Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Prolog
Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin pesat, umat manusia kian dihadapkan pada tantangan untuk menemukan keseimbangan dalam kehidupan spiritual. Salah satu dimensi penting yang mulai digali dalam dunia keilmuan adalah kecerdasan spiritual. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan untuk berhubungan dengan dimensi spiritual dalam hidup, mengarahkan diri kepada Tuhan, dan menumbuhkan rasa syukur serta ketenangan batin. Teori-teori terbaru tentang kecerdasan spiritual menekankan pentingnya ritus-ritus harian seperti berdoa, bertafakur, dan bertasbih sebagai sarana untuk menenangkan jiwa dan memperkuat iman.
Sebuah ilustrasi menarik dapat ditemukan dalam kebiasaan banyak orang yang kini mengintegrasikan kegiatan bertasbih ke dalam rutinitas mereka, baik pada siang hari maupun malam hari, guna mencapai ketenangan dan kedamaian. Fenomena ini selaras dengan petunjuk dalam Surah Qaf ayat 40 yang mengajarkan umat untuk senantiasa mengingat Tuhan, baik pada sebagian malam hari maupun setelah melaksanakan salat. Konsep ini tidak hanya relevan dalam konteks agama, tetapi juga mendalam dalam pendekatan ilmiah terhadap pengembangan kecerdasan spiritual yang mendalam.
Analisis Kebahasaan
وَمِنَ الَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَاَدْبَارَ السُّجُوْدِ ٤٠
Terjemahnya: "Bertasbihlah pula kepada-Nya pada sebagian malam hari dan setiap selesai salat."(40)
Struktur kalimatnya sederhana namun penuh makna, dengan penggunaan kata kerja imperatif "fasabbih" (bertasbihlah), yang menunjukkan kewajiban atau anjuran. Frase "wa adbaara as-sujud" (dan setiap selesai salat) mengarahkan pada ritual salat, menciptakan kaitan yang kuat antara ibadah dan pujian kepada Allah. Kata "min al-layl" (pada sebagian malam) menunjukkan waktu yang spesifik untuk berzikir, yakni saat malam, memberi penekanan pada kesendirian dan ketenangan dalam beribadah.
Retorika dalam ayat ini menonjolkan urgensi dan keindahan dalam berzikir kepada Allah. Kata "fasabbih" memiliki kesan mendalam, mengajak orang untuk tidak hanya berbicara atau berdoa, tetapi untuk merenung dan mendedikasikan waktu pada-Nya. Penggunaan malam dan waktu setelah salat memberi efek dramatis, menyoroti pentingnya ibadah di waktu yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk dunia. Metafora “adbaara as-sujud” menghubungkan salat dengan ketundukan spiritual, menjadikan ayat ini seolah menyiratkan bahwa ibadah haruslah kontinu dan berkelanjutan, baik dalam bentuk fisik maupun rohani.
Ayat ini menunjukkan pentingnya hubungan terus-menerus antara manusia dan Allah melalui pujian (tasbih). Kata "fasabbih" memiliki makna tidak hanya memuji tetapi juga menyucikan Allah dari segala kekurangan. Istilah "adbaara as-sujud" mengarah pada aktivitas setelah salat yang menggambarkan kedalaman spiritual dalam ibadah. Waktu malam dipilih karena suasana yang lebih tenang dan hening, sehingga mempermudah fokus pada ibadah. Keseluruhan ayat mengandung pesan bahwa ibadah tidak terbatas pada waktu salat saja, tetapi harus dilanjutkan dengan tasbih yang mendalam, memuliakan Allah dalam kehidupan sehari-hari.
Kata "fasabbih" dapat dilihat sebagai tanda dari tindakan spiritual yang mendalam. Simbol malam dalam ayat ini mengandung makna kegelapan fisik yang menyimbolkan ketenangan batin, sedangkan salat adalah tanda dari ketundukan fisik dan spiritual. "Adbaara as-sujud" menjadi simbol dari gerakan tubuh dan jiwa yang senantiasa terhubung dengan Allah. Secara keseluruhan, ayat ini menggunakan tanda-tanda waktu, tindakan, dan ketenangan untuk mengomunikasikan pentingnya kontinyuitas dalam beribadah, memperkuat hubungan antara manusia dan Tuhan, bahkan di luar waktu salat formal.
