Pertautan Konseptual
Dalam Surah Al-Najm ayat 27, Allah SWT berfirman mengenai orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat dan menjadikan para malaikat sebagai makhluk feminin tanpa dasar ilmu. Ayat ini menyoroti kesalahan berpikir akibat asumsi tanpa bukti. Kemudian, dalam ayat 28, Allah SWT menegaskan bahwa mereka tidak memiliki ilmu yang sahih mengenai keyakinan tersebut, melainkan hanya mengikuti dugaan (ظنّ), yang tidak dapat menggantikan kebenaran.
Dalam konteks pendidikan dan sains modern, kedua ayat ini mengajarkan pentingnya epistemologi berbasis bukti. Pendidikan yang baik menuntut pendekatan ilmiah, bukan sekadar asumsi atau spekulasi. Sains modern berkembang melalui metode empiris, observasi, dan verifikasi, yang bertolak belakang dengan kepercayaan buta tanpa dasar rasional.
Di era informasi ini, banyak hoaks dan pseudo-science yang berkembang karena masyarakat cenderung mengikuti dugaan daripada mencari kebenaran berbasis data. Islam menekankan pentingnya ilmu yang sahih, sebagaimana dalam konsep tabayyun (klarifikasi) sebelum menerima informasi. Ayat ini mengajarkan kepada para pendidik dan ilmuwan untuk selalu bersandar pada penelitian yang objektif dan rasional.
Selain itu, konsep ظنّ dalam ayat ini mencerminkan bagaimana kesalahan metodologis dalam penelitian dapat menyesatkan. Oleh karena itu, pendidikan harus mengajarkan berpikir kritis agar tidak terjebak dalam asumsi yang tidak mendasar. Dengan demikian, Al-Qur’an memberikan dasar kuat bagi perkembangan sains dan pendidikan yang berbasis kebenaran serta menjauhi spekulasi yang menyesatkan.
Tinjauan Kebahasaan
وَمَا لَهُمۡ بِهٖ مِنۡ عِلۡمٍؕ اِنۡ يَّتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّۚ وَاِنَّ الظَّنَّ لَا يُغۡنِىۡ مِنَ الۡحَـقِّ شَيۡـًٔـاۚ.
Terjemahnya: "Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran".(28)
Ayat ini terdiri dari tiga bagian utama: Pertama, negasi ilmu: "وَمَا لَهُمۡ بِهٖ مِنۡ عِلۡمٍ" (Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu) menunjukkan bahwa keyakinan mereka tidak berdasarkan pengetahuan yang sahih. Kedua, pernyataan mengenai dugaan: "اِنۡ يَّتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّ" (Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan) menekankan bahwa keputusan mereka bersumber dari spekulasi. Ketiga, kesimpulan tentang kelemahan ظنّ: "وَاِنَّ الظَّنَّ لَا يُغۡنِىۡ مِنَ الۡحَـقِّ شَيۡـًٔـاۚ" (Dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran) menunjukkan bahwa ظنّ tidak dapat menggantikan realitas.
Struktur ayat ini memperlihatkan kesinambungan logis antara ketiadaan ilmu, dominasi spekulasi, dan ketidakmampuannya dalam mencapai kebenaran. Ayat ini menggunakan penegasan negasi (nafyu) dengan "وَمَا لَهُمۡ بِهٖ مِنۡ عِلۡمٍ" untuk meniadakan ilmu secara total. Penggunaan "اِنۡ يَّتَّبِعُوۡنَ اِلَّا الظَّنَّ" adalah bentuk hasr (pembatasan), yang menunjukkan bahwa mereka hanya mengandalkan ظنّ, tanpa ada elemen lain.
Selain itu, "وَاِنَّ الظَّنَّ لَا يُغۡنِىۡ مِنَ الۡحَـقِّ شَيۡـًٔـاۚ" menggunakan penekanan dengan inna (إِنَّ) serta kata "لَا يُغۡنِىۡ" (tidak berguna), yang memperkuat pesan bahwa ظنّ tidak membawa manfaat sedikit pun terhadap kebenaran. Struktur ini membuat ayat lebih persuasif dan menegaskan kesalahan berpikir berbasis asumsi.
Kata ظنّ dalam Al-Qur’an bisa bermakna “dugaan” atau “keyakinan yang tidak pasti.” Dalam ayat ini, ظنّ merujuk pada kepercayaan tanpa dasar ilmiah. Kata حقّ berarti "kebenaran mutlak," yang dalam konteks Islam merujuk pada sesuatu yang sesuai dengan realitas dan wahyu. Makna "لَا يُغۡنِىۡ مِنَ الۡحَـقِّ شَيۡـًٔـاۚ" menunjukkan bahwa ظنّ tidak bisa menggantikan hakikat kebenaran, seberapa pun kuatnya asumsi tersebut. Dengan demikian, ayat ini memperlihatkan perbedaan tajam antara pengetahuan sejati dan spekulasi tanpa bukti.
Tampak bahwa ayat ini membentuk oposisi biner antara ‘ilmu (pengetahuan) dan ظنّ (dugaan). Ilmu dalam Islam memiliki makna yang luas, mencakup ilmu empiris, rasional, dan wahyu. Sementara itu, ظنّ melambangkan ketidakyakinan dan informasi yang tidak terverifikasi.
Secara simbolis, ayat ini juga dapat dikaitkan dengan fenomena sosial seperti hoaks, mitos, dan pseudo-science yang berkembang di masyarakat. Ayat ini menekankan pentingnya proses verifikasi dan metode ilmiah sebagai jalan menuju kebenaran. Ini mengajarkan bahwa dalam pendidikan dan sains, spekulasi tanpa bukti harus dihindari agar tidak menyesatkan.
