BLANTERORBITv102

    SIKAP TEGAS DAN BERKEADILAN (Q.S. QAF: 29)

    Senin, 24 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun generasi penerus bangsa. Namun, dalam prakteknya, seringkali ketegasan dan keadilan dalam pendidikan dan pembelajaran menjadi isu yang kompleks. Ketidakadilan dalam sistem pendidikan, baik dari segi akses, kualitas, maupun perlakuan terhadap peserta didik, sering kali memunculkan ketimpangan yang berujung pada ketidaksetaraan peluang. Para pelajar dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi sering kali menghadapi tantangan yang tidak adil, menyebabkan mereka kehilangan kesempatan untuk berkembang secara optimal. Dalam konteks ini, urgensi ketegasan dalam menegakkan aturan dan keadilan dalam setiap proses pembelajaran sangatlah jelas.

    Ayat ini mengingatkan kita bahwa keputusan Allah adalah mutlak dan tidak bisa diubah oleh siapapun. "Keputusan-Ku tidak dapat diubah dan Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku" (QS. Qaf: 29). Hal ini menegaskan bahwa keadilan yang diterapkan oleh Tuhan tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan atau kepentingan tertentu. Begitu juga dalam pendidikan, ketegasan dalam menegakkan aturan dan keadilan dalam memberikan kesempatan belajar harus tetap dipertahankan, karena hanya dengan cara ini kita bisa memastikan setiap individu memperoleh haknya secara adil, tanpa adanya diskriminasi.

    Tinjauan Bahasa

    مَا يُبَدَّلُ الۡقَوۡلُ لَدَىَّ وَمَاۤ اَنَا بِظَلَّامٍ لِّلۡعَبِيۡدِ

    Terjemahnya: "Keputusan-Ku tidak dapat diubah dan Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku". (29)

    Ayat Q.S. Qaf: 29 memiliki struktur kalimat yang jelas, dengan dua klausa utama: "مَا يُبَدَّلُ القَوْلُ لَدَيَّ" (Keputusan-Ku tidak dapat diubah) dan "وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ" (Dan Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku). Kalimat ini dimulai dengan penegasan bahwa keputusan Allah adalah mutlak dan tidak bisa diganggu gugat, menggunakan kata "مَا" yang berarti penegasan. Kemudian, klausa kedua menggunakan bentuk negatif "مَا" lagi untuk menegaskan bahwa Allah tidak berlaku zalim terhadap hamba-hamba-Nya. Struktur ini menggambarkan sifat mutlak dan adil dari keputusan Allah yang tidak tergoyahkan dan tidak menzhalimi.

    Dari perspektif retorika, ayat ini memanfaatkan teknik penegasan (ta’kid) dengan penggunaan dua bentuk negatif "مَا" yang memperkuat makna. Kalimat pertama menggunakan bentuk pasif "يُبَدَّلُ" untuk menekankan bahwa keputusan Allah tidak bisa diubah oleh siapapun. Kata "لَدَيَّ" menunjukkan kekuasaan absolut Allah atas segala keputusan, mempertegas posisi-Nya sebagai penguasa yang tidak bisa diganggu gugat. Sementara itu, klausa kedua memperkenalkan klausa negatif untuk menegaskan sifat adil Allah, dengan menggunakan ungkapan "أَنَا" sebagai subjek yang menunjukkan kehadiran pribadi Allah yang menjamin tidak ada kedzaliman terhadap hamba-Nya.

    Kata "يُبَدَّلُ" berarti "dapat diubah," yang menegaskan bahwa keputusan Allah tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Ini menunjukkan sifat keputusannya yang kekal dan tidak terpengaruh oleh apapun. Kemudian, "ظَلَّامٍ" yang berarti zalim, diikuti oleh "لِّلْعَبِيدِ" yang berarti hamba-hamba-Nya, memberikan pemahaman bahwa meskipun Allah memiliki kekuasaan mutlak, Dia tetap adil dan tidak akan mendzalimi siapapun. Keseluruhan ayat ini mengandung makna bahwa Allah adalah penguasa yang bijaksana dan adil, dimana keputusan-Nya pasti dilaksanakan tanpa ada kesalahan atau kezaliman.

    Ayat ini mengandung dua simbol utama. Pertama, kata "القَوْلُ" (keputusan) merujuk pada simbol kekuasaan dan ketetapan, menggambarkan sesuatu yang pasti dan tidak dapat diubah. Ini menandakan bahwa keputusan Allah adalah simbol otoritas tertinggi dalam kosmos. Kedua, "ظَلَّامٍ" (zalim) adalah simbol yang bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Adil. Penggunaan negatif pada "ظَلَّامٍ" menandakan bahwa tidak ada unsur kezaliman dalam tindakan Allah, menggambarkan Allah sebagai entitas yang tidak bisa salah dalam menilai atau bertindak terhadap makhluk-Nya. Keseluruhan ayat ini menjadi simbol keadilan dan ketetapan Tuhan yang sempurna.

