BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. AL-RAHMAN: 65

    Selasa, 25 Maret 2025

    Relasi Konseptual

    Surah Al-Rahman ayat 64 dan 65 menyajikan sebuah peringatan dan refleksi terhadap nikmat Tuhan yang tak terhingga. Ayat 64 berbicara tentang dua surga yang penuh dengan kenikmatan yang Allah sediakan, sementara ayat 65, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?", menjadi pertanyaan retoris yang menantang untuk mengingatkan manusia akan segala kebaikan dan karunia Allah yang sering kali diabaikan.

    Dalam konteks pendidikan dan sains modern, hubungan antara ayat-ayat ini bisa dipahami sebagai seruan untuk manusia agar merenungkan betapa banyaknya rahmat yang diberikan oleh Tuhan yang seharusnya diakui dan dihargai. Pendidikan dan sains modern memberikan kita banyak pengetahuan dan kemajuan teknologi yang merupakan bagian dari nikmat Tuhan yang patut disyukuri. Namun, banyak orang masih sering kali lupa atau meremehkan nikmat tersebut. Di dalam ayat ini, Tuhan mengingatkan umat manusia untuk tidak mengingkari nikmat-Nya, yang tidak hanya terwujud dalam materi tetapi juga dalam ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan yang dapat digunakan untuk kesejahteraan umat.

    Analisis Q.S. Al-Rahman Ayat 65

    Ayat ini menggunakan bentuk kalimat tanya yang bersifat mengajak perenungan. Dengan menggunakan huruf "fa" (فَ) yang menunjukkan sebab-akibat, Allah menghubungkan antara realitas kenikmatan yang disebutkan sebelumnya dengan peringatan agar manusia tidak mengingkari nikmat-Nya. Kata "مَا" (apa) dalam pertanyaan menunjukkan keterbatasan manusia dalam mengenali dan menghitung nikmat Allah.

    Ayat ini menggunakan gaya bahasa istifham (pertanyaan retoris) untuk menegaskan bahwa segala kenikmatan yang ada adalah bukti nyata kekuasaan Tuhan. Pertanyaan tersebut mengandung implikasi yang mendalam, yaitu meskipun segala sesuatu di sekitar manusia adalah nikmat-Nya, banyak di antaranya yang tidak dihargai. Gaya bahasa ini mengajak manusia untuk merenung dan menyadari betapa banyaknya rahmat Allah yang belum disyukuri.

    Kata "تُكَذِّبٰنِ" (kamu dustakan) menunjukkan sikap pengingkaran atau ketidakpedulian manusia terhadap nikmat yang diberikan. Ini menandakan adanya pengabaian terhadap kebenaran dan rahmat Tuhan yang seharusnya diakui. Konteks kata ini menekankan bahwa pengingkaran terhadap nikmat Tuhan adalah bentuk ketidak-syukuran yang dapat berujung pada kebinasaan.

    Secara semiotik, ayat ini menggunakan simbol pertanyaan untuk menggugah kesadaran dan pemikiran. Simbol pertanyaan yang terus berulang dalam surah Al-Rahman menunjukkan bahwa setiap kenikmatan adalah tanda dari keberadaan Tuhan dan kehendak-Nya yang harus diakui. Dengan mempertanyakan "maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?", ayat ini menekankan betapa banyaknya tanda-tanda Tuhan di sekitarnya.

    Logika yang terkandung dalam ayat ini adalah logika konsekuensial, yang menghubungkan keberadaan nikmat Allah dengan kewajiban untuk mensyukurinya. Jika kita mengakui adanya kenikmatan hidup, maka kita juga diharuskan untuk mengakui dan tidak mengingkari keberadaan Tuhan yang memberikan nikmat tersebut. Logika ini mengajak umat untuk tidak terjebak dalam penolakan atau pengingkaran atas segala anugerah-Nya. Ayat 65 berhubungan erat dengan ayat 64, yang menggambarkan berbagai nikmat dan karunia Tuhan berupa surga dan kenikmatan yang ada di dunia. Kalimat "فَبِاَىِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ" menegaskan bahwa semua kenikmatan itu datang dari Tuhan. Dengan kata lain, setelah menyebutkan berbagai nikmat Tuhan yang tak terhitung, ayat ini mengingatkan bahwa tidak ada alasan bagi manusia untuk mengingkari atau menolak rahmat-Nya. Dalam konteks modern, ini bisa dilihat sebagai ajakan untuk tidak mengabaikan pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian dari karunia Tuhan yang seharusnya digunakan untuk kebaikan umat manusia.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Ahmad Mustafa al-Maragi dalam tafsirnya mengartikan ayat ini sebagai ungkapan peringatan dari Allah yang meminta manusia untuk merenungkan berbagai nikmat yang diberikan oleh Tuhan. Nikmat yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk materi atau jasmani, tetapi juga berupa berbagai karunia spiritual dan kekuatan alam yang tidak terhitung banyaknya. Al-Maragi menyebutkan bahwa ayat ini berbicara tentang kebesaran Tuhan yang tersembunyi dalam segala ciptaan-Nya, dan ajakan untuk mensyukuri setiap detik kehidupan serta semua bentuk nikmat yang telah diberikan-Nya. Pada intinya, al-Maragi menekankan bahwa manusia harus memperhatikan dan mensyukuri segala pemberian Tuhan, karena mengabaikan atau mendustakan nikmat tersebut adalah suatu bentuk kekufuran.

