BLANTERORBITv102

    INTEGRASI KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPRITUAL (Q.S. QAF: 39)

    Selasa, 25 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Di era perkembangan pendidikan yang terus melaju pesat, kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) semakin mendapat perhatian besar dalam membentuk karakter manusia. Pendidikan tidak hanya diukur dari kemampuan kognitif semata, tetapi juga bagaimana seseorang mampu mengelola emosinya dan menjalani kehidupan dengan kedamaian hati. Kecerdasan emosional, seperti kesabaran, menjadi kunci untuk menghadapi tantangan, baik dalam interaksi sosial maupun dalam menghadapi kesulitan hidup. Di sisi lain, kecerdasan spiritual mengajarkan pentingnya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta melalui dzikir dan ibadah yang penuh keikhlasan, seperti yang ditekankan dalam ajaran Al-Qur’an.

    Ilustrasi terkini menggambarkan bahwa dalam pendidikan, kesabaran diukur bukan hanya saat menghadapi ujian, tetapi juga dalam mengelola emosi dalam diri siswa dan guru. Teori-teori kecerdasan emosional kini merambah ke dalam kurikulum, dengan pendekatan yang lebih humanis dan spiritual. Pada saat yang bersamaan, ayat dalam Surah Qaf (39) menuntun kita untuk bersabar dan bertasbih dalam keseharian kita, menciptakan kedamaian hati yang penting dalam proses belajar dan mengajar. Ayat ini relevan sebagai pedoman dalam membangun ketenangan batin di tengah kehidupan yang penuh dinamika.

    Kajian Bahasa

    فَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُوْلُوْنَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوْبِ ۝٣٩

    Terjemahnya: "Maka, bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah seraya bertahmid (memuji) Tuhanmu sebelum terbit dan terbenamnya matahari".(39)

    Secara struktural, ayat ini terdiri dari dua bagian utama: pertama, perintah sabar terhadap cercaan orang-orang yang menentang, dan kedua, perintah untuk bertasbih serta memuji Tuhan pada waktu-waktu tertentu. Frasa "sebelum terbit dan terbenamnya matahari" menunjukkan waktu yang tepat untuk melakukan zikir, yakni fajar dan sore. Kalimat ini bersifat memberi ketenangan kepada Nabi Muhammad, memberikan harapan agar tetap tegar dalam menghadapi tantangan. Struktur ayat ini secara jelas mengarahkan kepada praktik ibadah yang menenangkan jiwa.

    Ayat 39 ini memanfaatkan penggunaan gaya bahasa yang memberi kedalaman makna. Perintah untuk bersabar dihubungkan dengan kalimat yang lebih lembut, yaitu bertasbih dan bertahmid, yang menggambarkan kesabaran bukan hanya dalam bentuk diam, tetapi juga melalui tindakan yang positif. Penggunaan kata "faṣbir" (maka bersabarlah) memberi nuansa perintah yang penuh harapan dan kesungguhan. Perintah bertasbih dengan mengucapkan pujian kepada Tuhan menunjukkan bahwa sabar tidak hanya bersifat pasif, tetapi aktif dengan meningkatkan hubungan spiritual. Waktu sebelum matahari terbit dan tenggelam menggambarkan waktu yang penuh keberkahan dan kesunyian untuk beribadah.

    Ayat ini menekankan dua konsep penting: kesabaran dan zikir. Kata "sabir" (bersabar) mengandung makna keteguhan dan ketahanan menghadapi kesulitan, dalam hal ini cercaan dan perlawanan dari orang-orang kafir. Zikir di sini, yang dilambangkan dengan "tasbih" dan "tahmid," bukan hanya sekedar ucapan, tetapi merupakan bentuk penghambaan dan pengingat akan kebesaran Tuhan. Waktu yang disebutkan, "sebelum terbit dan terbenamnya matahari," memiliki makna bahwa ibadah pada waktu-waktu tertentu memiliki kedudukan istimewa dan membawa ketenangan jiwa. Waktu-waktu tersebut merupakan simbol keheningan di mana seorang hamba dapat merasakan kedekatannya dengan Tuhan.

    Di dalam ayat ini terdapat tanda-tanda yang menunjukkan hubungan antara hamba dan Tuhan. "Bersabarlah" menjadi tanda keteguhan dalam menghadapi tantangan duniawi, sementara "tasbih" dan "tahmid" menjadi tanda pengakuan dan pengagungan terhadap Tuhan yang Maha Kuasa. Waktu sebelum matahari terbit dan tenggelam berfungsi sebagai tanda spesifik bagi momen sakral yang mengandung ketenangan dan kedekatan dengan Tuhan. Pemilihan waktu tersebut juga menjadi kode yang mengajak umat Islam untuk menyiapkan diri melalui ibadah di waktu-waktu yang penuh berkah. Ayat ini menyampaikan pesan bahwa ketenangan spiritual hanya dapat tercapai dengan kesabaran dan hubungan yang kuat dengan Tuhan melalui zikir.