Keterangan Ulama Tafsir
Menurut Mutawalli Sya'rawi, ayat ini mengandung ajakan untuk menyucikan Allah dengan bertasbih pada malam hari dan setelah salat. Hal ini dimaksudkan agar seorang hamba tidak hanya mengingat Allah pada saat salat, tetapi juga mengingat-Nysecara terus-menerus, bahkan pada waktu-waktu yang sepi, seperti malam hari. Pada malam hari, ketika manusia lebih cenderung untuk melakukan aktivitas spiritual, Allah mendorong umat-Nya untuk bertasbih, yaitu mengingat-Nya dengan hati yang penuh keikhlasan dan ketenangan.
Sya'rawi mengemukakan bahwa bertasbih setelah salat juga penting sebagai cara untuk menutup salat dengan dzikir dan pujian kepada Allah. Dzikir ini menyempurnakan salat, dan dengan demikian, seorang hamba dapat merasakan kedekatan yang lebih mendalam dengan Tuhannya. Di sisi lain, bertasbih di malam hari menunjukkan ketulusan seorang hamba dalam menjalin hubungan dengan Allah, di luar ritual yang diwajibkan. Pada saat malam yang hening, seseorang bisa lebih fokus dan khusyuk dalam beribadah.
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menekankan bahwa ayat ini menunjukkan pentingnya mengingat Allah di luar kewajiban salat. Menurutnya, perintah untuk bertasbih pada sebagian malam hari mengandung makna bahwa waktu malam adalah waktu yang lebih tepat untuk melakukan ibadah yang lebih mendalam. Malam adalah waktu ketika manusia lebih tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan dunia, dan lebih fokus untuk berkomunikasi dengan Allah.
Shihab juga menyatakan bahwa bertasbih setelah salat adalah cara yang sangat efektif untuk memperkuat ikatan spiritual seseorang dengan Allah. Dengan berzikir, seorang hamba tidak hanya menyelesaikan salat dengan baik, tetapi juga meningkatkan kualitas hubungan batinnya dengan Allah. Salat dan dzikir yang dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan keikhlasan akan menumbuhkan kedamaian hati dan ketenangan jiwa.
Kecerdasan Spritual
Teori kecerdasan spiritual, sebagaimana dikembangkan oleh banyak tokoh, berfokus pada pengembangan kemampuan individu untuk memahami makna hidup, tujuan hidup, serta hubungan dengan Tuhan. Kecerdasan spiritual ini menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang karena memberikan arah dan kedamaian dalam menghadapi tantangan hidup.
Penafsiran ayat Q.S. Qaf ayat 40 oleh Mutawalli Sya'rawi dan M. Quraish Shihab mengandung esensi yang sangat relevan dengan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual berfungsi untuk memperkaya dimensi spiritual manusia, tidak hanya dalam aspek ritual, tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan. Bertasbih di malam hari dan setelah salat merupakan cara untuk membangun kedekatan yang lebih dalam dengan Tuhan, yang akan memberikan ketenangan jiwa dan bimbingan dalam setiap langkah kehidupan.
Dengan melibatkan dimensi spiritual ini, individu dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan material dan spiritual. Kecerdasan spiritual akan mendukung seseorang untuk menghadapi kehidupan dengan bijak dan sabar, serta memberikan rasa kedamaian batin yang sangat dibutuhkan dalam dunia yang penuh tantangan ini. Dalam konteks ini, ayat ini tidak hanya mengajarkan pentingnya dzikir, tetapi juga membangun kesadaran spiritual yang mendalam, yang sangat urgen bagi perkembangan diri manusia di masa kini.
Epilog
Pentingnya bertasbih, baik di siang maupun malam hari, bukan hanya sebuah ajaran ritual dalam agama, tetapi juga merupakan manifestasi dari pencapaian kecerdasan spiritual yang tinggi. Surah Qaf ayat 40 mengingatkan kita untuk selalu menyisihkan waktu untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, baik saat malam hari maupun setelah salat. Dalam perspektif modern, ini adalah upaya untuk merawat batin, menumbuhkan kesadaran diri, dan menyeimbangkan kehidupan duniawi dengan nilai-nilai spiritual. Sebuah perjalanan yang memberikan ketenangan, kedamaian, dan kekuatan dalam menghadapi segala ujian hidup.
0 komentar