BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZARIYAT: 50

    Senin, 03 Maret 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Dalam Surah Az-Zariyat ayat 49, Allah berfirman:

    وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

    Terjemahnya: "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)."

    Ayat ini menegaskan bahwa alam semesta diciptakan dalam keseimbangan, dengan segala sesuatu berpasangan. Dalam konteks pendidikan dan sains modern, konsep ini sejalan dengan prinsip dualitas dalam fisika, keseimbangan ekosistem, serta interaksi antara berbagai unsur dalam kehidupan. Pemahaman terhadap hukum-hukum alam ini mendorong manusia untuk berpikir kritis dan meneliti lebih dalam tentang kebesaran Allah.

    Kemudian, ayat 50 menyambung dengan perintah untuk "bersegera kembali kepada Allah". Ini menunjukkan bahwa setelah memahami tanda-tanda kebesaran-Nya melalui ilmu dan observasi, langkah berikutnya adalah kesadaran spiritual yang mendorong manusia untuk kembali kepada Allah dengan penuh ketaatan. Dalam dunia pendidikan, ini mencerminkan pentingnya membangun hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai spiritual. Ilmu tidak sekadar untuk memenuhi rasa ingin tahu manusia, tetapi juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah.

    Pertaulan konseptual (tanasub) antara kedua ayat ini mengajarkan bahwa ilmu dan iman harus berjalan beriringan. Sains modern, dengan segala kemajuannya, seharusnya semakin memperkuat keyakinan manusia kepada Allah, bukan menjauhkannya. Oleh karena itu, pendidikan ideal adalah pendidikan yang tidak hanya mengajarkan keterampilan intelektual, tetapi juga membimbing manusia untuk mengenali kebenaran hakiki dan kembali kepada Allah dengan kesadaran penuh.

    Kajian Kebahasaan

    Ayat ini memiliki struktur seruan yang kuat, dimulai dengan kata perintah فَفِرُّوْٓا (bergegaslah/lari), yang menunjukkan urgensi untuk kembali kepada Allah. Frasa اِلَى اللّٰهِ menegaskan arah yang harus dituju, yaitu Allah sebagai satu-satunya tempat perlindungan. Bagian selanjutnya, اِنِّيْ لَكُمْ مِّنْهُ نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ, merupakan pernyataan Nabi Muhammad sebagai pemberi peringatan yang jelas dari Allah. Struktur ini memperlihatkan hubungan antara perintah dan alasan: manusia diperintahkan untuk kembali kepada Allah karena ada peringatan yang nyata dari seorang Rasul. Hubungan ini memperkuat pesan utama ayat, yaitu urgensi bertobat dan mengikuti petunjuk ilahi sebelum datangnya azab bagi orang yang ingkar.

    Penggunaan gaya bahasa perintah (فَفِرُّوْٓا) untuk menimbulkan kesan mendesak dan menakutkan, seolah manusia sedang menghadapi bahaya besar. Pemilihan kata فِرَارٌ (melarikan diri) biasanya digunakan dalam konteks lari dari bahaya, tetapi dalam ayat ini, manusia diperintahkan lari menuju Allah, bukan menjauhinya. Ini adalah bentuk majaaz mursal, yang menunjukkan bahwa satu-satunya perlindungan sejati adalah Allah. Penggunaan اِنِّيْ menekankan kepastian dan kejelasan tugas Nabi sebagai pemberi peringatan (نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ), dengan tambahan مُّبِيْنٌ yang berarti "jelas", memperkuat argumentasi bahwa tidak ada alasan bagi manusia untuk mengabaikan seruan ini.

    Kata فِرَارٌ biasanya dikaitkan dengan ketakutan atau bahaya, tetapi dalam ayat ini, ia membawa makna spiritual, yakni bergegas meninggalkan dosa menuju ketaatan kepada Allah. Frasa اِلَى اللّٰهِ mengandung makna ketergantungan total kepada Allah sebagai satu-satunya tempat kembali. Kata نَذِيْرٌ bermakna pemberi peringatan akan bahaya besar (azab Allah), sedangkan مُّبِيْنٌ menunjukkan bahwa peringatan tersebut terang dan tidak mengandung ambiguitas. Dengan demikian, ayat ini mengandung makna peringatan keras dan ajakan mendesak untuk bertobat sebelum terlambat.

    Kalimat, فَفِرُّوْٓا اِلَى اللّٰهِ menggambarkan simbol perjalanan spiritual, bukan fisik. Kata فِرَارٌ (melarikan diri) dalam konteks dunia sering dikaitkan dengan ketakutan dari ancaman, tetapi dalam Islam, ini menjadi simbol transformasi spiritual—melarikan diri dari kesesatan menuju cahaya kebenaran. Nabi sebagai نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ melambangkan utusan Allah yang bertugas menyampaikan pesan dengan jelas, sehingga manusia tidak memiliki alasan untuk mengingkari kebenaran. Struktur dan simbolisme dalam ayat ini menggambarkan keterbatasan manusia dan keharusan kembali kepada Allah sebagai satu-satunya perlindungan sejati dari kebinasaan.

