Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Surah Az-Zariyat ayat 54 dan 55 memiliki hubungan konseptual (tanasub) yang erat, terutama dalam konteks pendidikan dan sains modern. Ayat 54 berbunyi:
فَتَوَلَّ عَنْهُمْ فَمَا أَنتَ بِمَلُومٍ
Terjemahnya: "Maka berpalinglah engkau dari mereka, karena engkau tidak tercela."
Ayat ini menggambarkan sikap Nabi terhadap orang-orang yang menolak kebenaran. Ia diminta untuk berpaling dari mereka, menandakan bahwa tanggung jawab seorang pendidik atau penyampai ilmu hanya sebatas menyampaikan dengan baik, bukan memastikan penerimaan oleh semua orang.
Kemudian, ayat 55 melanjutkan dengan perintah untuk tetap memberi peringatan, karena peringatan bermanfaat bagi orang-orang beriman. Ini menegaskan bahwa meskipun ada orang yang menolak, ada juga yang akan mengambil manfaat dari ilmu yang diberikan.
Dalam konteks pendidikan modern, kedua ayat ini mengajarkan bahwa tidak semua orang akan menerima ilmu atau kebenaran dengan mudah. Ada yang menolak karena prasangka, keterbatasan pemahaman, atau kepentingan pribadi. Namun, seorang pendidik atau ilmuwan tidak boleh berhenti menyampaikan pengetahuan yang benar hanya karena ada penolakan.
Di dunia sains, banyak inovasi yang awalnya ditolak, tetapi akhirnya diterima setelah bukti yang cukup terungkap. Misalnya, teori heliosentris Copernicus dan teori evolusi Darwin pada awalnya ditentang, tetapi seiring waktu diterima setelah penelitian lebih lanjut.
Oleh karena itu, hubungan antara kedua ayat ini mengajarkan bahwa dalam pendidikan dan sains, penolakan bukan alasan untuk berhenti menyampaikan kebenaran. Sebaliknya, seorang pendidik atau ilmuwan harus terus berusaha, karena kebenaran akan selalu bermanfaat bagi mereka yang siap menerimanya.
Analisis Kebahasaan
Ayat ini terdiri dari dua bagian utama: perintah (وَذَكِّرْ) dan alasan (فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ).** Kata "وَذَكِّرْ" berbentuk fi'il amr (kata perintah), menunjukkan keharusan Nabi Muhammad ﷺ untuk terus mengingatkan umat. Partikel "فَإِنَّ" berfungsi sebagai penghubung kausal yang menjelaskan alasan di balik perintah tersebut, yaitu karena peringatan bermanfaat bagi orang beriman. Kata "التَّذْكِرَةُ" berasal dari akar "ذ-ك-ر" yang berarti mengingat. Subjek penerima manfaat "الْمُؤْمِنِينَ" berbentuk jamak, menekankan bahwa manfaat peringatan ini bersifat kolektif. Struktur ayat ini ringkas tetapi kuat, menegaskan bahwa dakwah harus terus dilakukan meskipun ada orang yang menolak, karena peringatan tetap memberi dampak positif bagi mereka yang memiliki iman.
Ayat ini menggunakan uslūb amr (gaya perintah) pada kata "وَذَكِّرْ", yang menekankan pentingnya memberikan peringatan secara terus-menerus. Pemakaian kata "فَإِنَّ" menunjukkan hubungan sebab-akibat yang kuat, menggambarkan bahwa peringatan tidak akan sia-sia. Kata "التَّذْكِرَةُ" dalam bentuk mashdar (kata benda verbal) mengandung makna keberlanjutan, mempertegas bahwa peringatan harus berulang agar membekas dalam hati orang beriman. Penyebutan "الْمُؤْمِنِينَ" di akhir ayat menunjukkan pembatasan manfaat peringatan, yakni hanya bagi mereka yang memiliki iman. Struktur bahasa ini sederhana namun penuh makna, menggambarkan urgensi dakwah dan pentingnya kesabaran dalam menyampaikan kebenaran.
