Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Prolog
Pendidikan merupakan fondasi yang membentuk kualitas sumber daya manusia, baik dari segi intelektual, moral, spiritual, maupun sosial. Menurut teori-teori pendidikan klasik maupun modern, tujuan utama dari proses pendidikan adalah untuk menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas dalam bidang ilmu pengetahuan, tetapi juga memiliki kualitas moral dan spiritual yang tinggi. Ilmu pengetahuan tanpa diimbangi dengan nilai-nilai moral dapat berisiko menjerumuskan manusia pada kebinasaan. Dalam konteks ini, petunjuk surah Qaf ayat 36 memberikan peringatan yang sangat relevan.
Ayat tersebut mengisahkan kehancuran umat-umat terdahulu yang lebih kuat dan lebih besar daripada umat yang ada saat ini, yang tidak mampu menghindari kebinasaan karena mereka jauh dari petunjuk Tuhan. “Betapa banyak umat sebelumnya yang telah Kami binasakan! Mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada (kaum kafir Quraisy), sehingga mampu menjelajah beberapa negeri. Adakah tempat pelarian bagi mereka dari kebinasaan?” Ayat ini mengingatkan kita bahwa kekuatan duniawi dan kemajuan ilmu pengetahuan tanpa landasan moral dan spiritual yang kokoh bisa membawa pada kehancuran. Oleh karena itu, pendidikan harus mengarahkan setiap individu untuk menyeimbangkan ilmu pengetahuan dengan penguatan karakter, agar tercipta generasi yang tidak hanya cerdas tetapi juga berakhlak mulia, yang senantiasa menghasilkan kemaslahatan bagi masyarakat.
Tinjauan Bahasa
وَكَمْ اَهْلَكْنَا قَبْلَهُمْ مِّنْ قَرْنٍ هُمْ اَشَدُّ مِنْهُمْ بَطْشًا فَنَقَّبُوْا فِى الْبِلَادِۗ هَلْ مِنْ مَّحِيْصٍ ٣٦
Terjemahnya: "Betapa banyak umat sebelumnya (kaum kafir Quraisy) yang telah Kami binasakan! Mereka itu lebih hebat kekuatannya daripada (kaum kafir Quraisy) itu, sehingga mampu menjelajah (dan mengamati) beberapa negeri. Adakah tempat pelarian (bagi mereka dari kebinasaan)?" (36)
Struktur kalimat yang digunakan adalah kalimat nominal dengan dua klausa: pertama mengandung penegasan tentang kehancuran umat sebelumnya, dan kedua mengajukan pertanyaan retoris untuk menekankan tak ada pelarian dari kehancuran. Konsep kebinasaan umat sebelumnya ditekankan untuk memberi peringatan kepada kaum Quraisy yang sombong. Ayat ini menyiratkan hubungan sebab-akibat yang menunjukkan kekuatan Allah dalam membinasakan dan menegaskan bahwa tidak ada yang dapat melarikan diri dari takdir-Nya. Struktur ini menguatkan pesan moral dan peringatan terhadap umat manusia.
Penggunaan perbandingan yang mengesankan. Frasa "lebih hebat kekuatannya" menunjukkan tingginya kekuatan umat terdahulu, tetapi pada akhirnya mereka tetap tidak bisa menghindar dari kebinasaan. Penggunaan kalimat tanya "Adakah tempat pelarian?" mengandung makna retoris yang mendalam, menekankan bahwa tidak ada tempat yang bisa menyelamatkan mereka dari takdir. Teknik ini membuat pesan menjadi lebih mendalam, menggugah perasaan takut dan kesadaran atas ketidakmampuan manusia untuk menghindari ketentuan Allah. Balagah dalam ayat ini mengarah pada peringatan yang kuat, memaksa pembaca untuk merenung tentang nasib yang menimpa umat-umat yang sombong sebelumnya.
Tuntunan ayat ini membawa makna bahwa kekuatan fisik atau material tidak dapat menjamin keselamatan jika Allah telah menetapkan kebinasaan. "Lebih hebat kekuatannya" mengacu pada umat yang memiliki kemampuan luar biasa, baik dalam kekuatan fisik, teknologi, atau pengaruh. Namun, meskipun mereka memiliki segala kemampuan itu, mereka tetap binasa karena mereka menentang kebenaran. Pertanyaan "Adakah tempat pelarian?" bermakna bahwa tidak ada tempat atau cara untuk menghindar dari takdir Allah, menegaskan konsep takdir yang tidak dapat ditolak oleh siapa pun. Ayat ini mengandung makna bahwa tidak ada yang dapat menghalangi kehendak-Nya, dan manusia harus menyadari bahwa kekuatan Allah jauh melampaui segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Kata "kebinasaan" (أهْلَكْنَا) berfungsi sebagai tanda peringatan tentang konsekuensi bagi mereka yang melawan wahyu atau Allah. "Lebih hebat kekuatannya" menjadi tanda bahwa kekuatan fisik atau duniawi yang dimiliki umat-umat terdahulu dianggap tidak ada artinya di hadapan kekuatan Tuhan. Frasa "Apakah ada tempat pelarian?" adalah tanda ketidakmampuan manusia untuk melarikan diri dari takdir yang sudah ditentukan oleh Allah. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa manusia, betapapun hebatnya, tidak dapat menghindar dari kehendak Tuhan. Dalam konteks semiotika, ayat ini menyiratkan bahwa segala hal di dunia ini hanya merupakan tanda sementara dari kekuasaan yang lebih besar, yaitu takdir Tuhan.