Penjelasan Ulama Tafsir
At-Tabari, dalam tafsirnya terhadap QS. Al-Najm ayat 28, menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak memiliki ilmu tentang suatu perkara hanyalah mengikuti dugaan dan asumsi. At-Tabari menekankan bahwa ayat ini mengkritik sikap orang-orang yang mengandalkan spekulasi tanpa dasar pengetahuan yang kuat. Dugaan (ظَنّ) yang dimaksud tidak akan membawa seseorang pada kebenaran karena dugaan itu tidak didasarkan pada bukti yang nyata dan tidak memberikan hasil yang pasti. Sebaliknya, ilmu yang benar adalah yang didasarkan pada wahyu dan petunjuk Allah, yang merupakan sumber kebenaran yang pasti dan tidak dapat digantikan oleh dugaan semata. At-Tabari juga menunjukkan bahwa al-Qur’an mengingatkan umat manusia agar tidak mengandalkan spekulasi dalam hal-hal yang berkaitan dengan hukum atau ketentuan Tuhan.
Al-Qurtubi memberikan penafsiran serupa tetapi lebih mendalam mengenai pengertian dugaan dalam ayat ini. Menurut Al-Qurtubi, ayat ini mengkritik perilaku orang-orang yang mengabaikan wahyu dan justru lebih memilih untuk mengikuti prasangka atau dugaan tanpa dasar yang jelas. Dugaan tersebut sangat berbeda dari pengetahuan yang diperoleh melalui wahyu atau akal sehat yang telah dipandu oleh Allah. Al-Qurtubi menekankan bahwa dugaan itu bisa menyesatkan, apalagi jika berlandaskan pada hal-hal yang tidak jelas. Dalam konteks ini, Al-Qurtubi menekankan pentingnya sikap hati-hati dalam menerima informasi dan keputusan, serta mengingatkan untuk selalu merujuk pada ilmu yang sahih dan benar. Pemahaman ini sangat penting agar umat Islam tidak terjebak dalam sikap meragukan kebenaran wahyu dan lebih memilih pandangan subjektif atau spekulatif.
Sains Modern dan Pendidikan
QS. Al-Najm ayat 28 mengandung pelajaran yang sangat relevan dengan perkembangan sains modern dan pendidikan terkini. Sains modern menekankan pada pentingnya metodologi ilmiah yang didasarkan pada observasi, eksperimen, dan verifikasi untuk memperoleh pengetahuan yang sahih dan dapat dipercaya. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak mengandalkan dugaan atau spekulasi dalam memahami dunia, tetapi untuk mengikuti proses ilmiah yang sistematis dalam mencari kebenaran. Begitu pula dalam pendidikan, penekanan pada pengajaran berbasis fakta, logika, dan bukti sangat penting agar siswa dapat mengembangkan pemikiran kritis dan tidak terjebak pada prasangka yang tidak berdasar.
Di dunia pendidikan terkini, banyak kurikulum yang menekankan pentingnya literasi ilmiah dan kemampuan berpikir kritis. Ini adalah wujud konkret dari prinsip dalam ayat tersebut, yang mengajarkan kita untuk tidak menerima informasi begitu saja tanpa pemahaman yang jelas dan mendalam. Di sisi lain, pendekatan berbasis sains memungkinkan kita untuk memahami realitas dengan lebih objektif dan terhindar dari prasangka yang bisa menyesatkan. Oleh karena itu, hubungan antara ayat ini dengan dunia sains modern dan pendidikan terkini sangat erat, karena keduanya mendorong pencarian kebenaran berdasarkan bukti yang sahih.
Riset yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Smith et al. (2023), berjudul "The Impact of Critical Thinking and Evidence-Based Learning in Science Education". Dari segi metodologi, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan eksperimen terkontrol untuk mengukur pengaruh keterampilan berpikir kritis terhadap hasil belajar siswa dalam bidang sains. Siswa dibagi menjadi dua kelompok: satu kelompok mengikuti pembelajaran berbasis bukti dan berpikir kritis, sementara kelompok kontrol mengikuti pembelajaran tradisional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang dilatih untuk berpikir kritis dan menggunakan pendekatan berbasis bukti menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman mereka terhadap konsep-konsep ilmiah dibandingkan dengan siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional. Temuan ini mendukung pentingnya pendekatan berbasis bukti dalam pendidikan sains, yang sejalan dengan prinsip yang terkandung dalam QS. Al-Najm ayat 28, yaitu bahwa ilmu harus didasarkan pada bukti yang kuat, bukan dugaan.
Selain itu, penelitian yang dilaksanakan oleh Li & Zhang (2024), berjudul "The Role of Evidence-Based Practices in Reducing Cognitive Bias in Decision Making". Dari aspek metodologi, penelitian ini menggunakan studi longitudinal dengan melibatkan partisipan yang terdiri dari guru dan mahasiswa dalam konteks pendidikan tinggi. Peneliti menerapkan pelatihan berbasis bukti untuk membantu partisipan mengurangi bias kognitif dalam pengambilan keputusan dan meningkatkan penggunaan bukti penalaran mereka. Penelitian ini menemukan bahwa setelah pelatihan berbasis bukti, partisipan menunjukkan pengurangan yang signifikan dalam bias kognitif dan lebih sering mengandalkan bukti objektif saat membuat keputusan. Temuan ini menunjukkan relevansi langsung dengan ayat Al-Qur’an, yang menekankan pentingnya menghindari dugaan dan mengikuti bukti yang jelas untuk memperoleh pemahaman yang benar.
Kedua penelitian tersebut menekankan pentingnya berpikir kritis, menggunakan bukti, dan menghindari dugaan dalam pengambilan keputusan, yang merupakan inti dari pesan dalam QS. Al-Najm ayat 28.
0 komentar