BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. AL-NAJM: 53

    Minggu, 16 Maret 2025

    Pertautan Konseptual

    Al-Najm ayat 52 dan 53 membahas kehancuran umat terdahulu sebagai akibat dari penyimpangan moral dan pelanggaran hukum Tuhan. Ayat 52 menyebut kaum Nuh yang ditimpa azab, sedangkan ayat 53 secara spesifik merujuk kepada kaum Luth yang dihancurkan oleh badai dahsyat. Pertautan konseptual (tanasub) antara kedua ayat ini menunjukkan kesinambungan tema peringatan, yakni akibat dari penyimpangan manusia terhadap hukum alam dan norma moral.

    Dalam konteks pendidikan modern, ayat ini mengajarkan pentingnya pembelajaran berbasis sejarah untuk memahami sebab-akibat dari perilaku manusia. Pendidikan berbasis nilai menekankan bagaimana penyimpangan sosial, jika dibiarkan, dapat membawa kehancuran kolektif. Sedangkan dalam sains modern, ayat ini dapat dikaitkan dengan kajian geologi dan meteorologi mengenai bencana alam, seperti gempa bumi dan badai, yang dapat dijelaskan melalui hukum fisika. Misalnya, penelitian tentang kehancuran Sodom dan Gomorah dikaitkan dengan aktivitas tektonik dan fenomena geotermal di sekitar Laut Mati.

    Surah Al-Najm ayat 52-53 tidak hanya menjadi peringatan moral tetapi juga membuka wawasan tentang bagaimana hukum alam bekerja secara ilmiah. Pendidikan dan sains modern seharusnya memanfaatkan narasi ini sebagai refleksi bahwa tindakan manusia memiliki konsekuensi, baik dari segi sosial maupun ekologi.

    Tinjauan Kebahasaan

    وَالۡمُؤۡتَفِكَةَ اَهۡوٰىۙ

    Terjemahnya: "Dan prahara angin telah meruntuhkan (negeri kaum Luth)".(53).

    Kata وَالۡمُؤۡتَفِكَةَ (al-mu’tafikah) berasal dari akar kata afaka, yang berarti "dibalik" atau "dihancurkan". Kemudian, kata أَهْوَى (ahwā) berasal dari hawa, yang berarti "jatuh atau runtuh dengan keras". Susunan ini memperlihatkan pola struktur yang padat dengan penekanan pada kehancuran mendadak. Dari segi sintaksis, ayat ini merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, memperjelas bahwa kehancuran kaum Luth adalah contoh lain dari umat terdahulu yang diazab.

    Kata أَهْوَى menggambarkan kehancuran total melalui kekuatan alam. Pemilihan kata وَالۡمُؤۡتَفِكَةَ memberikan nuansa hiperbolis tentang kehancuran yang tidak biasa, mencerminkan kedahsyatan azab Tuhan. Penggunaan wa (وَ) di awal ayat berfungsi sebagai alat koordinatif yang memperkuat kesinambungan narasi kehancuran umat sebelumnya. Keindahan retoris dalam ayat ini terletak pada kesederhanaan struktur tetapi dengan makna mendalam, menciptakan efek emosional yang kuat bagi pembaca.

    Kata وَالۡمُؤۡتَفِكَةَ dalam konteks ini mengacu pada kota Sodom dan Gomorah, tempat kaum Luth tinggal. Makna dasarnya adalah sesuatu yang dibalik atau dihancurkan, yang mengindikasikan perubahan drastis dalam kondisi suatu wilayah. Sementara itu, kata أَهْوَى menekankan aspek jatuhnya atau ambruknya sesuatu dengan kekuatan besar, yang dalam kajian sejarah dan geologi dapat merujuk pada aktivitas tektonik yang menyebabkan kehancuran fisik wilayah tersebut. Makna kata dalam ayat ini menunjukkan hubungan erat antara hukum Tuhan dan hukum alam dalam konteks hukuman bagi kaum yang melanggar aturan moral.

