Pertautan Konseptual
Dalam Surah Al-Najm ayat 47, Allah SWT menegaskan bahwa Dialah yang menciptakan manusia berpasang-pasangan:
وَاَنَّهٗ خَلَقَ الزَّوۡجَيۡنِ الذَّكَرَ وَالۡاُنۡثٰىۙ ٤٧
"Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan."
Kemudian, pada ayat 48, Allah menyebutkan bahwa Dialah yang memberi kekayaan dan kecukupan. Ini menunjukkan kesinambungan makna (tanasub) antara penciptaan manusia dengan pemenuhan kebutuhan mereka. Pendidikan dan sains modern mengakui bahwa keberlangsungan hidup manusia tidak hanya bergantung pada eksistensi biologis, tetapi juga pada kesejahteraan ekonomi, sosial, dan intelektual.
Dalam pendidikan, konsep ini mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu bentuk "kekayaan" yang diberikan Allah kepada manusia. Pendidikan yang baik tidak hanya menjadikan seseorang kaya secara materi, tetapi juga cukup dalam aspek spiritual dan intelektual. Sains modern pun membuktikan bahwa kesejahteraan ekonomi dan sosial sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang.
Lebih lanjut, konsep keseimbangan antara "kekayaan" dan "kecukupan" dalam ayat ini mencerminkan prinsip keberlanjutan (sustainability) dalam sains dan ekonomi. Tidak semua orang perlu menjadi kaya secara materi, tetapi kecukupan dan keberlanjutan harus menjadi tujuan utama. Ilmu pengetahuan membantu manusia mengelola sumber daya dengan bijak, menciptakan inovasi, dan memastikan distribusi kesejahteraan yang adil. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan manusia untuk tidak hanya mencari kekayaan duniawi, tetapi juga memahami bahwa kecukupan adalah bagian dari kesejahteraan hakiki.
Tinjauan Kebahasaan
وَاَنَّهٗ هُوَ اَغۡنٰى وَ اَقۡنٰىۙ
Terjemahnya: "Dan sesungguhnya Dialah yang memberikan kekayaan dan kecukupan."(48).
Susunan ayat ini terdiri dari dua kata kerja transitif (fi‘l) dalam bentuk lampau (fi‘l madhi), yaitu أَغْنَى (aghna) dan أَقْنَى (aqna). Kedua kata kerja ini memiliki subjek yang sama, yaitu هُوَ (huwa, Dia/Allah), yang menunjukkan bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa untuk memberikan kekayaan dan kecukupan. Penggunaan kata penghubung وَ (wa, dan) menegaskan hubungan erat antara dua konsep ini: kekayaan (aghna) dan kecukupan (aqna). Ayat ini bersifat pernyataan universal yang tidak terikat oleh ruang dan waktu, menunjukkan bahwa pemberian Allah berlaku sepanjang masa dan bagi semua manusia.
Pola ayat ini menggunakan taqdim (pengutamaan) dalam kata أَغْنَى sebelum أَقْنَى, yang menunjukkan bahwa kekayaan sering kali datang sebelum kecukupan, tetapi kecukupan lebih esensial bagi manusia. Ayat ini juga mengandung ijaz (keindahan dalam kesederhanaan), dengan hanya dua kata kerja yang mampu merangkum makna luas tentang rezeki dan kesejahteraan. Penggunaan kata kerja dalam bentuk lampau memberi kesan kepastian, menegaskan bahwa Allah sudah menetapkan dan menjamin rezeki setiap makhluk-Nya. Selain itu, bentuk jamak implisit dalam kata-kata ini menunjukkan bahwa pemberian Allah tidak terbatas pada aspek materi, tetapi juga mencakup spiritual, intelektual, dan sosial.
Secara semantik, أَغْنَى (aghna) berasal dari akar kata غ-ن-ي (gh-n-y) yang bermakna "kaya" atau "memiliki sesuatu dalam jumlah cukup". Sementara itu, أَقْنَى (aqna) berasal dari akar ق-ن-ي (q-n-y) yang berarti "memiliki sesuatu yang cukup untuk hidup". Perbedaan halus antara keduanya adalah bahwa aghna menunjukkan limpahan kekayaan, sementara aqna menekankan rasa cukup dan kepuasan. Dalam konteks kehidupan, seseorang bisa kaya tetapi tidak merasa cukup, sedangkan yang merasa cukup tidak selalu kaya. Hal ini mengajarkan manusia untuk tidak hanya mengejar kekayaan tetapi juga memiliki sikap qana‘ah (kepuasan hati).
Ayat ini menyampaikan dua simbol utama: kekayaan dan kecukupan. Kekayaan sering kali diasosiasikan dengan materi dan harta, tetapi dalam konteks Al-Qur’an, ia juga mencakup ilmu, kesehatan, dan keberkahan. Sementara itu, kecukupan adalah simbol keseimbangan, yang dalam banyak budaya dikaitkan dengan kebahagiaan sejati. Dalam dunia modern, simbol kekayaan sering diukur dengan uang dan aset, tetapi ayat ini menantang pemahaman itu dengan menekankan bahwa kecukupan adalah bagian dari kekayaan yang sebenarnya. Simbol-simbol dalam ayat ini juga mengingatkan manusia bahwa rezeki berasal dari Allah dan harus disyukuri.