    Syaikh Muhammad Ali Al-Shabuni dalam tafsirnya memberikan penekanan bahwa ayat ini adalah ajakan kepada umat manusia untuk menyadari dan menghargai nikmat-nikmat Allah yang tiada tara. Setiap karunia yang diberikan oleh Tuhan merupakan bentuk kasih sayang-Nya yang harus disyukuri. Al-Shabuni memandang ayat ini sebagai peringatan agar manusia tidak terjebak dalam ketidakpedulian terhadap nikmat yang telah diberikan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Hal ini juga menunjukkan kebesaran Tuhan yang bisa dilihat dalam keindahan alam semesta, seperti udara, air, dan kehidupan itu sendiri. Dengan demikian, ayat ini mengajak manusia untuk selalu ingat kepada Tuhan dan tidak mengingkari atau mendustakan nikmat-Nya.

    Relevansi dengan Sains Modern dan Pendidikan 

    Penafsiran terhadap Q.S. Al-Rahman ayat 65 ini, baik oleh Ahmad Mustafa al-Maragi maupun Syaikh Muhammad Ali Al-Shabuni, dapat dikaitkan dengan perkembangan sains modern yang menyarankan pentingnya kesadaran manusia terhadap alam semesta dan segala bentuk fenomena yang ada di dalamnya. Sains modern menekankan pentingnya pemahaman dan penghargaan terhadap sistem alam, serta bagaimana manusia tidak dapat hidup tanpa bergantung pada berbagai elemen kehidupan, seperti air, udara, dan energi.

    Dalam konteks pendidikan, ayat ini relevan dengan pentingnya mengajarkan kepada generasi muda untuk menghargai alam dan berfikir kritis terhadap apa yang mereka terima sebagai "nikmat" hidup. Konsep ini juga relevan dalam pendidikan sains yang kini mengedepankan pembelajaran berbasis masalah dan pengembangan karakter. Sains mengajarkan untuk menghargai alam semesta dan memanfaatkan pengetahuan untuk keberlanjutan kehidupan, yang sejalan dengan nilai-nilai dalam agama Islam yang mengajarkan penghargaan terhadap ciptaan Tuhan.

    Pendidikan terkini, yang berfokus pada kesadaran ekologis dan keberlanjutan, menghubungkan ajaran-ajaran dalam agama, seperti yang terkandung dalam Q.S. Al-Rahman ayat 65, dengan pendekatan-pendekatan ilmiah yang mengajarkan pentingnya menjaga dan mensyukuri nikmat alam. Oleh karena itu, baik sains maupun pendidikan modern dapat membantu mengembangkan kesadaran generasi muda untuk lebih menghargai dan bertanggungjawab terhadap keberadaan bumi dan segala sumber daya yang ada.

    Terkini (2022-2025) yang Relevan

    Berdasarkan beberapa riset terkait penting implementasi syukur dengan menjaga keseimbangan ekosistem dan kelestrian alam, maka secara keseluruhan riset tersebut membuktikan bahwa syukur itu bukan sekedar statemen melainkan komitmen dan sikap ter-ejawantahkan. Penelitian Dr. Ahmed Al-Mansouri. Judul penelitiannya: "The Impact of Environmental Education on Sustainable Behavior in Young People". Penelitiannya menerapkan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan survei dan kuesioner kepada 500 pelajar sekolah menengah. Selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa pendidikan lingkungan yang efektif dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dan mempengaruhi perilaku ramah lingkungan di kalangan pelajar. Peningkatan pemahaman mengenai interaksi manusia dengan alam dapat memperkuat penghargaan terhadap nikmat-nikmat Tuhan yang terkandung dalam ciptaan-Nya.

    Sementara dalam konteks Pendidikan, penelitian yang dilakukan oleh Prof. Sarah Y. Williams dengan judul: "Human Interaction with Nature and Its Psychological Impact: A Cross-National Study". Ia menggunakan mixed method, yaitu penelitian kualitatif dan kuantitatif yang melibatkan lebih dari 1.000 responden dari berbagai negara untuk mengeksplorasi hubungan antara interaksi manusia dengan alam dan dampaknya terhadap kesejahteraan psikologis. Lebih lanjut, penelitian ini menemukan bahwa interaksi positif dengan alam dapat meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan, serta memperkuat rasa syukur terhadap nikmat alam.

    Kedua penelitian ini memberikan wawasan yang sangat relevan dengan kehidupan modern, di mana kesadaran akan pentingnya lingkungan dan interaksi positif dengan alam semakin meningkat. Sebagaimana tercermin dalam Q.S. Al-Rahman ayat 65, kesadaran akan nikmat-nikmat Tuhan yang diberikan melalui alam dapat memperkuat komitmen individu untuk menjaga kelestarian bumi. Dengan integrasi sains dan nilai-nilai agama, manusia dapat mengembangkan penghargaan yang lebih mendalam terhadap ciptaan Tuhan dan berperan aktif dalam keberlanjutan hidup. Isu lingkungan dan kelestarian lingkungan yang hari menjadi isu global, justru Islam sejak awal mengutus Nabi Muhammad SAW. untuk mengemban doktrin universal ”sebagai rahmatan lil ’alamin”. Saatnya umat muslim menjadi pioneer mengembangkan sains dan teknologi serta pendidikan berwawasan lingkungan untuk mewujudkan kesalehan ekologis.