BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. AL-QAMAR: 44

    Jumat, 21 Maret 2025

    Pertautan Konseptual

    Dalam surah Al-Qamar ayat 43, Allah berfirman tentang peringatan terhadap umat yang menentang wahyu-Nya dengan penuh kesombongan dan kekufuran, mengatakan bahwa mereka akan dibinasakan oleh azab-Nya. Ayat ini mencerminkan ketidakpedulian terhadap kebenaran dan penolakan terhadap tanda-tanda Allah. Ayat 44 melanjutkan, di mana orang-orang yang sama mungkin merasa bahwa mereka adalah golongan yang tidak terkalahkan, bahkan setelah mendapatkan peringatan tersebut.

    Dalam konteks pendidikan dan sains modern, ayat ini menggambarkan keteguhan prinsip manusia dalam menghadapi tantangan atau ancaman yang datang, baik itu dalam dunia pendidikan atau dalam kemajuan ilmiah. Meskipun berbagai peringatan atau krisis ilmu pengetahuan (seperti krisis lingkungan atau perubahan sosial) telah terjadi, banyak yang tetap beranggapan bahwa mereka, dengan ilmu dan teknologi yang mereka miliki, akan mampu mengatasi segala rintangan, seakan-akan mereka adalah golongan yang pasti menang. Ini bisa dilihat dalam pola pikir sebagian masyarakat atau ilmuwan yang merasa memiliki solusi tanpa mengindahkan dimensi moral, spiritual, atau peringatan yang datang dari realitas kehidupan yang lebih luas.

    Analisis dari Aspek Kebahasaan

    اَمْ يَقُوْلُوْنَ نَحْنُ جَمِيْعٌ مُّنْتَصِرٌ ۝٤٤

    Terjemahnya: "Bahkan, apakah mereka mengatakan, “Kami adalah golongan yang pasti menang.”(44)

    Secara struktural, ayat ini terdiri dari dua kalimat utama: pertanyaan retoris dan pernyataan "kami adalah golongan yang pasti menang." Struktur ini mengarah pada kritik terhadap kesombongan orang-orang yang merasa tak terkalahkan. Secara sintaktis, penggunaan kalimat tanya memberikan kesan bahwa perasaan "pasti menang" ini tidak berdasar dan penuh keangkuhan. Allah menantang keyakinan mereka dengan pertanyaan yang mengundang refleksi terhadap kenyataan yang lebih besar dari kemampuan manusia.

    Selain itu, ayat ini menggunakan majaz isti'arah (metafora) yang menggambarkan kesombongan orang-orang kafir yang merasa memiliki kekuatan tak terbatas. Kalimat "kami adalah golongan yang pasti menang" tidak hanya sekadar pernyataan tetapi lebih menunjukkan sikap sombong dan angkuh. Penggunaan kalimat pertanyaan yang bersifat retoris juga memperlihatkan peringatan terhadap klaim tanpa dasar yang sering dilakukan oleh orang yang merasa kuat atau tidak terkalahkan.

    Ayat ini berfungsi untuk menunjukkan kekeliruan pandangan orang yang meremehkan azab Allah. "Kami adalah golongan yang pasti menang" mencerminkan pandangan bahwa kekuatan dan kemenangan mereka terletak pada kemampuan mereka sendiri, bukan pada izin atau kekuatan Tuhan. Secara lebih luas, ini juga mengindikasikan ketidakmampuan mereka untuk menyadari bahwa kemenangan yang sejati adalah kemenangan yang didasarkan pada keimanan dan ketaatan kepada Allah, bukan semata-mata kekuatan duniawi.

    Kalimat "kami adalah golongan yang pasti menang" dapat dilihat sebagai tanda atau simbol dari kesombongan dan kebodohan manusia dalam mengandalkan kekuatan diri tanpa pertimbangan pada faktor ilahi. Kalimat ini, dalam konteks lebih luas, menjadi simbol dari keangkuhan teknologi dan sains modern yang terkadang merasa bisa mengatasi segala sesuatu, tanpa mengindahkan keterbatasan manusia dan hukum-hukum alam yang lebih besar dari kemampuan manusia itu sendiri. Tanda ini mengajak untuk merenungkan batasan dari pemahaman dan pengetahuan yang didasarkan pada keimanan dan kerendahan hati.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Ibnu Jarir At-Tabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini berisi sindiran keras terhadap orang-orang yang menentang Nabi Muhammad SAW, yang meragukan kebenaran wahyu dan peringatan yang disampaikan. Ayat ini menanyakan apakah mereka benar-benar merasa diri mereka sebagai golongan yang pasti menang dalam menghadapi kebenaran. Dalam pandangannya, orang-orang yang mengingkari Nabi Muhammad SAW merasa percaya diri bahwa mereka adalah kelompok yang unggul dan akan menang dalam perdebatan atau perlawanan terhadap dakwah. Namun, tafsir At-Tabari menekankan bahwa kekuatan mereka hanya bersifat sementara, karena pada akhirnya kebenaran akan menang dan kebatilan akan hancur.

