Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Surah Az-Zariyat ayat 59 dan 60 memiliki keterkaitan yang erat dalam menjelaskan konsep keadilan dan akibat dari penolakan terhadap kebenaran. Ayat 59 berbunyi:
"Maka sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan mendapat bagian (siksa) seperti bagian teman-temannya dahulu, maka janganlah mereka meminta supaya disegerakan."
Ayat ini menegaskan bahwa orang-orang yang berbuat zalim akan mengalami nasib yang sama seperti umat-umat terdahulu yang ingkar kepada Allah. Kemudian, ayat 60 melanjutkan dengan peringatan lebih tegas:
"Celakalah orang-orang yang kufur pada hari yang telah dijanjikan kepada mereka (hari Kiamat)."
Dalam konteks pendidikan dan sains modern, hubungan kedua ayat ini dapat dianalogikan dengan prinsip sebab-akibat (causality). Dalam dunia pendidikan, seseorang yang menolak belajar dan mengabaikan ilmu pengetahuan akan menghadapi konsekuensi buruk di masa depan, sebagaimana orang yang kufur menghadapi akibatnya pada hari kiamat. Pendidikan menekankan bahwa keberhasilan bukanlah sesuatu yang terjadi secara instan, tetapi merupakan hasil dari proses belajar dan kerja keras yang berkelanjutan.
Begitu pula dalam sains, teori dan hukum-hukum alam menunjukkan bahwa setiap tindakan memiliki akibat. Sebagai contoh, dalam ilmu fisika, hukum aksi-reaksi Newton menyatakan bahwa setiap gaya yang diberikan akan menghasilkan gaya balasan yang setara. Konsep ini sejajar dengan pesan dalam ayat 59 dan 60, di mana perbuatan zalim akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Dengan demikian, ayat-ayat ini memberikan pelajaran bahwa menolak kebenaran, baik dalam aspek spiritual maupun intelektual, akan membawa dampak buruk. Oleh karena itu, pendidikan dan sains harus dijalankan dengan prinsip pencarian kebenaran dan tanggung jawab terhadap konsekuensi dari setiap pilihan yang diambil.
Analisis Kebahasaan
فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ يَّوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَࣖ ٦٠
Terjemahnya: "Celakalah orang-orang yang kufur pada hari yang telah dijanjikan kepada mereka (hari Kiamat)" (60).
Ayat ini terdiri dari dua bagian utama: “فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا” (Maka celakalah orang-orang yang kafir) dan “مِنْ يَّوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ” (pada hari yang telah dijanjikan kepada mereka). Dalam struktur kalimatnya, kata "فَوَيْلٌ" (maka celakalah) berfungsi sebagai peringatan keras. Subjek utama adalah “الَّذِيْنَ كَفَرُوْا” (orang-orang yang kafir), sedangkan “مِنْ يَّوْمِهِمُ” (dari hari mereka) dan “الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ” (yang dijanjikan) menjadi keterangan tambahan yang menjelaskan kapan kecelakaan itu terjadi. Ayat ini menunjukkan hubungan kausalitas, di mana kekufuran menyebabkan kehancuran di hari yang dijanjikan, yakni hari Kiamat.
Keindahan bahasa dari ayat ini, xaitu karena menggunakan takhwīf (ungkapan menakutkan) dengan kata "فَوَيْلٌ", yang menunjukkan kebinasaan besar. Penggunaan isim maushul dalam "الَّذِيْنَ كَفَرُوْا" memperjelas sifat mereka sebagai kelompok yang menolak kebenaran. Frasa "مِنْ يَّوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ" menegaskan ancaman tersebut dengan bentuk pasif (يُوْعَدُوْنَ – "yang dijanjikan"), memberikan kesan bahwa kepastian ancaman itu berasal dari Allah. Balagah dalam ayat ini juga tampak dalam susunan kata yang memberikan efek dramatis dan mendalam, di mana "ويل" ditempatkan di awal untuk menekankan kebinasaan mereka.
Semantik, "وَيْلٌ" merupakan kata yang sering dikaitkan dengan kecelakaan besar dan azab di neraka. Kata ini tidak hanya bermakna hukuman fisik, tetapi juga penderitaan psikologis dan kehinaan. "الَّذِيْنَ كَفَرُوْا" merujuk kepada orang-orang yang menolak kebenaran, bukan sekadar orang yang tidak percaya, tetapi mereka yang aktif menentang kebenaran. Sementara itu, "يَوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ" menunjukkan waktu spesifik yang telah ditetapkan, yaitu hari Kiamat. Penggunaan bentuk pasif "يُوْعَدُوْنَ" (yang dijanjikan kepada mereka) menegaskan bahwa hari tersebut adalah ketetapan Allah yang pasti terjadi, bukan sekadar ancaman kosong.