    Pandangan Ulama Tafsir

    Fakhrur Raziy dalam tafsirnya, Al-Tafsir al-Kabir, menjelaskan bahwa ayat ini mengandung makna bahwa keputusan Allah bersifat mutlak dan tidak bisa diubah oleh siapapun. Hal ini menunjukkan keteguhan dan kepastian dalam takdir Allah, yang tidak tergoyahkan oleh apapun. Allah menetapkan ketentuan-Nya sesuai dengan hikmah dan keadilan-Nya yang sempurna, tanpa ada kemungkinan perubahan atau pembatalan.

    Petunjuk ayat ini juga mengingatkan umat manusia bahwa Allah adalah hakim yang adil dan tidak mungkin berlaku zalim. Fakhrur Raziy menegaskan bahwa ketidakberubahan keputusan Allah mengimplikasikan bahwa setiap ketentuan-Nya bersifat tetap dan penuh pertimbangan yang adil. Konsep ini memperkuat keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, baik itu kebahagiaan atau kesulitan, adalah bagian dari takdir yang telah Allah tentukan dengan penuh keadilan.

    Sayyid Qutb, dalam tafsir Fi Zilal al-Qur'an, menekankan bahwa ayat ini menggambarkan keabadian dan keadilan keputusan Allah. Bagi Qutb, ayat ini menunjukkan bahwa keputusan Allah adalah final, tidak dapat diganggu gugat oleh apapun atau siapapun. Keputusan-Nya tidak dapat dibatalkan atau diubah, karena setiap takdir yang ditentukan-Nya memiliki hikmah dan tujuan yang lebih besar untuk umat manusia.

    Qutb juga menyoroti bahwa "Aku tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku" mengandung makna bahwa segala yang Allah tentukan untuk umat-Nya adalah berdasarkan keadilan yang mutlak. Allah tidak akan pernah menzhalimi hamba-Nya, bahkan dalam keadaan yang tampak penuh ujian sekalipun. Ini menciptakan pemahaman bahwa meskipun manusia menghadapi cobaan atau penderitaan, itu semua adalah bagian dari rencana Allah yang lebih besar, yang penuh dengan keadilan dan kebijaksanaan.

     Tegas dan Berkeadilan

    Keputusan yang tidak bisa diubah dan tidak ada penzhaliman dalam ayat ini sangat relevan dengan prinsip pendidikan yang berkeadilan dan tegas. Pendidikan harus dijalankan dengan penuh keteguhan dan tanpa diskriminasi, menciptakan keadilan bagi setiap individu tanpa membedakan latar belakang atau status sosial. Dalam konteks pembelajaran, ketegasan dalam aturan dan penilaian sangat penting agar tidak ada perlakuan yang tidak adil, yang bisa merugikan peserta didik.

    Allah sebagai hakim yang tidak berlaku zalim, mengajarkan bahwa setiap tindakan harus dilakukan dengan adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam dunia pendidikan, hal ini mengajak pendidik untuk memberikan penilaian yang adil berdasarkan usaha dan kemampuan masing-masing peserta didik, tanpa ada keberpihakan. Selain itu, ketegasan dalam memberikan keputusan juga diperlukan dalam menjaga aturan yang berlaku, sehingga menciptakan sistem yang transparan dan dapat dipercaya oleh semua pihak.

    Keputusan yang tidak bisa diubah oleh apapun, sebagaimana yang ditekankan dalam ayat ini, juga menuntut kita untuk tetap teguh dan konsisten dalam menjalankan kebijakan pendidikan. Setiap keputusan yang diambil oleh pendidik harus didasarkan pada pertimbangan yang matang dan penuh hikmah, serta tidak tergoyahkan oleh faktor eksternal. Dengan demikian, pendidikan dapat berjalan dengan prinsip keadilan, kejujuran, dan transparansi, yang mendukung pembentukan karakter dan kualitas generasi penerus yang beradab dan adil.

    Epilog

    Ketegasan dan keadilan dalam pendidikan adalah landasan untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan. Seperti yang tercermin dalam Surah Qaf ayat 29, keputusan yang adil dan tidak berubah adalah prinsip yang seharusnya diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan. Tidak ada seorang pun yang seharusnya dizalimi dalam memperoleh hak pendidikan. Oleh karena itu, kita sebagai bagian dari masyarakat memiliki tanggung jawab untuk terus memperjuangkan keadilan di dunia pendidikan, agar setiap anak bangsa dapat meraih masa depan yang cerah tanpa adanya ketidakadilan