KEMBALILAH
Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
PROLOG
Saat lebaran idil fitri jelang tiba, setiap tahunnya disambut suka cita secara kultural dan spritual.Pelabuhan-pelabuhan, bandara-bandara, dan stasiun-stasiun dipenuhi masyarakat yang menempuh perjalanan mudik ke kampung halaman. Dahulu, saya juga begitu. Kini, mudik juga, tapi waktunya setelah shalat idil fitri. Yang jelas, tradisi mudik ini masih tetap berlangsung. Bahkan salah satu isi ceramah saya di Masjid Agung Sultan Alauddin Kampus Kampus 2 UIN Alauddin Makassar, saya menganjurkan para mahasiswa untuk mudik lebaran menemui kerabat mereka, terutama kedua orangtua mereka.
MUDIK KULTURAL & SPRITUAL
Mudik saat Lebaran dan konsep kembali ke fitrah memiliki keterkaitan logis yang mendalam, baik secara budaya maupun spiritual. Berikut penjelasannya:
Mudik sebagai Kembali ke Akar dan Identitas
Secara kultural, mudik adalah tradisi yang dilakukan oleh banyak masyarakat Muslim, khususnya di Indonesia. Ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga simbol dari upaya seseorang untuk kembali ke asalnya—ke kampung halaman, keluarga, dan akar budaya. Mudik mencerminkan keinginan untuk menyambung kembali hubungan yang mungkin renggang akibat kesibukan duniawi, baik dengan keluarga maupun lingkungan tempat seseorang dibesarkan.
Kembali ke Fitrah sebagai Pemurnian Spiritual
Dalam Islam, Idul Fitri bermakna "kembali ke fitrah," yaitu kondisi suci setelah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan. Puasa berfungsi sebagai sarana penyucian diri dari dosa, hawa nafsu, dan kesalahan, sehingga seseorang bisa kembali ke keadaan yang lebih bersih, mendekati kesucian manusia saat pertama kali dilahirkan.
Keterkaitan Logis antara Mudik dan Kembali ke Fitrah
Simbolisme Perjalanan
Mudik adalah perjalanan fisik menuju rumah asal, sedangkan kembali ke fitrah adalah perjalanan batin menuju kesucian. Keduanya melibatkan proses kembali ke sesuatu yang fundamental dalam kehidupan manusia.
Penyatuan Kembali Hubungan
Mudik mendekatkan kembali seseorang dengan keluarga, sedangkan kembali ke fitrah mendekatkan seseorang dengan Tuhan. Dalam konteks ini, baik mudik maupun kembali ke fitrah memiliki unsur rekonsiliasi—dengan manusia dan dengan Tuhan.
Kesadaran Diri dan Pembaruan
Mudik sering kali membawa refleksi tentang asal-usul dan perjalanan hidup seseorang, sementara kembali ke fitrah membawa refleksi tentang kesalahan dan upaya menjadi pribadi yang lebih baik.
EPILOG
Jadi, mudik bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga memiliki makna filosofis yang serupa dengan perjalanan spiritual menuju fitrah. Keduanya adalah bentuk "kembali"—satu ke kampung halaman duniawi, yang lain ke keadaan suci dalam spiritualitas.
0 komentar