    Keterangan Ulama Tafsir

    At-Tabari dalam tafsirnya menekankan bahwa ayat ini turun sebagai bentuk penghiburan bagi Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi fitnah dan cemoohan dari kaum kafir Quraisy. Ketika mereka mencemoohkan wahyu yang dibawa Nabi, Allah memerintahkan Nabi untuk bersabar menghadapi mereka. Sabarnya Nabi diartikan sebagai ketahanan dalam menghadapi tuduhan dan cobaan yang datang dari luar, dan bukan berarti bersabar dalam kondisi pasif, melainkan melalui aktivitas yang positif seperti bertasbih.

    Menurut At-Tabari, sabar di sini adalah ketekunan dalam menjalankan tugas dakwah meski berbagai tantangan datang bertubi-tubi. Ia juga menghubungkan sabar ini dengan penguatan spiritual, yang tercermin dari kalimat "bertasbih dengan memuji Tuhanmu." Artinya, bertasbih adalah bentuk penguatan mental dan rohani untuk tetap teguh dalam menjalani peran sebagai utusan Tuhan. At-Tabari juga menyoroti bahwa waktu sebelum terbit dan terbenamnya matahari (waktu subuh dan maghrib) adalah waktu-waktu yang sangat utama untuk berdoa, bersabar, dan mengingat Tuhan. Waktu-waktu tersebut membawa ketenangan dan kedamaian jiwa.

    Al-Qurtubi memberikan penjelasan yang mendalam mengenai sabar dalam konteks ayat ini. Menurutnya, kesabaran yang dimaksud bukan hanya pada diri Nabi Muhammad SAW, tetapi juga kepada umat Islam yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam dakwah. Al-Qurtubi berpendapat bahwa ayat ini mengajarkan umat untuk tetap teguh dalam menghadapi ujian dan kritik, serta menjaga kualitas spiritual melalui bertasbih.

    Al-Qurtubi juga mengaitkan perintah untuk bertasbih dengan pengakuan akan kebesaran Allah dan pengakuan terhadap kekuatan Tuhan yang lebih besar dari segala fitnah atau ujian. Waktu-waktu yang disebutkan dalam ayat (sebelum terbit dan terbenamnya matahari) menunjukkan pentingnya kesungguhan dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Al-Qurtubi menyarankan umat untuk memanfaatkan waktu-waktu ini untuk memperbaiki diri, berdoa, dan memperbaharui kesabaran dalam menghadapi tantangan hidup.

    Relevansinya dengan Pendidikan Modern

    Surah Qaf ayat 39 memiliki relevansi yang kuat dengan perkembangan teori kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dalam pendidikan. Kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan kemampuan individu dalam mengelola dan mengendalikan emosi, seperti halnya sabar dalam menghadapi ujian atau tantangan, yang merupakan bagian dari pengelolaan emosi. Dalam pendidikan, sabar menjadi elemen penting dalam menghadapi stres atau tekanan belajar, baik oleh guru maupun siswa. Mengajarkan anak untuk sabar dan tegar dalam menghadapi masalah sehari-hari menciptakan karakter yang kuat dalam diri mereka, yang akan membantu mereka mencapai kesuksesan.

    Sementara itu, kecerdasan spiritual mengarah pada pemahaman dan kedekatan dengan Tuhan, yang bisa diwujudkan dalam praktik ibadah seperti bertasbih. Dalam konteks pendidikan, mengajarkan anak untuk memanfaatkan waktu untuk bertasbih atau berdoa sebagai cara mendekatkan diri kepada Tuhan dapat menciptakan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi. Pendidikan spiritual yang berbasis pada bertasbih juga dapat membantu siswa untuk lebih tenang dalam menghadapi masalah, memelihara ketenangan batin, serta memiliki tujuan hidup yang lebih jelas.

    Intinya, Surah Qaf ayat 39 mengajarkan pentingnya kesabaran dan ibadah sebagai fondasi yang kokoh untuk menghadapi tantangan hidup, yang sangat relevan dengan perkembangan teori kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam pendidikan modern.

    Epilog

    Petunjuk dalam Surah Qaf ayat 39 mengingatkan kita untuk selalu bersabar dan menjaga kedamaian jiwa. Dalam pendidikan, kesabaran menjadi fondasi bagi keberhasilan dalam membentuk karakter. Sementara itu, bertasbih, seperti yang ditekankan dalam ayat tersebut, bukan hanya tentang melafalkan kata-kata pujian, tetapi juga tentang menghidupkan spiritualitas dalam setiap langkah kehidupan. Dalam konteks ini, kecerdasan emosional dan spiritual saling mendukung, menciptakan lingkungan pendidikan yang penuh makna, harmonis, dan penuh kasih