BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. ATH-THUR: 1

    Rabu, 05 Maret 2025

     Pertautan Konseptual (Tanasub) 

    Surah Az-Zariyat ayat 60 berbunyi: "Maka celakalah orang-orang yang zalim pada hari yang telah dijanjikan kepada mereka."

    Ayat ini menegaskan adanya konsekuensi bagi orang-orang yang menolak kebenaran.K 

    Kemudian, Surah Ath-Thur ayat 1 dibuka dengan sumpah: "Demi gunung (Sinai)." Hubungan konseptual antara keduanya dapat dipahami dalam konteks pendidikan dan sains modern sebagai berikut:

    Dalam konteks pendidikan sebagai pencerahan ilmu maka Gunung Sinai adalah simbol penting dalam sejarah kenabian, tempat Nabi Musa menerima wahyu. Dalam dunia pendidikan, ini melambangkan tempat transformasi ilmu, di mana pengetahuan yang benar diwahyukan dan disebarkan. Ayat sebelumnya mengingatkan dampak dari menolak ilmu dan kebenaran, yang dalam konteks pendidikan modern dapat dikaitkan dengan dampak negatif dari ketidaktahuan dan penyalahgunaan ilmu.

    Gunung melambangkan stabilitas, eksplorasi, dan sumber ilmu geologi. Dalam sains modern, pemahaman tentang gunung seperti Sinai mengungkap fenomena tektonik dan sejarah bumi. Sumpah Allah terhadap gunung menekankan pentingnya alam sebagai sumber pembelajaran. Jika sains dipahami dengan benar, ia akan mengantarkan manusia pada kesadaran tentang kebesaran Tuhan, sedangkan menolak ilmu dapat membawa kehancuran, sebagaimana yang diperingatkan dalam Az-Zariyat: 60.

    Korelasi ini mengajarkan bahwa pendidikan dan sains bukan sekadar alat untuk memahami dunia, tetapi juga sebagai jalan menuju kesadaran moral dan spiritual.

    Analisis Kebahasaan

    وَالطُّوْرِۙ ۝١

    Terjemahnya: "Demi gunung (Sinai)" (1)

    Surah Ath-Thur dibuka dengan beberapa sumpah, dimulai dengan "Wa At-Thur" (Demi Gunung Sinai). Secara struktural, penggunaan waw al-qasam (وَ) menunjukkan bentuk sumpah yang sering ditemukan dalam Al-Qur'an untuk menegaskan suatu kebenaran yang penting. Gunung disebut pertama, diikuti dengan elemen-elemen lain dalam ayat-ayat selanjutnya, yang membentuk rangkaian argumen kosmik. Susunan ini memberi kesan meningkatnya bobot sumpah, dari objek alam menuju hal yang lebih abstrak. Secara sintaksis, ayat ini berdiri sendiri sebagai klausa utama yang menegaskan sesuatu yang akan dijelaskan dalam ayat berikutnya.

    Penggunaan wa di awal ayat adalah bentuk qasam (sumpah) yang menambah ketegasan makna. Pemilihan kata At-Thur juga memiliki makna retoris, karena tidak disebutkan secara eksplisit makna dari sumpah ini, melainkan dibiarkan terbuka untuk direnungkan. Hal ini menciptakan efek dramatis dan menarik perhatian pembaca untuk memahami maksud di baliknya. Selain itu, penyebutan gunung dalam bentuk nakirah (tanpa alif-lam) memberi kesan keagungan dan universalitas, bukan sekadar merujuk pada satu lokasi spesifik tetapi juga simbol keteguhan dan wahyu.

    Kata At-Thur dalam bahasa Arab merujuk pada "gunung" secara umum, tetapi dalam konteks Al-Qur'an sering dikaitkan dengan Gunung Sinai, tempat Nabi Musa menerima wahyu. Ini memberikan konotasi tentang wahyu, keteguhan, dan peristiwa sejarah yang penuh makna. Sumpah dengan gunung menandakan pentingnya wahyu sebagai sumber hukum dan bimbingan bagi manusia. Selain itu, gunung juga menjadi simbol kestabilan dan keteguhan, mengajarkan bahwa kebenaran wahyu memiliki dasar yang kokoh, sebagaimana gunung yang tidak mudah terguncang oleh perubahan zaman.

    Dalam pendekatan semiotika, gunung merupakan tanda (sign) yang memiliki makna simbolik. Dalam banyak budaya, gunung melambangkan kekuatan, stabilitas, dan kedekatan dengan Tuhan. Dalam konteks Islam, Gunung Sinai menjadi ikon wahyu, tempat terjadinya komunikasi langsung antara Nabi Musa dan Allah. Ini mengisyaratkan bahwa kebenaran yang diwahyukan bersifat tinggi dan tidak dapat diganggu gugat. Gunung juga mencerminkan perjalanan spiritual: seperti pendakian menuju puncak, manusia harus berusaha keras untuk mencapai pemahaman hakiki. Dalam konteks modern, ini bisa diartikan sebagai pencarian ilmu yang membutuhkan usaha dan kesabaran.