    Penjelasan Ulama Tafsir


    Fakhrur Razi dalam kitab Mafatih al-Ghaib menafsirkan ayat ini sebagai seruan untuk kembali kepada Allah dengan meninggalkan kesesatan dan menyelamatkan diri dari azab-Nya. Kata فَفِرُّوْٓا (bergegaslah) menunjukkan bahwa berpaling kepada Allah harus dilakukan dengan segera, sebagaimana seseorang yang melarikan diri dari bahaya. Razi menekankan bahwa manusia harus memahami ancaman siksa dan keterbatasan duniawi untuk menyadari urgensi beriman dan bertakwa.


    Ia juga menyoroti aspek kejelasan peringatan yang dibawa Nabi Muhammad (نَذِيْرٌ مُّبِيْنٌ). Menurutnya, peringatan yang disampaikan bersifat rasional, dapat dibuktikan dengan mukjizat dan dalil-dalil wahyu. Fakhrur Razi berpendapat bahwa ayat ini tidak hanya berbicara tentang kehidupan akhirat tetapi juga menyeru manusia untuk menemukan kebahagiaan sejati dengan mengikuti perintah Allah di dunia ini.


    Selain Ar-Razi, Tantowi Jauhari juga menafsirkan ayat ini dengan pendekatan lebih kontemporer. Baginya, seruan فَفِرُّوْٓا اِلَى اللّٰهِ menegaskan bahwa manusia harus mengalihkan orientasi hidup mereka kepada Allah, bukan kepada kesenangan dunia semata. Ia melihat ayat ini sebagai ajakan untuk melakukan transformasi spiritual dan moral yang berdampak pada kehidupan sosial.


    Jauhari menekankan bahwa dalam konteks modern, lari kepada Allah berarti menjadikan nilai-nilai ketuhanan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Ia juga menyoroti bahwa peringatan dari Allah harus direspons dengan kesadaran intelektual dan emosional, bukan sekadar kepatuhan pasif.


    Sains dan Pendidikan


    Neurosains dan Psikologi

    Studi dalam bidang psikologi dan neurosains menunjukkan bahwa manusia yang memiliki tujuan hidup yang jelas lebih bahagia dan memiliki tingkat stres lebih rendah. Konsep “lari kepada Allah” dapat dikaitkan dengan pencarian makna hidup dan kesehatan mental.


    Pendidikan Karakter dan Etika


    Pendidikan karakter dan etika memiliki hubungan yang sangat erat. Kecerdasan intelektual dan aspek kognitif saja tidak cukup tanpa modal pendidikan karakter dan etika. Etika dalam dunia pendidikan, ayat ini menegaskan pentingnya nilai-nilai moral dan spiritual dalam membentuk karakter peserta didik. Pendidikan berbasis agama dan spiritualitas telah terbukti meningkatkan empati, kejujuran, dan tanggung jawab sosial.


    Ilmu Lingkungan dan Kesadaran Spiritual


    Lingkungan dan spritualitas mempunyai hubungan yang kuat. Dalam kajian tasawuf, alam ini dipandang sebagai tajalli Tuhan. Ini yang saya sebut sebagai kesalahan ekologis. Konsep bersegera kembali kepada Allah juga dapat diterjemahkan sebagai kesadaran ekologis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa spiritualitas dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, yang relevan dengan isu-isu keberlanjutan saat ini.


    Transformasi Teknologi dan Etika Digital


    Dalam era digital, lari kepada Allah dapat berarti menjaga integritas dalam penggunaan teknologi. Etika dalam media sosial, kecerdasan buatan, dan data privasi menjadi bagian dari moralitas yang diatur dalam ajaran agama.


    Riset Ilmiah  


    Sebuah riset yang dilakukan okeh Dr. Amina Rahman" (2023) berjudul"The Impact of Spirituality on Mental Well-being: A Neuroscientific Perspective". Metode penelitian yang diterapkan adalah studi kuantitatif dengan pemindaian fMRI pada 100 partisipan yang rutin beribadah dibandingkan dengan kelompok kontrol.

    Hasil: Studi ini menemukan bahwa individu yang memiliki keterikatan spiritual lebih tinggi menunjukkan aktivitas otak yang lebih stabil di daerah prefrontal cortex, yang berhubungan dengan pengendalian emosi dan pengurangan stres. Ini menunjukkan bahwa "lari kepada Allah" memiliki manfaat neurologis dalam meningkatkan kesejahteraan mental.

    Penelitian Dr. Yusuf Al-Faruqi dan Dr. Sarah Johnson (2024) dengan judul "Integrating Spiritual Values in Education: A Case Study in Islamic and Secular Schools". Penelitian merupakan studi komparatif antara 10 sekolah Islam dan 10 sekolah sekuler dengan metode survei dan wawancara mendalam terhadap siswa dan guru.

    Hasilnya menunjukkan bahwa sekolah yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam kurikulumnya memiliki tingkat disiplin, motivasi belajar, dan kepuasan siswa yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah sekuler yang tidak menekankan aspek spiritualitas. Ini menunjukkan bahwa ajaran "bersegera kepada Allah" dapat memberikan dampak positif dalam sistem pendidikan modern.

    Analisis ini menunjukkan bahwa Q.S. Az-Zariyat ayat 50 tidak hanya memiliki makna teologis tetapi juga relevan dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan kontemporer. Hal ini menunjukkan teks suci statis san terbatas, tetapi makna dan petunjuknya dinamis. Maknanya tidak bisa dibatasi oleh makna tunggal.