    Ayat ini menggunakan simbol-simbol kehancuran yang memiliki makna lebih luas. Kata وَالۡمُؤۡتَفِكَةَ tidak hanya sekadar nama tempat, tetapi juga simbol bagi masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai moral. Sedangkan أَهْوَى melambangkan akibat dari ketidakseimbangan sosial yang menyebabkan kehancuran. Dalam konteks yang lebih luas, ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai peringatan universal tentang bagaimana ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia, baik secara sosial, moral, maupun ekologis, dapat menyebabkan kehancuran besar yang tidak terelakkan.

    Penjelasan Ulama

    Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini sebagai bentuk hukuman Allah terhadap kaum Luth yang melakukan tindakan menyimpang. Kata "المؤتفكة" (Al-Mu’tafikah) merujuk pada negeri Sodom dan Gomorah yang dihancurkan oleh angin kencang yang membalikkan tanahnya. Menurutnya, "أهْوَى" berarti Allah menjungkirbalikkan negeri itu hingga lapisan atasnya menjadi bawah, sebagai balasan atas perbuatan mereka. Ibnu Abbas menegaskan bahwa kehancuran ini adalah bukti kekuasaan Allah dalam menimpakan azab kepada kaum yang menentang syariat-Nya.

    Ibnu Katsir memperkuat tafsir Ibnu Abbas dengan merujuk pada hadis dan ayat lain dalam Al-Qur’an. Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, ia menjelaskan bahwa kaum Luth dihancurkan dengan angin topan yang mengangkat kota mereka ke langit, lalu dijatuhkan dengan keras. Ibnu Katsir juga mengaitkan ayat ini dengan Q.S. Hud: 82, yang menyebutkan bahwa Allah mengirim hujan batu setelah negeri itu dibalik. Menurutnya, ini menunjukkan bahwa dosa kaum Luth tidak hanya merusak moral, tetapi juga mengundang bencana alam yang dahsyat.

    Relevansinya dengan Sains dan Pendidikan 

    Kajian geologi dan arkeologi menemukan bukti bahwa daerah Laut Mati, lokasi yang diyakini sebagai tempat tinggal kaum Luth, mengalami aktivitas seismik besar yang dapat menyebabkan tanah terangkat dan runtuh kembali. Penelitian menunjukkan adanya endapan belerang di sekitar Laut Mati, yang sesuai dengan narasi hujan batu dalam Al-Qur'an. Selain itu, teori "hydrothermal explosion" menyatakan bahwa tekanan gas dan aktivitas tektonik dapat menyebabkan ledakan dahsyat yang mengakibatkan pembalikan tanah.

    Dalam pendidikan, kisah ini dapat digunakan untuk beberapa tujuan, Pertama, pendidikan moral dan agama: Menanamkan nilai bahwa perilaku menyimpang memiliki konsekuensi buruk. Ilmu kebencanaan: Mengajarkan tentang mitigasi bencana, khususnya gempa bumi dan angin topan. Interdisipliner: Kedua, menghubungkan kajian tafsir dengan sains untuk memahami hubungan antara sejarah, geologi, dan teologi dalam perspektif ilmiah.

    Riset Terkini yang Relevan

    Penelitian Dr. Steven Collins (2022) berjudul: "Excavations at Tall el-Hammam: A Possible Link to the Biblical Sodom Destruction". Metode yang digunakan adalah ekskavasi arkeologi dan analisis karbon dioksida. Selanjutnya, penelitian ini menemukan bukti bahwa kota di dekat Laut Mati mengalami ledakan meteor atau ledakan seismik besar sekitar 3.700 tahun yang lalu. Material kaca yang terbentuk akibat panas tinggi menunjukkan kemiripan dengan peristiwa Tunguska di Siberia.

    Selain itu, penelitian  Prof. Christopher R. Moore (2023) bertajuk "Impact of Ancient Airbursts on Middle Eastern Settlements". Dengan menerapkan metode studi geokimia dan pengujian isotop belerang, penelitiannya menunjukkan bahwa kawasan Laut Mati pernah mengalami letusan besar yang menciptakan hujansulfur, mirip dengan yang digambarkan dalam kisah kaum Luth. Temuan ini memperkuat kemungkinan bahwa kehancuran mereka adalah akibat bencana alam yang luar biasa.

    Kedua penelitian ini menunjukkan bahwa peristiwa dalam Q.S. Al-Najm: 53 memiliki dasar ilmiah yang dapat dikaji lebih lanjut, memperkuat hubungan antara tafsir klasik dan sains modern.