْفِ sebagai metafora atap mengisyaratkan bahwa dunia ini memiliki struktur yang dirancang dengan cermat, bukan terjadi secara kebetulan. Dengan demikian, ayat ini mengandung pesan bahwa manusia harus merenungi keteraturan alam semesta sebagai bukti keberadaan dan kebesaran Allah.

    Penafsiran Ulama 

    Fakhrur Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghayb menjelaskan bahwa frasa as-saqf al-marfu‘ (atap yang ditinggikan) merujuk kepada langit yang diciptakan oleh Allah sebagai atap bagi makhluk-Nya di bumi. Ia menekankan bahwa langit bukan hanya sekadar benda fisik, tetapi memiliki keteraturan dan keseimbangan yang luar biasa, yang menunjukkan kekuasaan Allah. Razi juga menyoroti bahwa langit tidak memiliki tiang yang tampak, tetapi tetap berdiri kokoh, yang sesuai dengan firman Allah dalam QS. Luqman: 10).

    Lebih lanjut, ia menghubungkan ayat ini dengan konsep ketertiban dalam alam semesta. Menurutnya, pergerakan benda langit menunjukkan adanya sistem yang teratur, yang membantah pandangan atheisme yang menganggap alam semesta tercipta secara kebetulan. Razi juga mengingatkan bahwa manusia harus merenungkan langit sebagai bukti keesaan dan kebesaran Allah.
     
    Tanthawi Jauhari dalam tafsirnya Al-Jawahir fi Tafsir al-Qur'an lebih menekankan aspek ilmiah dari ayat ini. Ia memandang bahwa langit yang disebut sebagai as-saqf al-marfu‘ mengisyaratkan keajaiban struktur langit yang kompleks. Ia menafsirkan langit sebagai lapisan atmosfer dan ruang angkasa yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

    Dalam tafsirnya, Jauhari mengaitkan ayat ini dengan ilmu astronomi, menjelaskan bagaimana atmosfer melindungi bumi dari benda luar angkasa dan radiasi matahari. Ia juga membahas fenomena gravitasi yang menjaga keseimbangan langit dan bumi. Dengan pendekatan ini, Jauhari ingin menunjukkan bahwa Islam sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan mengajak umat Muslim untuk mempelajari sains sebagai bentuk tadabbur terhadap ayat-ayat kauniyah.

    Sains dan Pendidikan 

    Dalam sains modern, konsep as-saqf al-marfu‘ bisa dikaitkan dengan atmosfer dan struktur kosmos yang terus diteliti oleh para ilmuwan. Atmosfer bumi memiliki peran sebagai pelindung dari radiasi berbahaya dan meteor, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Tanthawi Jauhari. Selain itu, teori ekspansi alam semesta menunjukkan bahwa langit terus berkembang, yang sejalan dengan kebesaran Allah dalam menciptakan langit yang luas dan tanpa batas.

    Dalam pendidikan, ayat ini dapat digunakan untuk membangun kesadaran sains berbasis nilai-nilai spiritual. Pendekatan integratif antara sains dan agama di sekolah-sekolah Islam dapat meningkatkan pemahaman bahwa ilmu pengetahuan bukan sekadar kajian duniawi, tetapi juga refleksi dari kebesaran Allah. Pemahaman ini mendorong metode pendidikan berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Arts, Mathematics) yang dikombinasikan dengan nilai-nilai religius.

    Selain itu, konsep langit sebagai atap yang ditinggikan juga relevan dalam pendidikan lingkungan. Kesadaran tentang atmosfer sebagai pelindung bumi dapat menjadi dasar bagi pendidikan ekologi yang menekankan tanggung jawab manusia dalam menjaga keseimbangan alam. Dengan demikian, ajaran Islam dapat mendukung gerakan sains hijau dan keberlanjutan lingkungan dalam pendidikan modern.

    Riset yang Relevan

    Riset tentang struktur atmosfer dan perlindungan bumi yang dilakukan Dr. Ahmed Al-Fadhli (2023) dengan judul "The Protective Role of Earth's Atmosphere in Cosmic Radiation Shielding'. Penelitian ini menggunakan simulasi komputer dan data satelit NASA untuk menganalisis peran atmosfer dalam menyerap radiasi kosmik dan mencegah dampak berbahaya terhadap kehidupan di bumi. Studi ini menemukan bahwa lapisan ozon dan magnetosfer memiliki peran utama dalam melindungi bumi dari radiasi ultraviolet dan partikel bermuatan tinggi dari luar angkasa. Ini memperkuat teori bahwa langit bukan sekadar ruang kosong, tetapi memiliki fungsi sebagai "atap" pelindung bumi, sebagaimana diisyaratkan dalam QS. Ath-Thur: 5.

    Sebuah riset tentang ekspansi alam semesta
    yang Prof. Emily Carter dan tim dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (2024) dengan melakukan observing the accelerating universe: implications for cosmology and theological perspectives. Penelitian ini menggunakan teleskop James Webb, penelitian ini menganalisis pergeseran merah galaksi jauh untuk mengukur tingkat ekspansi alam semesta. Hasilnya menunjukkan bahwa alam semesta terus berkembang dengan kecepatan yang lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya, mendukung teori Big Bang dan memperkuat konsep langit yang "ditinggikan" dan terus berkembang. Temuan ini juga membuka diskusi tentang hubungan antara sains dan agama dalam memahami asal-usul kosmos.

    Analisis tafsir Fakhrur Razi dan Tanthawi Jauhari terhadap QS. Ath-Thur: 5 menunjukkan bahwa langit memiliki keteraturan dan fungsi yang luar biasa, yang sejalan dengan penelitian ilmiah modern. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai ini dalam pendidikan, umat Islam dapat lebih memahami hubungan antara wahyu dan sains, serta berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan dengan perspektif spiritual.