Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd. I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Prolog
Perkembangan teori pendidikan telah mengalami perjalanan panjang, dari pandangan klasik hingga pendekatan modern yang lebih beragam. Di masa lalu, pendidikan lebih mengutamakan pengajaran tradisional, dengan penekanan pada penghafalan dan penerimaan fakta secara pasif. Namun, dengan kemajuan zaman dan pemikiran yang lebih kritis, muncul berbagai teori baru yang menekankan pentingnya kreativitas, interaksi sosial, serta pemikiran kritis dalam proses belajar. Teori konstruktivisme yang dipelopori oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky, misalnya, mengajarkan bahwa pengetahuan dibangun melalui pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungan.
Begitu pula teori-teori humanistik seperti yang dicontohkan oleh Abraham Maslow dan Carl Rogers, yang menekankan pentingnya aspek emosional dan kebutuhan psikologis dalam proses pendidikan. Semua perkembangan ini memiliki tujuan yang sama, yakni menciptakan individu yang berpikir kritis dan dapat menghadapi tantangan kehidupan dengan bijak. Namun, ada satu aspek yang tidak boleh dilupakan dalam setiap teori pendidikan, yaitu pentingnya kebenaran sebagai dasar dalam segala proses pembelajaran. Ketika kebenaran itu ditolak atau diabaikan, sebagaimana tertulis dalam firman Allah, “Bahkan, mereka mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya. Maka, mereka berada dalam keadaan kacau balau” (QS. Al-Mulk: 5). Ayat ini menggambarkan bahwa ketika seseorang menolak kebenaran, mereka akan kehilangan arah dalam pencarian ilmu dan kehidupan.
Tinjauan Bahasa
بَلْ كَذَّبُوْا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاۤءَهُمْ فَهُمْ فِيْٓ اَمْرٍ مَّرِيْجٍ ٥
Terjemahnya: "Bahkan, mereka mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya. Maka, mereka berada dalam keadaan kacau balau" (5).
Pada ayat ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu klausa "Bahkan, mereka mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya" dan "Maka, mereka berada dalam keadaan kacau balau". Dalam struktur ini, kalimat pertama menggambarkan tindakan penolakan terhadap kebenaran yang disampaikan, sedangkan kalimat kedua menjelaskan dampak dari penolakan tersebut. Terdapat juga penggunaan partikel "bal" yang berfungsi menegaskan dan menguatkan penolakan tersebut. Struktur ini mencerminkan hubungan sebab-akibat: penolakan terhadap kebenaran membawa konsekuensi berupa kerusakan atau kekacauan dalam kehidupan mereka.
Ayat ini menggunakan gaya bahasa yang efektif dan kuat. Istilah "kacau balau" (مَرِيْجٍ) dalam bahasa Arab memiliki makna ketidakstabilan atau kerusakan yang mendalam, menggambarkan keadaan mental dan sosial mereka yang hancur akibat penolakan terhadap kebenaran. Penggunaan kalimat pendek dan langsung menambah kesan tegas dan kuat, memperkuat pesan moral bahwa penolakan terhadap kebenaran dapat merusak segalanya. Di sini juga terdapat kontras antara kebenaran yang datang dan respon yang berupa penolakan, yang memperjelas dampak buruknya.
Makna ayat ini menggambarkan hubungan antara kebenaran dan reaksi manusia terhadapnya. "Kebenaran" dalam ayat ini merujuk pada wahyu atau petunjuk ilahi yang datang kepada manusia. Penolakan terhadap kebenaran menunjukkan ketidaksiapan atau ketidakmampuan untuk menerima realitas yang disampaikan. Akibat dari penolakan ini adalah "kacau balau", yang tidak hanya merujuk pada kerusakan fisik, tetapi juga pada kekacauan dalam pikiran dan hati mereka. Ayat ini menggambarkan kerusakan yang lebih besar dari sekadar penolakan terhadap sebuah ide atau ajaran.
Ayat ini menggunakan tanda-tanda linguistik untuk menyampaikan pesan moral yang mendalam. Kata "kebenaran" (الْحَقِّ) berfungsi sebagai simbol untuk ajaran yang benar, sedangkan "kacau balau" (مَرِيْجٍ) berfungsi sebagai simbol untuk kondisi yang disebabkan oleh penolakan terhadap kebenaran tersebut. Tanda-tanda ini menciptakan hubungan simbolik yang menunjukkan bahwa penolakan terhadap kebenaran tidak hanya mempengaruhi individu secara pribadi, tetapi juga berimplikasi pada ketidakstabilan sosial dan mental. Oleh karena itu, ayat ini menjadi sebuah peringatan akan akibat buruk dari menutup diri terhadap kebenaran yang datang.