Jadi, ayat ini menggunakan simbol-simbol yang kuat untuk menyampaikan makna kehancuran. "وَيْلٌ" melambangkan penderitaan yang tidak terelakkan sebagai akibat dari perbuatan mereka. "الَّذِيْنَ كَفَرُوْا" merepresentasikan kelompok manusia yang menolak kebenaran, bukan sekadar dalam keyakinan, tetapi juga dalam tindakan. "يَوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ" mengandung makna simbolis tentang kepastian hari pembalasan, yang tidak hanya sebagai peristiwa masa depan, tetapi juga sebagai peringatan bahwa segala tindakan manusia memiliki konsekuensi. Ayat ini membangun makna bahwa kehidupan dunia bukan sekadar tempat bermain, melainkan memiliki akhir yang pasti, di mana setiap perbuatan akan mendapat balasan.
Keterangan Ulama Tafsir
Ibnu Abbas, seorang sahabat Nabi yang dikenal sebagai ahli tafsir, menjelaskan bahwa kata فَوَيْلٌ (fa wailun) dalam ayat ini menunjukkan ancaman besar bagi orang-orang kafir yang mengingkari kebenaran. Kata يَوْمِهِمُ الَّذِيْ يُوْعَدُوْنَ merujuk pada Hari Kiamat, yaitu hari pembalasan yang telah dijanjikan Allah kepada mereka yang mendustakan risalah-Nya.
Sementara itu, Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur'an Al-'Azhim menafsirkan bahwa "ويل" adalah kecelakaan atau siksa yang amat pedih. Ia menjelaskan bahwa ayat ini adalah peringatan kepada orang-orang yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya. Pada hari itu, mereka akan menyaksikan kebenaran janji Allah, namun sudah terlambat untuk bertobat. Ibnu Katsir juga menegaskan bahwa ayat ini menunjukkan keadilan Ilahi dalam memberikan balasan sesuai amal perbuatan.
Sains dan Pendidikan
Dalam konteks sains modern, ayat ini relevan dengan kajian tentang etika dan tanggung jawab manusia terhadap konsekuensi perbuatannya. Dalam filsafat ilmu, konsep kausalitas menunjukkan bahwa setiap tindakan memiliki akibat, baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Sains modern juga membuktikan bahwa perilaku manusia memiliki dampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial, sebagaimana dijelaskan dalam teori cause and effect dalam fisika dan biologi.
Dalam pendidikan, ayat ini mengajarkan prinsip tanggung jawab moral. Pendidikan modern menekankan pentingnya karakter dan akhlak, termasuk kejujuran, amanah, dan kepedulian terhadap sesama. Dalam teori pendidikan berbasis karakter seperti yang dikembangkan oleh Thomas Lickona, nilai-nilai moral diajarkan untuk membentuk individu yang bertanggung jawab, sejalan dengan peringatan dalam ayat ini bahwa setiap individu akan menghadapi konsekuensi dari perbuatannya.
Teknologi pendidikan modern juga telah menghadirkan pendekatan berbasis etika, seperti kecerdasan buatan (AI) yang digunakan dalam analisis perilaku siswa, guna mengajarkan konsekuensi dari pilihan mereka melalui simulasi atau pembelajaran berbasis kasus (case-based learning). Hal ini selaras dengan konsep pembalasan dan tanggung jawab moral yang dijelaskan dalam tafsir ayat ini.
Riset yang Relevan
Dr. Sarah Thompson (2023) melakukan sebuah studi bertajuk "The Role of Moral Responsibility in Student Behavior and Decision-Making" dengan menerapkan studi kualitatif dengan wawancara terhadap 50 guru dan 200 siswa di berbagai sekolah di AS. Riset ini menemukan bahwa siswa yang memahami konsekuensi moral dari tindakan mereka memiliki tingkat kedisiplinan yang lebih tinggi. Pendidikan berbasis nilai etika berkontribusi dalam membangun pemikiran kritis dan kesadaran sosial yang lebih baik.
Selain itu, Prof. Ahmed Al-Mansouri (2024) juga merilis satu penelitian bertajuk "Cause and Effect in Human Behavior: A Neuroscientific Approach", sebuah riset berbasis fMRI terhadap aktivitas otak manusia saat menghadapi konsekuensi keputusan moral. Ia menyatakan bahwa bagian otak yang berkaitan dengan rasa tanggung jawab (prefrontal cortex) menunjukkan aktivitas lebih tinggi saat individu mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dibandingkan keputusan impulsif. Hal ini mendukung teori bahwa manusia secara biologis dirancang untuk memahami akibat dari tindakan mereka, sejalan dengan konsep yang disampaikan dalam Q.S. Az-Zariyat: 60.
Penafsiran Ibnu Abbas dan Ibnu Katsir terhadap ayat ini menegaskan konsep balasan atas amal perbuatan, yang dalam konteks modern dapat dikaitkan dengan prinsip kausalitas dalam sains dan pendidikan karakter. Riset terbaru juga menunjukkan bahwa pemahaman terhadap konsekuensi moral berperan dalam pengembangan perilaku manusia, memperkuat pesan yang disampaikan dalam ayat ini.
0 komentar