BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. AL-RAHMAN: 15

    Sabtu, 22 Maret 2025

    Relasi Konseptual

    Surah Al-Rahman ayat 14 menyebutkan, "Dan Dia menciptakan manusia dari tanah liat kering seperti tembikar," yang menegaskan penciptaan manusia dari bahan yang sederhana namun penuh potensi. Ayat ini menyoroti keterkaitan manusia dengan alam semesta dan bagaimana ciptaan Allah yang luar biasa dimulai dari unsur yang sangat dasar. Dalam konteks pendidikan, ini mengajarkan kita pentingnya menghargai asal-usul serta mengembangkan potensi yang ada.

    Ayat 15 melanjutkan dengan menyebutkan penciptaan jin dari "nyala api tanpa asap." Ini memberikan konsep yang lebih abstrak, yang menggambarkan entitas spiritual dan metafisis yang tidak kasat mata. Pertaungan konseptual antara kedua ayat ini terletak pada perbedaan substansi asal ciptaan, namun keduanya menunjukkan keberagaman dalam cara Allah menciptakan berbagai makhluk-Nya, masing-masing dengan tujuan dan karakteristik unik. Dalam konteks sains modern, ini dapat dilihat sebagai penjelasan terhadap dua alam yang berbeda: dunia fisik yang dapat dilihat (manusia) dan dunia metafisis yang tidak dapat dilihat (jin). Konsep ini membuka ruang bagi diskusi tentang dimensi berbeda dalam kehidupan dan pemahaman ilmiah kita mengenai eksistensi.

    Analisis dari Berbagai Aspek

    وَخَلَقَ الۡجَآنَّ مِنۡ مَّارِجٍ مِّنۡ نَّارٍ‌ۚ

    Terjemahnya: "Dan Dia menciptakan jin dari nyala api tanpa asap".(15) 

    Frasa "menciptakan jin dari nyala api tanpa asap" menggambarkan penciptaan yang tidak tampak oleh indera manusia. "Marij" dalam bahasa Arab mengandung makna yang dapat diartikan sebagai nyala api yang membara, memberi gambaran bahwa jin diciptakan dari sesuatu yang lebih abstrak daripada materi yang terlihat oleh mata manusia, menandakan eksistensi yang berada di luar alam fisik.

    Ayat ini menunjukkan keindahan dalam gaya bahasa yang digunakan. Terma "marij" menggambarkan sesuatu yang tidak tampak, yaitu api tanpa asap, yang menyiratkan keunikan ciptaan jin yang tidak terjangkau oleh panca indera manusia. Penggunaan "nyala api tanpa asap" adalah metafora yang memberikan kesan misterius dan magis terhadap jin. Dalam retorika, ini memunculkan kesan bahwa jin adalah makhluk yang tidak hanya berbeda dalam substansi, tetapi juga dalam hakikatnya yang tidak bisa dipahami secara langsung oleh manusia.

    Kata "marij" yang merujuk pada nyala api mengandung konotasi kehangatan dan energi, sementara "tanpa asap" memberikan kesan bahwa api tersebut tidak terlihat atau tidak berwujud secara fisik. Hal ini mencerminkan sifat jin yang berbeda dengan manusia yang diciptakan dari tanah. Ayat ini mengandung pemahaman bahwa ada jenis makhluk yang diciptakan dari bahan yang sangat berbeda, yang menyiratkan adanya variasi dalam wujud makhluk hidup menurut penciptaannya.

    Ayat ini menggunakan tanda (sign) berupa "nyala api tanpa asap" untuk menunjukkan suatu realitas yang tak tampak oleh indra manusia. Api dalam budaya sering kali melambangkan energi dan kehidupan, sementara ketiadaan asap menunjukkan sesuatu yang halus dan tidak kasat mata. Hal ini menggambarkan bahwa jin adalah makhluk yang memiliki dimensi berbeda dengan manusia, eksistensinya yang tersembunyi atau tidak bisa dijangkau oleh indera manusia, menandakan adanya realitas lain di luar dimensi yang kita ketahui.

    Dari sudut pandang logika, ayat ini memberikan gambaran tentang sifat makhluk jin yang tidak sesuai dengan logika fisik yang kita pahami. Penciptaan jin dari "nyala api tanpa asap" mengandung makna bahwa ciptaan tersebut memiliki sifat yang tidak sesuai dengan hukum fisika yang kita kenal. Jika manusia berasal dari materi yang dapat dijelaskan secara ilmiah, maka jin, sebagaimana yang digambarkan dalam ayat ini, berada di luar penjelasan fisika, memunculkan gagasan tentang dimensi lain yang tidak dapat dijangkau oleh ilmuwan, tetapi tetap ada dalam tatanan ciptaan Tuhan. Begitu juga biologi dan anatomi tidak menjadikan jin sebagai objek kajian karena berada di luar kajian dan hukum-hukum fisika yang berlaku.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal dengan kedalaman ilmunya, memberikan penafsiran yang sangat mendalam tentang QS. Al-Rahman ayat 15. Ayat ini menyebutkan tentang penciptaan manusia dari tanah liat dan jin dari api. Ibnu Abbas menafsirkan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang memberikan sifat kelembutan, sedangkan jin diciptakan dari api yang lebih dinamis dan penuh dengan kekuatan. Menurutnya, penciptaan ini menunjukkan perbedaan antara keduanya, namun keduanya tetap dalam kehendak Allah.