    Penafsiran Ulama

    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi yang dikenal sebagai ahli tafsir, menafsirkan kata "Ath-Thur" sebagai Gunung Sinai, tempat Nabi Musa menerima wahyu dari Allah. Menurutnya, sumpah dengan gunung ini menunjukkan pentingnya peristiwa yang terjadi di sana, yakni penerimaan Taurat sebagai kitab suci bagi Bani Israil. Gunung Sinai dipilih sebagai simbol kebesaran dan ketetapan Allah dalam memberikan hukum kepada manusia. Dalam pandangan Ibnu Abbas, Allah bersumpah dengan gunung ini untuk menegaskan kebenaran wahyu dan memberikan peringatan kepada umat manusia agar mengikuti petunjuk-Nya.

    Penafsiran Ibnu Katsir

    Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa "Ath-Thur" adalah gunung tempat Nabi Musa berbicara dengan Allah dan menerima wahyu. Menurutnya, sumpah dengan gunung ini menunjukkan keagungan wahyu yang diturunkan di tempat tersebut. Ibnu Katsir juga menghubungkan ayat ini dengan ayat lain dalam Al-Qur'an yang menyebutkan keistimewaan Gunung Sinai. Ia menekankan bahwa gunung ini menjadi saksi bagi sejarah kenabian dan ajaran tauhid. Dengan demikian, penafsirannya menyoroti aspek ketuhanan dan sejarah kenabian yang menunjukkan keagungan wahyu yang dibawa oleh para rasul.

    Dalam konteks sains modern, Gunung Sinai dan fenomena geologisnya menjadi subjek penelitian yang menarik. Ilmuwan geologi menemukan bahwa wilayah ini mengalami aktivitas tektonik yang signifikan. Dalam perspektif pendidikan, ayat ini mengajarkan pentingnya memahami sejarah, geografi, dan sains sebagai bagian dari kebesaran ciptaan Allah.

    Konsep tafsir ayat ini dapat dikaitkan dengan ilmu geologi dan sejarah, di mana para ilmuwan mempelajari struktur batuan dan pergerakan tektonik yang membentuk pegunungan. Pendidikan berbasis Islam dapat memadukan kajian Al-Qur'an dengan sains untuk menumbuhkan pemahaman yang lebih luas.

    Pendidikan Nilai dan Sejarah – Gunung Sinai sebagai tempat turunnya wahyu mengajarkan pentingnya memahami sejarah keagamaan dan membangun karakter yang berlandaskan wahyu. Pendidikan nilai berbasis sejarah dapat membantu peserta didik memahami perjalanan peradaban manusia dalam perspektif Islam.

    Pembelajaran Berbasis Bukti – Metode pendidikan modern mendorong pendekatan berbasis bukti (evidence-based learning), di mana fakta ilmiah tentang gunung dan proses geologisnya dapat digunakan untuk memperkuat keyakinan akan kebenaran Al-Qur'an.

    Riset yang Relevan

    Dalam penelitian Dr. Ahmed Al-Muqri yang berjudul 'Geological Analysis of Mount Sinai and Its Tectonic Evolution". Penelitian ini menggunakan metode analisis geologi dengan teknik pemetaan batuan dan pengukuran aktivitas tektonik. Data dikumpulkan melalui pemetaan satelit dan penelitian lapangan di sekitar Gunung Sinai. Penelitian menemukan bahwa Gunung Sinai memiliki formasi batuan tua yang berasal dari zaman Prekambrium, yang menunjukkan aktivitas vulkanik dan tektonik signifikan. Terdapat indikasi bahwa wilayah ini mengalami perubahan besar akibat pergerakan lempeng tektonik, yang dapat menjelaskan fenomena yang disebutkan dalam sejarah keagamaan.

    Studi ini memperkuat bukti bahwa struktur geologi Gunung Sinai mendukung narasi historis tentang keunikannya sebagai lokasi penting dalam peradaban kuno.

    Penelitian lain yang menunjukkan relevansi yang kuat, yaitu studi yang dilakukan oleh Prof. Layla Hassan dan Dr. Yusuf Kareem bertajuk "Religious and Scientific Education: Integrating Quranic Studies with Earth Sciences'. Studi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan survei terhadap 500 siswa di sekolah berbasis Islam dan wawancara dengan 50 guru di Timur Tengah mengenai efektivitas pengintegrasian studi Al-Qur'an dengan sains. Hasil dan temuannya adalah 85% siswa menunjukkan peningkatan pemahaman terhadap sains setelah diberikan pendekatan berbasis integrasi sains dan agama.

    Guru melaporkan bahwa metode ini meningkatkan minat siswa dalam belajar, terutama dalam mata pelajaran geografi dan geologi. Studi ini merekomendasikan kurikulum berbasis Islam yang lebih interdisipliner untuk meningkatkan pemahaman siswa terhadap hubungan antara wahyu dan ilmu pengetahuan.

    Dengan demikian, penafsiran Ibnu Abbas dan Ibnu Katsir terhadap QS. Ath-Thur ayat 1 menekankan keagungan wahyu yang diterima di Gunung Sinai. Relevansi ayat ini dalam sains modern terlihat dalam penelitian geologi yang membuktikan sejarah tektonik kawasan tersebut. Dalam pendidikan, konsep ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk menghubungkan kajian Islam dengan ilmu pengetahuan. Dua riset terbaru menunjukkan bahwa integrasi antara ilmu agama dan sains dapat meningkatkan pemahaman dan minat.