Penjelasan Ulama Tafsir
Syihabuddin Al-Alusi dalam Ruh al-Ma‘ani menafsirkan QS. Al-Najm: 48 dengan menekankan bahwa kekayaan dan kecukupan yang diberikan Allah mencakup aspek materi dan spiritual. Menurutnya, aghna berarti Allah memberikan kekayaan dengan melapangkan rezeki bagi manusia, sedangkan aqna bermakna kecukupan, yaitu kemampuan seseorang untuk merasa puas dengan rezeki yang diberikan. Ia juga menafsirkan bahwa kecukupan ini bukan sekadar harta, tetapi juga ketenangan jiwa dan kebahagiaan batin. Dalam tafsirnya, Al-Alusi menekankan bahwa kekayaan sejati adalah yang membawa manfaat dan digunakan sesuai syariat, bukan sekadar akumulasi harta.
Dalam Al-Kashshaf, Az-Zamakhsyari, yang dikenal dengan pendekatan bahasa dan sastra dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa kata aghna berasal dari akar kata yang menunjukkan pemberian kekayaan secara mutlak, sedangkan aqna merujuk pada kepuasan atau kecukupan yang dirasakan seseorang terhadap pemberian Allah. Ia menyoroti bahwa keseimbangan antara kekayaan dan kecukupan ini adalah kunci kebahagiaan. Zamakhsyari juga membahas aspek balaghah dalam ayat ini, di mana struktur kalimatnya menegaskan eksklusivitas kekuasaan Allah dalam memberikan rezeki. Dengan kata lain, tidak ada sumber kekayaan dan kecukupan selain dari-Nya.
Relevansinya dengan Sains dan Pendidikan
Dalam sains modern, konsep kesejahteraan yang dijelaskan dalam ayat ini dapat dikaitkan dengan teori ekonomi keseimbangan antara kebutuhan dan sumber daya. Penelitian dalam ilmu ekonomi dan psikologi menunjukkan bahwa kebahagiaan seseorang tidak hanya bergantung pada jumlah harta yang dimiliki, tetapi juga pada perasaan cukup (life satisfaction). Studi di bidang neuroekonomi menemukan bahwa kebahagiaan lebih berkaitan dengan bagaimana seseorang mempersepsikan kecukupan finansialnya daripada jumlah kekayaan absolut.
Dalam dunia pendidikan, konsep ini dapat diterapkan dalam pendidikan karakter dan literasi keuangan. Pendidikan yang baik tidak hanya mengajarkan cara memperoleh kekayaan, tetapi juga bagaimana mengelola dan mensyukuri apa yang dimiliki. Sistem pendidikan modern yang berbasis financial literacy menekankan keseimbangan antara penghasilan dan pengeluaran serta membentuk mindset kecukupan agar individu tidak terjebak dalam gaya hidup konsumtif yang berlebihan.
Pendidikan modern juga mengarah pada konsep well-being education, yang menekankan keseimbangan antara pencapaian akademik dan kesehatan mental. Dengan memahami konsep aghna wa aqna, peserta didik dapat diajarkan untuk memiliki mentalitas syukur, mengelola ekspektasi, dan memahami bahwa kesuksesan bukan hanya diukur dari materi, tetapi juga dari ketenangan batin dan kepuasan hidup.
Riset yang Relevan
Penelitian Prof. Richard Easterlin (2023), berjudul "Wealth, Happiness, and Perceived Sufficiency: A Psychological and Economic Analysis". Metode penelitian yang digunakan, yaitu studi longitudinal dengan analisis data ekonomi dan survei psikologi di 10 negara. Penelitian ini menemukan bahwa kebahagiaan seseorang lebih berkorelasi dengan persepsi kecukupan finansial daripada jumlah kekayaan yang dimiliki. Mereka yang memiliki sikap cukup terhadap harta lebih bahagia dibandingkan mereka yang terus mengejar peningkatan kekayaan tanpa batas. Hal ini sejalan dengan konsep aqna dalam QS. Al-Najm: 48, yang menekankan bahwa kecukupan adalah bagian dari kesejahteraan manusia.
Peneliitian Dr. Sarah Harper dan Tim dari Oxford Institute of Ageing (2024), bertajik "Financial Literacy and Life Satisfaction Among Millennials: A Cross-Cultural Study". Sebuah studi kuantitatif berbasis survei terhadap 5.000 responden di Eropa dan Asia terkait literasi keuangan dan kepuasan hidup. Studi ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan lebih merasa puas dalam hidupnya. Mereka yang memiliki kesadaran tentang konsep cukup dan tidak berlebihan dalam pengeluaran memiliki tingkat stres yang lebih rendah dan kesejahteraan psikologis yang lebih baik. Hasil ini mendukung gagasan bahwa pemahaman tentang kecukupan keuangan penting dalam membentuk keseimbangan hidup.
Kedua penelitian ini relevan dengan tafsir QS. Al-Najm: 48 karena menegaskan bahwa kekayaan dan kecukupan tidak hanya diukur dari aspek material, tetapi juga dari perasaan cukup dan kemampuan mengelola sumber daya dengan baik. Ini menjadi dasar penting dalam membangun sistem ekonomi dan pendidikan yang berkelanjutan.
0 komentar