    Ia juga menekankan bahwa tanah dan api memiliki simbolisme dalam kehidupan manusia. Tanah melambangkan kehidupan fisik dan jasmani manusia, sementara api menunjukkan aspek ruhani atau spiritual yang menggerakkan kehidupan manusia. Penafsiran ini mengajak umat Islam untuk memahami bahwa kehidupan ini memerlukan keseimbangan antara keduanya, fisik dan spiritual, untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki.

    Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia dan jin. Ia menafsirkan bahwa Allah menciptakan manusia dari tanah liat yang diberikan bentuk oleh-Nya, sementara jin diciptakan dari api yang tidak terlihat oleh manusia. Dalam pandangan Ibnu Katsir, ini menunjukkan bahwa kedua makhluk ini memiliki sifat yang berbeda, namun memiliki kesamaan dalam hal tujuan penciptaan, yaitu untuk beribadah kepada Allah.

    Beliau juga menekankan bahwa ayat ini menggambarkan betapa besar kekuasaan Allah yang menciptakan makhluk-makhluk-Nya dengan cara yang berbeda, namun semuanya diatur oleh-Nya. Ini mengajarkan umat Islam untuk bersyukur atas penciptaan yang berbeda-beda, namun tetap memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengabdi kepada Tuhan. Sehingga, penafsiran ini mengingatkan kita untuk tidak membedakan satu sama lain, karena pada akhirnya kita semua berasal dari 

    Ibnu Abbas menafsirkan QS. Al-Rahman ayat 1 sebagai pengenalan terhadap sifat-sifat Allah yang Maha Pengasih. Ayat ini dimulai dengan nama Allah yang penuh dengan kasih sayang, yaitu “Ar-Rahman”. Menurut Ibnu Abbas, ini adalah pernyataan bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan manifestasi dari kasih sayang Allah. Penciptaan alam semesta, kehidupan manusia, dan segala yang ada di bumi merupakan bukti dari kasih sayang Allah yang tidak terbatas.

    Ibnu Abbas juga menekankan bahwa pengenalan terhadap sifat Rahman Allah ini merupakan dasar utama bagi umat Islam dalam memandang kehidupan. Dengan memahami bahwa Allah Maha Pengasih, umat Islam diharapkan dapat menjalani hidup dengan penuh cinta dan kasih sayang, serta mengamalkan sifat-sifat baik dalam kehidupan sehari-hari. Kasih sayang Allah yang ditunjukkan melalui penciptaan alam semesta menjadi landasan untuk berbuat baik terhadap sesama.

    Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa QS. Al-Rahman ayat 1 menunjukkan sifat Allah yang Maha Pengasih. Ar-Rahman adalah salah satu nama Allah yang menggambarkan kasih sayang yang luas dan tidak terbatas. Menurut Ibnu Katsir, ayat ini menggambarkan bahwa segala yang ada di alam semesta ini adalah anugerah dari Allah yang Maha Pengasih. Ini adalah pernyataan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan kasih sayang-Nya.

    Ibnu Katsir juga menafsirkan bahwa “Ar-Rahman” dalam ayat ini menunjukkan bahwa kasih sayang Allah tidak terbatas hanya kepada orang-orang yang beriman, tetapi juga kepada semua makhluk-Nya. Dengan demikian, setiap ciptaan Allah, baik manusia, hewan, maupun alam semesta, adalah bagian dari kasih sayang-Nya yang menyeluruh. Ayat ini mengingatkan umat Islam untuk selalu bersyukur atas segala karunia Allah dan untuk berusaha mencerminkan kasih sayang-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

    Relevansi dengan Sains Modern dan Pendidikan

    QS. Al-Rahman ayat 1 dan 15 menawarkan pemahaman yang dapat dihubungkan dengan sains modern dan pendidikan terkini. Pertama, pengetahuan tentang penciptaan manusia dan jin yang disebutkan dalam ayat 15 mencerminkan pemahaman bahwa setiap makhluk diciptakan dengan unsur-unsur yang berbeda, namun saling melengkapi. Sains modern dalam bidang biologi dan fisika telah menunjukkan bahwa tubuh manusia terdiri dari unsur-unsur kimia yang juga ada di alam semesta, seperti tanah dan air. Pengetahuan ini selaras dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan penciptaan makhluk hidup.

    Selain itu, konsep kasih sayang yang terkandung dalam QS. Al-Rahman ayat 1 dapat dihubungkan dengan perkembangan pendidikan yang menekankan pentingnya nilai-nilai moral dan sosial. Pendidikan modern kini semakin menekankan pentingnya pengembangan karakter yang mencakup empati, cinta kasih, dan saling menghormati antar sesama. Sebagai bagian dari pendidikan moral, ajaran tentang kasih sayang Allah dalam QS. Al-Rahman mengajarkan bahwa setiap individu perlu mengembangkan sikap pengasih terhadap sesama.