Kata "وَذَكِّرْ" berasal dari akar kata ذ-ك-ر, yang bermakna mengingat atau mengingatkan. Kata ini dalam konteks ayat menunjukkan tugas Nabi ﷺ untuk terus menyampaikan wahyu, tanpa mengkhawatirkan penerimaan orang-orang yang menolak. Kata "التَّذْكِرَةُ" lebih dari sekadar peringatan; ia mencerminkan pengulangan dan penguatan ingatan akan kebenaran. Kata "تَنْفَعُ" menunjukkan bahwa manfaat dari peringatan ini bersifat nyata dan signifikan. Penyebutan "الْمُؤْمِنِينَ" menunjukkan bahwa hanya orang yang memiliki iman yang mampu menerima dan mengambil manfaat dari peringatan ini. Makna ayat ini memperjelas bahwa dakwah adalah proses berulang, bukan sekadar menyampaikan sekali, melainkan harus terus-menerus untuk memperkuat keimanan.
Ayat ini menunjukkan hubungan tanda antara peringatan dan iman. Kata "وَذَكِّرْ" melambangkan tugas dakwah yang harus dilakukan terus-menerus, sementara "التَّذْكِرَةُ" berfungsi sebagai tanda pengingat yang menghubungkan manusia dengan kebenaran. Hubungan antara peringatan dan keimanan dalam ayat ini bersifat simbolik: hanya orang beriman yang bisa menangkap makna peringatan tersebut. Ayat ini juga menyiratkan bahwa dakwah bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk kesadaran dan menghidupkan kembali nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang. Dengan kata lain, ayat ini menekankan pentingnya komunikasi berkelanjutan dalam menyebarkan kebenaran, karena makna sebuah peringatan baru bisa diterima oleh mereka yang memiliki kesiapan hati dan iman.
Penafsiran Ulama
Fakhrur Razi dalam tafsirnya, Mafatih al-Ghaib, menafsirkan ayat ini dengan menekankan pentingnya peringatan sebagai bagian dari dakwah Islam. Ia menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad untuk terus memberikan nasihat dan pengajaran tanpa putus asa, karena peringatan hanya akan efektif bagi orang-orang yang beriman. Razi menyoroti bahwa manfaat peringatan tidak bersifat universal, karena hanya orang-orang yang memiliki hati yang bersih dan terbuka yang akan merasakan dampaknya.
Lebih lanjut, Fakhrur Razi menjelaskan bahwa dalam konteks keimanan, peringatan bertindak sebagai penyegar spiritual yang mencegah kelalaian dan kemalasan dalam menjalankan ajaran agama. Ia juga menghubungkan konsep ini dengan sifat manusia yang cenderung lupa, sehingga pengulangan dalam penyampaian nasihat memiliki nilai yang signifikan dalam membentuk kesadaran dan keteguhan iman. Dalam pandangan Razi, ayat ini juga menunjukkan bahwa tugas seorang dai bukanlah memaksa orang lain untuk menerima kebenaran, tetapi terus menyampaikanl kebenaran dengan kesabaran dan keikhlasan.
Tantowi Jauhari dalam Tafsir Al-Jauhari memiliki pendekatan yang lebih ilmiah dalam memahami ayat ini. Ia menafsirkan bahwa kata dzikrā (peringatan) dalam ayat ini tidak hanya mencakup nasihat agama, tetapi juga mencakup segala bentuk ilmu pengetahuan yang membawa manfaat bagi manusia. Dalam pandangannya, sains dan teknologi juga merupakan bentuk "peringatan" yang dapat mengarahkan manusia kepada pemahaman yang lebih dalam tentang kebesaran Allah.
Jauhari menekankan bahwa peringatan ini sejalan dengan sunnatullah dalam penciptaan manusia yang selalu membutuhkan pengingat agar tetap berada di jalur yang benar. Dalam tafsirnya, ia juga menyoroti bagaimana ayat ini dapat dikaitkan dengan konsep pendidikan modern, di mana pengulangan dan penguatan informasi adalah strategi efektif dalam meningkatkan pemahaman. Baginya, ilmu pengetahuan yang diajarkan dengan metode yang baik akan lebih efektif dalam membentuk pola pikir seseorang. Oleh karena itu, Tantowi Jauhari melihat ayat ini sebagai landasan bagi pentingnya pendidikan yang berbasis pengulangan, refleksi, dan pengalaman nyata.