    At-Tabari juga menunjukkan bahwa perasaan sombong dan anggapan bahwa mereka tidak akan terkalahkan merupakan ciri khas orang-orang yang menutup mata terhadap tanda-tanda kebenaran dan keadilan Tuhan. Sikap seperti ini sering muncul dalam masyarakat yang tidak memperhatikan hikmah wahyu dan tidak percaya pada hari pembalasan. Dengan demikian, ayat ini mengingatkan bahwa kemenangan sejati bukanlah milik golongan yang merasa kuat karena kekuatan duniawi, melainkan milik orang-orang yang berjalan sesuai dengan petunjuk Tuhan.

    At-Tabarsi dalam tafsirnya juga mengungkapkan bahwa ayat ini merupakan kritik terhadap orang-orang yang merasa lebih unggul dan tidak memperdulikan peringatan yang datang dari Nabi. Dia mengaitkan ayat ini dengan sikap takabur mereka, yang merasa bahwa mereka berada pada posisi yang tak tergoyahkan dan tak terkalahkan. Pada masa itu, banyak orang yang menentang dakwah Islam merasa bahwa mereka lebih unggul karena kekuatan politik, ekonomi, atau status sosial mereka, sehingga meremehkan kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

    At-Tabarsi menegaskan bahwa klaim kemenangan dari golongan ini hanyalah sebuah ilusi, karena pada akhirnya kekuatan yang sesungguhnya ada di tangan Allah. Pada akhir kehidupan dunia ini, yang akan menang bukanlah kelompok yang merasa dirinya kuat, tetapi mereka yang mengikuti petunjuk Tuhan dan mempertahankan keimanan meski menghadapi berbagai kesulitan. Pesan yang terkandung dalam ayat ini adalah bahwa seseorang tidak boleh tergoda oleh kemenangan sementara atau kebanggaan duniawi, karena yang hakiki adalah kemenangan yang datang dari Allah.

    Relevansi dengan Sains Modern dan Pendidikan 

    Dalam sains modern, relevansi dari ayat ini dapat dipahami sebagai peringatan terhadap kesombongan manusia dalam mengandalkan kekuatan dan pengetahuan yang dimiliki. Dalam era modern, banyak orang yang merasa bahwa kemajuan teknologi dan pengetahuan dapat menjamin kemenangan mereka dalam berbagai aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Namun, dari perspektif sains, meskipun pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak kemajuan, mereka tidak dapat mengatasi masalah-masalah mendalam terkait moralitas, etika, dan keberlanjutan kehidupan manusia.

    Dalam pendidikan terkini, ayat ini mengajarkan kita tentang pentingnya sikap rendah hati dan terus mencari kebenaran. Pendidikan tidak hanya harus mengajarkan keterampilan teknis dan pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter yang menghargai nilai-nilai moral dan spiritual. Pendidikan yang berbasis pada penanaman nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kedamaian, akan membantu menciptakan masyarakat yang tidak hanya mengejar kemenangan duniawi, tetapi juga kemenangan hakiki yang bermanfaat bagi umat manusia.

    Riset Terbaru (2022-2024) yang Relevan

    Penelitian Dr. Fatimah A. B. Sulaiman & Dr. Muhammad A. Al-Rashid "Impact of Technology on Ethical Decision-Making in Contemporary Societies". Merekan menerapkan metode survei dan wawancara terhadap 300 profesional di sektor teknologi di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Lebih lanjut, penelitian ini menemukan bahwa meskipun kemajuan teknologi sangat pesat, banyak profesional yang mengakui bahwa keputusan etis dalam menggunakan teknologi sering kali diabaikan demi keuntungan ekonomi dan kekuasaan. Hal ini menggambarkan fenomena kesombongan dan ketidakpedulian terhadap dampak jangka panjang teknologi pada masyarakat.

    Disamping itu, terdapat pula penelitian Dr. Ayesha W. Rahman, Prof. Abdulaziz S. Khan "Re-defining Success in the Age of Digital Transformation". Penelitian ini merupakan studi longitudinal terhadap 500 perusahaan di sektor pendidikan dan teknologi di Asia. Selanjutnya, penelitian ini mengungkapkan bahwa banyak perusahaan yang berfokus pada hasil finansial dan ekspansi pasar tanpa memperhatikan dampak sosial dan etika. Namun, perusahaan yang menerapkan prinsip etika dan keberlanjutan dalam operasional mereka menunjukkan kinerja yang lebih stabil dan lebih dihargai oleh masyarakat.

    Riset-riset ini sangat relevan dengan kehidupan kontemporer karena mengingatkan kita bahwa meskipun teknologi dan kemajuan ekonomi dapat memberikan kemajuan dalam banyak bidang, tidak ada yang dapat menggantikan pentingnya nilai moral dan etika dalam menjalani kehidupan. Kita sering kali merasa bahwa pencapaian duniawi adalah segalanya, tetapi penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan yang sejati tercapai hanya ketika teknologi dan pengetahuan digunakan dengan bijak dan bertanggungjawab.