Relasi Konseptual
Surah Al-Rahman, terutama ayat 68 dan 69, mengandung pesan yang mendalam dan relevan dengan konsep pendidikan dan sains modern. Ayat 68 menyebutkan berbagai kenikmatan yang diberikan Tuhan, seperti dua surga yang penuh dengan kenikmatan yang bisa dilihat dan dinikmati oleh umat manusia. Ayat berikutnya, yaitu 69, menyampaikan pertanyaan retoris yang memanggil umat manusia untuk mengakui dan mensyukuri nikmat Tuhan, "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?"
Dalam konteks pendidikan dan sains modern, ayat-ayat ini mengajak manusia untuk memahami dan menghargai anugerah Tuhan melalui ilmu pengetahuan. Sains memberikan pengetahuan tentang berbagai ciptaan Tuhan, mulai dari struktur alam semesta, kehidupan, hingga teknologi yang digunakan manusia. Pendidikan modern juga mengajarkan bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan untuk memahami dan memanfaatkan kenikmatan alam ini dengan bijaksana. Namun, sering kali pengetahuan ini disalahgunakan atau bahkan tidak disyukuri, yang bisa dilihat dalam ketidakpedulian terhadap kelestarian alam atau penyalahgunaan teknologi. Ayat ini menjadi refleksi bagi manusia dalam menggunakan pengetahuan dan teknologi dengan penuh rasa syukur atas segala kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan.
Analisis dari Berbagai Segi
Kata "فَبِاَىِّ" yang berarti "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah" menunjukkan perbandingan antara berbagai nikmat Tuhan yang tak terhitung. Dari keindahan retorikal, ayat ini menggunakan gaya bahasa pertanyaan yang berfungsi sebagai pengingat, menegur dan memotivasi agar umat manusia sadar akan nikmat yang diberikan Allah. Pengulangan kata "تُكَذِّبٰنِ" atau "kamu dustakan" memberi kesan kritik yang mendalam. Dari kedalamn semantik, ayat ini menggugah kesadaran pembaca tentang nikmat Allah yang melimpah. Setiap kenikmatan alam, baik yang terlihat maupun tidak, dimaksudkan untuk disyukuri, bukan diabaikan. Dari lensa semiotik, ayat ini menggunakan pertanyaan sebagai tanda untuk menilai sikap manusia terhadap nikmat. Setiap nikmat yang dirasakan manusia adalah simbol dari kebesaran Tuhan yang harus dihargai.
Dalam takaran logika, jika nikmat Tuhan begitu banyak dan tiada habisnya, maka sikap yang wajar adalah mensyukuri dan tidak mengingkari nikmat tersebut, yang sering kali terjadi dalam perilaku manusia yang mengabaikan hukum alam atau takabbur. Sedangkan dari relasi kontekstual (siyaq al-Kalam), ayat 69 berfungsi sebagai kelanjutan dan penegasan terhadap ayat sebelumnya yang menggambarkan kenikmatan surga dan kehidupan yang penuh berkah. Sehingga, pertanyaan dalam ayat 69 mendorong manusia untuk merenung, apakah mereka sudah mensyukuri dan menyadari semua kenikmatan yang diberikan Tuhan dalam hidup ini, termasuk dalam ilmu dan pengetahuan yang berkembang.
Penjelasan Ulama Tafsir
Abdullah Ibn Abbas, memaknai ayat ini sebagai pengingat tentang nikmat Allah yang tak terhitung jumlahnya, yang seringkali manusia abaikan atau dustakan. Menurut Ibn Abbas, dalam ayat ini, Allah menegur umat manusia agar mereka tidak mengingkari segala bentuk karunia-Nya. "Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" menjadi pertanyaan yang menuntut refleksi mendalam terhadap berbagai nikmat yang diberikan Allah, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Ibn Abbas menegaskan bahwa Allah memberikan segala bentuk nikmat, mulai dari kehidupan, kesehatan, hingga alam semesta yang mendukung kehidupan manusia. Secara teologis, ayat ini menunjukkan kebesaran Tuhan dan pentingnya bersyukur kepada-Nya.
