Pertautan Konseptual
Surah Ath-Thur ayat ke-12 dan 13 berbicara tentang nasib orang-orang yang mendustakan kebenaran dan azab yang menanti mereka di akhirat. Ayat 12 menyebutkan kondisi mereka yang diancam dengan azab Allah, sementara ayat 13 secara lebih tegas menggambarkan bagaimana mereka dicampakkan ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya.
Secara konseptual, ada kesinambungan yang jelas antara ayat 12 dan 13. Ayat 12 memperkenalkan fenomena dosa dan konsekuensinya, sementara ayat 13 menggambarkan realisasi dari ancaman tersebut dengan gambaran yang sangat kuat, yakni orang-orang yang didorong ke dalam neraka dengan kekuatan yang sangat besar. Dalam konteks pendidikan dan sains modern, ini bisa diartikan sebagai konsekuensi dari tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan etika yang telah ditetapkan, baik dalam konteks agama maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Pendidikan dan sains modern mengajarkan kita tentang dampak jangka panjang dari perbuatan kita terhadap lingkungan dan sesama. Mengabaikan nilai-nilai kebaikan dan moral, yang dalam Islam sering dikaitkan dengan takwa dan kebenaran, dapat berujung pada kehancuran, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Dalam kerangka ini, surah ini memberikan pengajaran tentang pentingnya kesadaran terhadap akibat dari perbuatan yang salah.
Analisis Kebahasaan
يَوْمَ يُدَعُّوْنَ اِلٰى نَارِ جَهَنَّمَ دَعًّاۗ ١٣
Terjemahnya: "(Azab Tuhanmu terjadi) pada hari (ketika) mereka dicampakkan ke neraka Jahanam dengan sekuat-kuatnya" (13).
Secara struktur, ayat 13 menggunakan bentuk fi'il mudhari’ (kata kerja yang menyatakan perbuatan yang sedang terjadi) dalam bentuk pasif, "يُدَعُّوْنَ" (dicampakkan), yang memberikan kesan kekuatan luar yang memaksa orang-orang tersebut ke dalam neraka. Struktur ini menggambarkan kepastian dan keterpaksaan yang tidak bisa dihindari, suatu simbol dari azab yang tidak dapat dielakkan bagi mereka yang mendustakan.
Ayat ini menggunakan istilah "دَعًّا" yang bermakna 'dengan sekuat-kuatnya', yang mengandung nuansa kekerasan dan ketegasan. Penggunaan kata ini memperkuat gambaran azab yang tidak bisa dihindari atau dilawan, menciptakan kesan yang mengerikan tentang hukuman yang akan diterima oleh mereka yang mendustakan.
Secara semantik, kata "دَعًّا" menggambarkan tindakan yang dilakukan dengan kekuatan luar biasa. Ini memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang betapa kerasnya azab yang akan diterima, yang mencerminkan kontras antara kehidupan dunia yang penuh pilihan dan kesenangan sementara dengan konsekuensi abadi yang sangat berat di akhirat.
Frasa "نَارِ جَهَنَّمَ" (neraka Jahanam) berfungsi sebagai tanda yang menggambarkan tempat hukuman yang kekal dan penuh penderitaan. Tanda ini bukan hanya fisik, tetapi juga simbolik—sebuah representasi dari penolakan terhadap kebenaran yang akan dibayar dengan penderitaan yang abadi.
Penafsiran Ulama
Fakhrur Razi, dalam tafsirnya "Al-Tafsir al-Kabir", memberikan penafsiran mendalam terhadap ayat ini. Beliau menafsirkan kata “yu’da’ūna” (دُعُوْنَ) sebagai indikasi bahwa pada hari kiamat, mereka yang mendapat azab akan dipanggil atau digiring menuju neraka Jahanam dengan paksa, bukan secara sukarela. Ini menunjukkan bahwa penghukuman pada hari tersebut sangat keras dan penuh paksaan.
Razi juga memberikan penjelasan mengenai penggunaan kata “dā’” (دَعًّا), yang berarti "dengan sekuat-kuatnya". Ini menurutnya menggambarkan kekuatan yang luar biasa dalam proses pencampakan mereka ke dalam neraka. Tidak ada yang dapat menghindar, dan ini menunjukkan kehancuran total bagi mereka yang mendapatkan hukuman.
Menurut Fakhrur Razi, tafsir ini menggambarkan suasana neraka yang sangat mengerikan dan penuh dengan kehancuran fisik dan mental bagi orang-orang yang durhaka. Mereka tidak hanya akan digiring dengan kekuatan, tetapi juga akan merasakan betapa kerasnya azab Tuhan yang menimpa mereka.
Sedangkan Tanthawi Jauhari dalam tafsirnya lebih menekankan pada aspek “dā’” (دَعًّا) sebagai gambaran tentang kekuatan yang akan digunakan untuk mencampakkan orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam. Beliau menjelaskan bahwa kata tersebut tidak hanya menggambarkan penggiringan fisik, tetapi juga mencerminkan keadaan psikologis yang sangat mempengaruhi mereka. Pada hari itu, mereka akan diperlakukan dengan cara yang sangat keras, yang menunjukkan bahwa tidak ada lagi harapan atau kesempatan bagi mereka untuk menghindar.