Penafsiran Ulama
Sayyid Qutub dalam tafsirnya Fi Zilal al-Qur'an menyebutkan bahwa ayat ini merupakan peringatan kepada umat manusia, terutama umat Quraisy yang tengah mendustakan Nabi Muhammad SAW, tentang azab yang telah menimpa umat-umat sebelumnya yang lebih kuat dan lebih besar dari mereka. Menurut Qutub, ayat ini menggambarkan kenyataan bahwa kekuatan fisik dan kemewahan duniawi tidak akan memberikan perlindungan terhadap ketetapan Allah jika seseorang menentang wahyu-Nya. Qutub menekankan bahwa meskipun umat terdahulu memiliki kekuatan luar biasa dan dapat menjelajah berbagai negeri, mereka tidak dapat melarikan diri dari kebinasaan yang diturunkan Allah. Dalam perspektif ini, Qutub mengajarkan bahwa Allah Maha Kuat, dan segala bentuk kekuatan duniawi tidak akan mampu menandingi kekuatan-Nya yang menentukan segala sesuatu. Ini menunjukkan bahwa kebinasaan terhadap umat terdahulu merupakan pelajaran bagi umat sekarang agar tidak jatuh dalam kesombongan dan tetap taat kepada Allah.
Tahir Ibnu Asyur dalam tafsirnya At-Tahrir wa At-Tanwir juga mengungkapkan makna serupa, tetapi dengan pendekatan yang lebih menekankan pada gambaran tentang perbedaan nasib antara umat yang taat dan yang ingkar. Menurut Ibnu Asyur, ayat ini memberi gambaran bahwa kaum yang lebih kuat dari kaum Quraisy yang dibinasakan Allah, meskipun dengan kekuatan fisik dan pengaruh mereka yang luas, pada akhirnya tidak mampu menghindari takdir Allah. Ibnu Asyur menekankan bahwa kebinasaan mereka adalah hasil dari kezaliman dan penolakan terhadap wahyu yang dibawa oleh rasul. Ayat ini mengingatkan umat manusia untuk selalu introspeksi dan tidak merasa aman dengan kedudukan dan kekuatan yang dimiliki, karena takdir Allah pasti berlaku, dan tidak ada yang bisa melarikan diri darinya. Relevansi bagi umat sekarang adalah untuk merenungi bahwa kebinasaan dapat menimpa siapa saja yang enggan menerima kebenaran dan melawan jalan yang lurus.
Tanggung Jawab Ilmuwan
Penafsiran ini memberikan pelajaran penting bagi ilmuwan dan cendekiawan dalam melaksanakan tanggung jawab intelektual, moral, dan spiritual. Secara intelektual, mereka diingatkan untuk tidak hanya mengutamakan kekuatan dan pengaruh mereka dalam dunia ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk mencari kebenaran yang sejati yang sesuai dengan wahyu dan nilai moral yang lebih tinggi. Mereka harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam mendalami ilmu dengan kesadaran bahwa ilmu adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk kesombongan. Secara moral, ilmuwan harus memiliki komitmen untuk menggunakan ilmu mereka untuk kebaikan umat manusia dan tidak terjerumus dalam kebanggaan diri atau keserakahan yang dapat merugikan orang lain.
Secara spiritual, ilmuwan harus mengingat bahwa kebinasaan yang dialami umat terdahulu berawal dari ketidaktaatan mereka terhadap perintah Allah, dan oleh karena itu, mereka harus selalu menjaga hubungan yang kuat dengan Allah, tidak sombong, dan terus menuntut ilmu yang bermanfaat. Dengan demikian, para ilmuwan memiliki tanggung jawab besar dalam membimbing masyarakat menuju kebenaran dan kemaslahatan.
Epilog
Pesan surah Qaf ayat 36 mengingatkan kita bahwa ilmu pengetahuan tanpa bimbingan moral dan spiritual dapat menghancurkan umat manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus berfungsi sebagai sarana untuk membentuk individu yang tidak hanya terampil dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial, moral, dan spiritual. Generasi masa depan harus dilatih untuk tidak hanya mengejar kemajuan materiil, tetapi juga memperhatikan nilai-nilai luhur yang akan menjaga mereka dari kehancuran. Pendidikan yang berbasis pada integrasi ilmu dan nilai-nilai moral akan menciptakan masyarakat yang harmonis dan penuh kemaslahatan.
0 komentar