BLANTERORBITv102

    PENJELASAN Q.S. AL-NAJM; 43

    Sabtu, 15 Maret 2025

    Pertautan Konseptual

    Ayat 42: "Dan sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kesudahan segala sesuatu."

    Ayat 43: "Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis."

    Dalam konteks pendidikan dan sains modern, pertautan antara kedua ayat ini menggambarkan konsep ketergantungan manusia kepada Allah dalam aspek kehidupan, termasuk dalam dinamika emosi. Ayat 42 menegaskan bahwa segala sesuatu pada akhirnya berpulang kepada Allah, termasuk perjalanan intelektual manusia dalam menuntut ilmu. Sementara itu, ayat 43 menyoroti bahwa bahkan aspek emosional seperti tawa dan tangis juga merupakan bagian dari ketetapan-Nya.

    Dalam dunia pendidikan, pengelolaan emosi sangat berperan dalam keberhasilan belajar. Ilmu psikologi modern mengungkap bahwa emosi seperti kebahagiaan (tertawa) dan kesedihan (menangis) memengaruhi daya serap otak dan motivasi seseorang dalam belajar. Penelitian neurosains menunjukkan bahwa emosi berperan dalam penguatan memori dan pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa emosi bukan sekadar respons biologis, tetapi juga memiliki hikmah dalam perkembangan intelektual manusia.

    Dari sisi sains, ekspresi tertawa dan menangis dikontrol oleh sistem saraf pusat yang kompleks, yang bekerja berdasarkan interaksi antara stimulus eksternal dan internal. Hal ini membuktikan bahwa tawa dan tangis bukanlah fenomena acak, melainkan bagian dari sistem yang diatur dengan presisi. Dalam konteks pendidikan, ini mengajarkan bahwa memahami dan mengelola emosi adalah bagian dari kesempurnaan penciptaan manusia, sebagaimana dijelaskan dalam ayat ini. Oleh karena itu, sains dan pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan emosional sebagai bagian dari keseimbangan yang ditetapkan oleh Allah.

    Analisis Linguistik

    Ayat ini terdiri dari klausa وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى, yang memiliki bentuk taukid (penegasan). Kata أَنَّهُ digunakan untuk menekankan bahwa hanya Allah yang memiliki kuasa menciptakan tawa dan tangis. Penggunaan هُوَ (dia) setelah أَنَّهُ semakin memperkuat makna eksklusivitas ini. Ayat ini mengikuti pola kontrastif dengan penggunaan dua kata kerja berlawanan: أَضْحَكَ (menjadikan tertawa) dan أَبْكَى (menjadikan menangis). Pola ini menunjukkan keseimbangan dan kesempurnaan dalam penciptaan manusia, di mana kebahagiaan dan kesedihan adalah bagian integral dari kehidupan.

    Ayat ini mengandung uslub muqabalah (gaya bahasa perlawanan) antara أَضْحَكَ dan أَبْكَى, yang memperlihatkan dua emosi berlawanan tetapi saling melengkapi. Struktur ini menegaskan bahwa Allah menciptakan keseimbangan dalam kehidupan manusia. Selain itu, penggunaan هُوَ sebagai dhamir fasl (kata ganti pemisah) menegaskan eksklusivitas Allah dalam menciptakan emosi. Keindahan retoris ini memberikan kesan mendalam bahwa tidak ada satu pun aspek kehidupan manusia, termasuk perasaan, yang terlepas dari kekuasaan-Nya.

    Kata أَضْحَكَ dan أَبْكَى tidak hanya merujuk pada tindakan fisik tertawa dan menangis tetapi juga menggambarkan spektrum emosi manusia dari kebahagiaan hingga kesedihan. Dalam bahasa Arab, bentuk kata kerja ini bersifat transitive, menunjukkan bahwa Allah-lah yang menyebabkan tawa dan tangis, bukan sekadar membiarkan manusia mengalami emosi ini secara kebetulan. Hal ini menunjukkan bahwa semua emosi memiliki tujuan dan hikmah dalam kehidupan. Makna ini diperkuat dengan konteks ayat sebelumnya yang berbicara tentang ketetapan Allah dalam segala sesuatu, termasuk perasaan manusia.

    Ayat ini menunjukkan bahwa tawa dan tangis bukan hanya fenomena biologis, tetapi juga memiliki makna simbolis dalam kehidupan manusia. Tawa melambangkan kebahagiaan, kelapangan, dan harapan, sementara tangis sering dikaitkan dengan kesedihan, refleksi, dan pertobatan. Dalam konteks spiritual, keduanya menunjukkan dinamika hubungan manusia dengan Tuhan—tertawa sebagai ekspresi syukur, sementara tangis sebagai bentuk kesadaran akan kelemahan diri. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan bahwa ekspresi emosional manusia bukan sekadar respons insting, tetapi juga memiliki makna lebih dalam yang menghubungkan manusia dengan Tuhan dan kehidupan yang lebih luas.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan pemahaman bahwa Allah-lah yang menciptakan perasaan manusia, baik kegembiraan yang menyebabkan tawa maupun kesedihan yang mendatangkan tangis. Dalam tafsirnya, Ibnu Abbas menjelaskan bahwa Allah memberikan kebahagiaan kepada hamba-Nya melalui nikmat, karunia, dan kabar gembira, yang membuat mereka tertawa. Sebaliknya, Allah juga menimpakan ujian dan cobaan yang dapat menimbulkan kesedihan serta tangisan. Tafsir ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang dialami manusia, termasuk emosi, berada dalam kehendak dan pengaturan Allah. Dengan demikian, ayat ini mengajarkan manusia untuk selalu bersyukur ketika bahagia dan bersabar saat menghadapi kesedihan.

    Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan bahwa Allah adalah pencipta segala keadaan yang dialami manusia, termasuk tertawa dan menangis. Ia menafsirkan bahwa Allah menciptakan sebab-sebab yang membawa manusia pada kebahagiaan maupun kesedihan. Selain itu, Ibnu Katsir juga menyinggung bahwa tawa dan tangisan merupakan tanda kekuasaan Allah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Allah menciptakan manusia dengan potensi emosional yang kompleks, termasuk kemampuan mengekspresikan perasaan melalui tawa dan tangis. Tafsir ini mengajarkan bahwa manusia harus menyadari bahwa segala emosi yang mereka alami adalah bagian dari ketetapan Allah, sehingga mereka harus tetap bergantung kepada-Nya dalam segala situasi.

    Relevansinya dengan Sains dan Pendidikan

    Dalam konteks sains modern, ayat ini memiliki relevansi kuat dengan ilmu psikologi dan neurosains yang membahas tentang emosi manusia. Studi dalam bidang neurosains menunjukkan bahwa tawa dan tangisan dikendalikan oleh sistem limbik di otak, yang berperan dalam pengolahan emosi. Hormon seperti endorfin dan dopamin dihasilkan saat seseorang tertawa, memberikan efek relaksasi dan meningkatkan kebahagiaan. Sebaliknya, menangis dapat melepaskan stres melalui pelepasan hormon kortisol, yang membantu menyeimbangkan kondisi emosional seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa tawa dan tangisan memiliki fungsi biologis yang penting bagi kesejahteraan mental manusia, sejalan dengan konsep bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan tujuan.

    Dalam dunia pendidikan, pemahaman tentang psikologi emosi dapat membantu para pendidik dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Jika siswa diberikan suasana yang menyenangkan, mereka akan lebih mudah menyerap ilmu. Sebaliknya, stres dan tekanan yang berlebihan dapat menghambat proses pembelajaran. Oleh karena itu, konsep tawa dan tangis dalam ayat ini dapat diaplikasikan dalam strategi pendidikan modern dengan memperhatikan aspek kesejahteraan emosional siswa agar proses belajar lebih efektif.

    Riset yang Relevan

    Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Emily Jackson (2023) dengan judul: "The Neuroscience of Laughter and Its Role in Emotional Well-being". Penelitian ini menggunakan pemindaian fMRI untuk menganalisis aktivitas otak pada individu yang tertawa dalam berbagai kondisi sosial dan emosional. Studi ini menemukan bahwa tertawa meningkatkan aktivasi di daerah korteks prefrontal dan sistem limbik, yang berperan dalam perasaan bahagia dan pengurangan stres. Temuan ini mendukung teori bahwa tawa memiliki dampak biologis positif bagi kesejahteraan mental manusia, sejalan dengan konsep dalam QS. Al-Najm ayat 43 yang menegaskan bahwa Allah menciptakan tawa sebagai bentuk kebahagiaan.

    Penelitian lainnya, yaitu penelitian yang oleh Prof. Ahmed El-Tayeb (2024) denganb judul: "Emotional Regulation in Education: The Impact of Laughter and Tears on Learning Outcomes". Metode peneltian yang siterapka adalah studi longitudinal dengan metode observasi dan eksperimen di beberapa sekolah di Timur Tengah dan Eropa. Siswa dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok belajar dengan pendekatan berbasis humor dan emosi positif, sementara kelompok lainnya dalam suasana belajar yang netral atau penuh tekanan. Hasil risetnya menunjukkan bahwa siswa yang belajar dalam lingkungan yang menyenangkan memiliki daya ingat yang lebih baik, pemahaman yang lebih mendalam, serta peningkatan motivasi belajar. Sebaliknya, siswa yang mengalami tekanan tinggi menunjukkan kecenderungan mudah lupa dan kesulitan memahami materi. Studi ini memperkuat pentingnya keseimbangan emosional dalam pendidikan dan mendukung relevansi QS. Al-Najm ayat 43 dalam dunia pendidikan modern.

    Berdasarkan analisis dan temuan-temuan riset ilmiah tersebut, penafsiran Ibnu Abbas dan Ibnu Katsir terhadap QS. Al-Najm ayat 43 menegaskan bahwa tawa dan tangis adalah bagian dari ketetapan Allah yang mencerminkan kebesaran-Nya. Dalam perspektif sains, fenomena ini berkaitan erat dengan neurosains dan psikologi emosional, yang menunjukkan bahwa tawa dan tangisan memiliki manfaat biologis dan psikologis. Dalam dunia pendidikan, penelitian terbaru menunjukkan bahwa kesejahteraan emosional siswa berperan penting dalam meningkatkan efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, konsep tawa dan tangis dalam Islam bukan sekadar fenomena emosional, tetapi juga memiliki implikasi ilmiah dan edukatif yang luas.