Penafsiran Ulama
Sayyid Qutb, dalam tafsirnya Fi Zilal al-Quran, mengartikan ayat ini sebagai kritik terhadap sikap orang-orang yang menolak kebenaran wahyu dan pesan Allah. Menurutnya, penolakan ini adalah bentuk kebodohan yang menyebabkan mereka berada dalam kebingungan dan kerusakan moral. "Mereka mendustakan kebenaran ketika datang kepada mereka" merujuk pada sikap menutup diri dari ajaran Islam yang hakiki, bahkan ketika ia sudah jelas dan datang dengan petunjuk yang terang. Hal ini, menurut Qutb, mengakibatkan mereka berada dalam keadaan amr marij (kacau balau), yaitu kondisi spiritual dan sosial yang penuh dengan keraguan, kerusakan, dan ketidakpastian.
Qutb juga menyoroti bahwa masyarakat yang menolak kebenaran tidak hanya akan mengalami kekacauan dalam hidup mereka sendiri, tetapi juga membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar mereka. Mereka terjebak dalam lingkaran kebingungan yang tidak bisa dipecahkan tanpa menerima petunjuk Ilahi. Ini menjadi peringatan bahwa menolak kebenaran bukan hanya akan merusak individu, tetapi juga akan merusak tatanan sosial secara keseluruhan.
Al-Maraghi memberikan penjelasan yang lebih sistematis mengenai ayat ini. Ia menyatakan bahwa ayat ini mengungkapkan keadaan orang-orang yang menolak kebenaran, yaitu wahyu yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Ketika mereka mendustakan kebenaran, mereka berada dalam kondisi yang penuh dengan keraguan dan kebingungan (marij), karena mereka menentang sesuatu yang hak dan jelas. Menurut al-Maraghi, kata marij mengandung makna kekacauan pikiran dan perasaan yang muncul akibat penolakan terhadap kebenaran.
Al-Maraghi juga menekankan bahwa orang-orang yang mendustakan wahyu akan kehilangan arah hidup mereka, serta terjebak dalam kerusakan sosial dan moral. Hal ini menunjukkan bahwa menolak kebenaran bukan hanya merugikan individu, tetapi juga berbahaya bagi komunitas secara keseluruhan. Dengan demikian, pesan ayat ini adalah bahwa masyarakat yang menolak kebenaran akan jatuh ke dalam kekacauan yang tidak dapat diatasi tanpa kembali kepada prinsip-prinsip wahyu yang benar.
Konsep Pendidikan
Dalam konteks pendidikan modern, penafsiran Sayyid Qutb dan al-Maraghi terhadap ayat ini bisa dikaitkan dengan pentingnya penerimaan terhadap kebenaran sebagai dasar pembentukan karakter dan pembangunan masyarakat. Kedua tafsir ini mengingatkan kita bahwa penolakan terhadap kebenaran, yang dalam konteks pendidikan berarti mengabaikan nilai-nilai moral dan etika yang seharusnya diajarkan dalam pendidikan, dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri individu dan masyarakat.
Pendidikan modern seringkali berfokus pada pencapaian akademis dan keterampilan teknis, namun tanpa dasar moral yang kuat, individu akan kehilangan arah hidup dan mudah terjebak dalam kebingungan. Oleh karena itu, konsep pendidikan yang mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dan moral, sebagaimana disarankan oleh kedua tafsir ini, sangat relevan dalam mengatasi tantangan sosial dan pribadi yang dihadapi generasi sekarang.
Pendidikan yang hanya berfokus pada aspek intelektual dan praktikal tanpa memperhatikan pembentukan karakter akan menghasilkan individu yang "kacau" dalam hal nilai dan tujuan hidup, sebagaimana yang digambarkan dalam ayat ini. Dengan demikian, pendidikan yang berorientasi pada kebenaran yang hakiki, baik dalam konteks agama maupun moralitas, sangat penting dalam membentuk masyarakat yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga bijaksana dan seimbang dalam kehidupan.
Epilog
Ketika kebenaran dalam pendidikan ditanggapi dengan skeptisisme atau bahkan penolakan, seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut, proses pembelajaran menjadi terhambat dan tidak efektif. Pendidikan yang benar seharusnya membawa individu pada pemahaman yang lebih dalam tentang nilai-nilai kebenaran, yang pada gilirannya dapat menciptakan masyarakat yang lebih bijaksana dan terarah. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang menanamkan kebenaran sebagai dasar moral dan spiritual dalam kehidupan.
0 komentar