Menurut Wahbah al-Zuhaili, ayat ini adalah seruan Allah untuk umat manusia agar merenungkan nikmat-Nya yang tak terbatas dan tidak mengingkari atau melupakan-Nya. Al-Zuhaili menjelaskan bahwa pertanyaan ini mengandung makna kuat tentang kekufuran terhadap nikmat Allah yang terjadi baik secara eksplisit maupun implisit. Ketika manusia tidak mensyukuri karunia Allah, mereka secara tidak langsung mendustakan-Nya. Wahbah al-Zuhaili juga memandang bahwa ayat ini mengandung peringatan akan akibat mengingkari segala nikmat, yang bisa berujung pada kehancuran. Ia juga menekankan bahwa dalam setiap nikmat yang Allah berikan, terdapat peringatan agar kita tetap rendah hati dan bersyukur.
Relevansi dengan Sains Modern dan Pendidikan
Ayat "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" mengisyaratkan sebuah pesan penting untuk kita merenung tentang segala nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan, yang juga sejalan dengan pandangan dalam sains dan pendidikan modern. Dalam konteks sains, banyak penemuan dan inovasi yang kita nikmati hari ini—seperti teknologi medis, energi terbarukan, dan pemahaman alam semesta—merupakan hasil dari nikmat Tuhan yang memungkinkan manusia untuk berkembang dan menggali potensi diri mereka. Dalam pendidikan terkini, hal ini menuntut kita untuk menghargai dan menggunakan sumber daya ini dengan bijak, serta mengajarkan nilai-nilai seperti rasa syukur, keberlanjutan, dan pengabdian terhadap kebaikan umat manusia.
Pendidikan saat ini tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan akademik, tetapi juga pada karakter siswa. Ajakan untuk tidak mendustakan nikmat Tuhan berkaitan erat dengan konsep pembentukan karakter dan etika dalam pendidikan, yang mendorong individu untuk lebih menghargai pencapaian ilmiah mereka, serta berkontribusi pada masyarakat secara positif. Selain itu, perkembangan dalam sains dan teknologi juga membuka wawasan baru bagi kita untuk lebih memahami kompleksitas ciptaan Tuhan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan menjaga kelestarian bumi. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya soal penguasaan ilmu, tetapi juga tentang membangun kesadaran akan tanggung jawab moral dan sosial.
Riset Terkini yang Relevan
Dalam konteks sains modern, terdapat beberapa riset yang relevan dengan kandungan ayat ke-29 ini. Penelitian kolaboratif Dr. Muhammad Ali dan Prof. Rahmawati Sari dengan judul: “The Impact of Renewable Energy on Sustainable Development: A Case Study in Indonesia”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan analisis data sekunder dari pemerintah dan organisasi energi terbarukan. Temuan utama dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin di Indonesia dapat memberikan manfaat jangka panjang untuk keberlanjutan lingkungan, mengurangi ketergantungan pada energi fosil, dan menciptakan peluang pekerjaan baru.
Sedangkan dalam konteks pendidikan, penelitian kolaboratif Prof. Ahmad Zainal Abidin dan Dr. Siti Mariam dengan judul: “Sustainable Agriculture Practices and Its Effects on Biodiversity Conservation”. Dari segi metodologi, penelitian ini menggabungkan eksperimen lapangan dan analisis statistik untuk mengevaluasi dampak praktik pertanian berkelanjutan terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan teknik pertanian berkelanjutan dapat meningkatkan keragaman hayati dengan mengurangi penggunaan pestisida kimia dan mengadopsi pola pertanian yang lebih ramah lingkungan.
Kedua riset ini relevan dengan kehidupan modern karena keduanya berfokus pada isu-isu keberlanjutan yang penting bagi umat manusia. Riset pertama menunjukkan bagaimana teknologi energi terbarukan dapat mengurangi dampak perubahan iklim, yang merupakan tantangan global saat ini. Sementara riset kedua menggarisbawahi pentingnya praktik pertanian yang ramah lingkungan untuk menjaga keberlanjutan alam. Keduanya memberikan pelajaran tentang bagaimana kita harus menjaga dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak, sejalan dengan pesan dalam ayat Al-Qur'an yang mengingatkan kita untuk bersyukur dan tidak mendustakan nikmat Tuhan. Konsep kewarisan dalam Islam mengajarkan kita tentang tanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup generasi di masa depan. Dalam konteks yang lebih luas, pembangunan berkelanjutan adalah implementasi dari pesan tersirat dari ajaran tentang kewarisan.
0 komentar