Menurut Tanthawi, ini juga mengindikasikan kondisi yang sangat mengguncang dan penuh penderitaan bagi para pendosa, baik secara jasmani maupun rohani. Mereka akan digiring dengan rasa ketakutan dan keputusasaan yang sangat dalam. Proses ini menggambarkan seolah-olah mereka dilemparkan ke dalam api dengan sangat kasar, yang memberikan gambaran tentang betapa buruknya akibat dari dosa mereka.
Relevansi dengan Sains Modern
Dalam sains modern, gambaran tentang "pencampakan ke dalam neraka" dapat dipahami dalam konteks fisika dan psikologi manusia. Dari segi fisika, konsep kekuatan yang digunakan untuk mencampakkan sesuatu dengan "sekuat-kuatnya" mungkin bisa diasosiasikan dengan energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan objek dalam kecepatan tinggi atau dengan gaya yang sangat besar, sebanding dengan gaya yang digunakan dalam bencana alam seperti gempa bumi atau ledakan besar. Fenomena semacam itu dapat menimbulkan dampak yang luar biasa pada tubuh manusia dan lingkungan sekitarnya.
Dari segi psikologi, penggambaran keputusasaan dan ketakutan yang sangat mendalam, seperti yang dijelaskan oleh Tanthawi Jauhari, sangat relevan dengan pemahaman modern tentang efek stres berat dan trauma psikologis. Orang yang menghadapi tekanan luar biasa akan mengalami reaksi psikologis yang sangat intens, yang dapat menyebabkan gangguan mental yang serius, mirip dengan kondisi yang digambarkan dalam ayat ini.
Penafsiran-penafsiran tersebut relevan dengan ilmu modern, baik dari sisi fisik maupun psikologis, yang menunjukkan bahwa gambaran tentang azab di hari kiamat bukanlah sesuatu yang hanya berbicara tentang fenomena spiritual semata, tetapi juga memiliki kesamaan dengan pemahaman ilmiah tentang pengaruh kekuatan dan penderitaan pada manusia.
Riset yang relevan
Sebuah riset yang dilakukan oleh Ahmad Faizal & Siti Rahmawati (2023) dengan tajuk ”Konsep Azab Neraka dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir Tematik terhadap QS. Ath-Thur: 13”. Penelitian ini menggunakan metode tafsir tematik (maudhū‘ī) dengan menganalisis ayat-ayat yang berkaitan dengan azab neraka, khususnya dalam QS. Ath-Thur: 13. Para peneliti mengumpulkan berbagai tafsir klasik dan modern, seperti Tafsir Ibnu Katsir, Al-Misbah, dan Fi Zhilalil Qur’an. Selain itu, mereka juga menggunakan pendekatan linguistik untuk memahami makna kata "يُدَعُّوْنَ" (yud‘a‘ūna) dan "دَعًّا" (da‘an).
Penelitian ini menemukan bahwa kata "يُدَعُّوْنَ" berasal dari akar kata دعّ (da‘a), yang bermakna didorong dengan kasar dan penuh penghinaan. Ini menggambarkan keadaan orang-orang kafir yang dilempar ke dalam neraka dengan cara yang keras dan menyakitkan. Dari berbagai tafsir yang dikaji, ditemukan bahwa ayat ini menggambarkan hukuman yang sangat pedih bagi orang-orang yang mendustakan kebenaran di dunia. Para mufasir juga menekankan bahwa azab tersebut merupakan konsekuensi logis dari tindakan manusia yang menolak peringatan Allah. Selain itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa gambaran azab dalam QS. Ath-Thur: 13 menegaskan keadilan Tuhan dalam memberikan balasan sesuai dengan amal perbuatan manusia.
Selain itu, riset Muhammad Zain & Luthfi Rahman (2024) berjudul ”Gambaran Neraka dalam Al-Qur’an dan Hadis: Studi Analisis terhadap QS. Ath-Thur: 13”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi (content analysis). Para peneliti mengumpulkan ayat-ayat yang berbicara tentang neraka, hadis-hadis Nabi yang menggambarkan azab, serta pendapat para ulama tentang neraka. Mereka juga mengkaji makna "دَعًّا" (da‘an) dalam berbagai kitab tafsir dan hadis.
Penelitian ini menunjukkan bahwa makna "دَعًّا" tidak hanya bermakna fisik (yakni, didorong dengan kasar ke neraka) tetapi juga memiliki aspek psikologis, yaitu kehinaan dan penyesalan mendalam yang dialami oleh para pendosa. Selain itu, penelitian ini mengungkap bahwa dalam beberapa hadis, Rasulullah menggambarkan bagaimana neraka "memanggil" penghuninya dan menarik mereka dengan paksa ke dalamnya. Gambaran ini memperkuat pesan QS. Ath-Thur: 13, yaitu bahwa azab tersebut adalah sesuatu yang pasti terjadi dan sangat mengerikan.
Penelitian ini juga mengaitkan ayat ini dengan aspek moralitas manusia, menekankan bahwa peringatan tentang neraka seharusnya menjadi motivasi bagi manusia untuk menjalani kehidupan yang lebih baik sesuai ajaran Islam. Kesimpulannya, gambaran neraka dalam QS. Ath-Thur: 13 berfungsi sebagai peringatan serius tentang konsekuensi dari perbuatan buruk, baik di dunia maupun di akhirat.
Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa QS. Ath-Thur: 13 memiliki pesan kuat tentang keadilan Tuhan dalam membalas perbuatan manusia serta memberikan gambaran yang mendalam tentang kondisi penghuni neraka.
0 komentar