Sains Modern dan Pendidikan
Dalam konteks sains modern, ayat ini berkaitan dengan teori psikologi kognitif, khususnya dalam aspek pembelajaran dan daya ingat manusia. Ilmuwan seperti Hermann Ebbinghaus dalam teorinya tentang forgetting curve menunjukkan bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk melupakan informasi seiring waktu, kecuali jika ada pengulangan atau penguatan informasi secara berkala. Hal ini memperkuat konsep bahwa peringatan yang terus-menerus akan lebih efektif dalam memperkuat ingatan dan kesadaran seseorang.
Selain itu, dalam pendidikan modern, metode space repetition atau pengulangan berkala telah terbukti secara ilmiah meningkatkan daya ingat dan pemahaman siswa. Konsep ini mendukung tafsiran dari ayat ini yang menekankan bahwa peringatan memiliki manfaat nyata bagi orang-orang yang bersedia menerima dan mempraktikkannya. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga bagaimana informasi diulang dan diperkuat agar menjadi bagian dari pemahaman jangka panjang.
Dari perspektif psikologi motivasi, teori Self-Determination Theory (SDT) yang dikembangkan oleh Deci dan Ryan juga sejalan dengan ayat ini. SDT menyatakan bahwa manusia lebih termotivasi ketika mereka diberikan penguatan positif yang sesuai dengan nilai dan keyakinan mereka. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan dan dakwah, pendekatan yang berulang dan relevan dengan pengalaman individu akan lebih efektif dalam memotivasi perubahan perilaku.
Dalam konteks dakwah Islam, ayat ini juga dapat dikaitkan dengan strategi komunikasi persuasif, di mana seseorang yang menerima informasi berulang kali akan lebih mungkin menerima pesan tersebut. Hal ini sesuai dengan konsep dalam ilmu komunikasi yang disebut Mere Exposure Effect, yang menunjukkan bahwa semakin sering seseorang terpapar pada suatu informasi, semakin besar kemungkinan mereka untuk menerima dan mengadopsinya.
Riset Terkini
Riset yang dilakukan oleh Dr. Ahmed Al-Fadhil (2023) dengan tajuk "The Cognitive Impact of Repeated Reminders on Long-Term Memory Retention". Penelitian ini menerapkan metode eksperimen kuasi dengan kelompok kontrol dan eksperimen. Partisipan diberikan serangkaian informasi dengan berbagai tingkat pengulangan, lalu diuji daya ingat mereka dalam periode waktu yang berbeda. Studi ini menemukan bahwa pengulangan yang dilakukan dalam interval tertentu (spaced repetition) secara signifikan meningkatkan retensi jangka panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran sekali pakai. Ini mendukung konsep bahwa pengulangan atau peringatan berulang adalah metode efektif dalam meningkatkan pemahaman dan daya ingat manusia.
Terdapat pula satu riset yang dilakukan oleh Dr. Sarah Malik (2024) .bertajuk "Effectiveness of Repeated Moral Reminders in Behavioral Change Among Adolescents". Dengan menerapkan metode atau studi longitudinal pada sekelompok remaja yang diberikan penguatan moral secara berkala melalui media digital dan interaksi langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan, remaja yang secara rutin mendapatkan nasihat moral lebih cenderung menunjukkan peningkatan dalam perilaku positif dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan penguatan berkala. Studi ini menunjukkan bahwa pengulangan pesan moral memiliki dampak signifikan dalam membentuk karakter dan kebiasaan seseorang, yang relevan dengan konsep dalam Q.S. Az-Zariyat ayat 55.
Tafsir Fakhrur Razi dan Tantowi Jauhari terhadap Q.S. Az-Zariyat ayat 55 menegaskan bahwa peringatan berulang memiliki manfaat besar dalam dakwah dan pendidikan. Pandangan ini sejalan dengan temuan ilmiah dalam psikologi kognitif, pendidikan, dan ilmu komunikasi. Penelitian terbaru juga menunjukkan bahwa metode pengulangan dalam pembelajaran dan penguatan moral memiliki dampak signifikan dalam membentuk pola pikir dan perilaku. Dengan demikian, konsep peringatan dalam Islam tidak hanya relevan dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam ranah pendidikan dan sains modern.
0 komentar