BLANTERORBITv102

    PENDIDIKAN YANG IDEAL MEWUJUDKAN MUKMIN SEJATI (KAJIAN Q.S. AL-HUJURAT: 15)

    Kamis, 20 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag.,M.Pd.I

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Mukmin sejati terintegrasi antara pemahaman dan tindakan amal saleh merupakan fondasi utama dalam menciptakan pribadi yang tidak hanya memahami ajaran agama, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini sejalan dengan pendidikan modern yang mengedepankan pembentukan karakter, keterampilan, dan pengetahuan secara holistik. Seorang mukmin sejati memahami bahwa ilmu dan amal saleh adalah dua sisi yang tidak terpisahkan; pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama harus tercermin dalam tindakan yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam konteks pendidikan modern, hal ini mengajak setiap individu untuk mengintegrasikan iman, nilai-nilai moral, dan spiritual dalam dunia akademis serta sosial, membentuk generasi yang cerdas, berakhlak, dan bertanggungjawab.

    Surah Al-Hujurat, ayat 15, menggambarkan ciri-ciri orang mukmin yang sejati menurut pandangan Islam. Ayat ini menegaskan bahwa keimanan yang tulus tidak hanya terbatas pada pengakuan verbal semata, tetapi juga tercermin dalam tindakan nyata berupa keyakinan yang tidak ragu, serta pengorbanan harta dan jiwa untuk jalan Allah. Dalam konteks pendidikan, ayat ini memberikan pemahaman tentang nilai-nilai yang seharusnya diterapkan dalam pengembangan karakter dan spiritualitas seseorang. Penafsiran ayat ini juga relevan dalam pembentukan individu yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip dan idealisme dalam kehidupan.

    Tinjauan Kebahasaan Q.s. Al-Hujurat: 15

    اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ

    Terjemahnya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin (yang sebenarnya) hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang benar."

    Ayat ini terdiri dari klausa utama yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin sejati adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, tidak ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah. Klausa ini diakhiri dengan penegasan bahwa mereka adalah orang-orang yang benar. Struktur kalimat ini menekankan urutan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi mukmin sejati, dimulai dari iman, diikuti dengan keteguhan hati, dan diakhiri dengan tindakan nyata berupa jihad.

    Kata "mukmin" dalam ayat ini merujuk pada individu yang memiliki iman yang kuat dan tidak ragu terhadap Allah dan Rasul-Nya. "Jihad" di sini berarti perjuangan dengan harta dan jiwa di jalan Allah, menunjukkan komitmen dan pengorbanan. Frasa "mereka itulah orang-orang benar" menegaskan bahwa kebenaran sejati terletak pada mereka yang memenuhi kriteria tersebut. Secara semantik, ayat ini menggambarkan karakteristik ideal seorang mukmin yang tidak hanya beriman, tetapi juga menunjukkan keteguhan dan kesungguhan dalam perjuangan di jalan Allah.

    Dalam analisis semiotika, kata "mukmin" berfungsi sebagai tanda yang menunjukkan identitas spiritual seseorang. "Jihad" menjadi tanda tindakan konkret yang membuktikan iman dan keteguhan hati. Frasa "mereka itulah orang-orang benar" berfungsi sebagai penanda status atau pengakuan atas kebenaran yang dimiliki individu tersebut. Secara keseluruhan, ayat ini menggunakan tanda-tanda linguistik untuk menyampaikan pesan bahwa iman yang sejati tidak hanya terletak pada keyakinan, tetapi juga pada tindakan nyata dan pengorbanan di jalan Allah, yang membedakan orang-orang mukmin sejati dari yang lainnya.

    Uraian

    Al-Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan ciri-ciri orang beriman yang sejati, yaitu mereka yang benar-benar meyakini Allah dan Rasul-Nya tanpa keraguan sedikit pun (lam yaritabu). Selain itu, mereka yang berjihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah merupakan tanda keimanan yang mendalam. Al-Qurtubi menegaskan bahwa orang-orang yang memiliki sifat ini adalah mereka yang benar-benar jujur dalam imannya (al-Sadiqun), karena keimanan mereka dibuktikan dengan tindakan nyata dalam kehidupan.

    Mirip dengan al-Qurtubi, menurut At-Tabari, ayat ini menjelaskan bahwa hanya orang yang memiliki keyakinan yang kokoh terhadap Allah dan Rasul-Nya serta tidak ragu sedikit pun yang disebut sebagai orang beriman sejati. Lebih lanjut, beliau menyatakan bahwa jihad dengan harta dan jiwa adalah bukti keimanan yang sesungguhnya. At-Tabari juga mengaitkan sifat al-Sadiqun (orang yang benar) dengan integritas yang muncul dari tindakan mereka yang konsisten dengan iman dan keyakinan yang benar.

    Ayat ini mengandung pesan yang sangat penting mengenai hakikat keimanan dan cara menjadi seorang mukmin sejati. Pada dasarnya, ada tiga ciri utama yang dijelaskan dalam ayat ini. Pertama, mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Keimanan yang dimaksud di sini bukanlah keimanan yang sekadar mengikuti, tetapi sebuah keyakinan yang mendalam yang menjadikan Allah dan Rasul sebagai pusat hidup. Dalam konteks pendidikan, hal ini mengajarkan kepada kita untuk memiliki dasar nilai yang kuat, yaitu kebenaran dan petunjuk Ilahi, yang menjadi acuan dalam bertindak dan berinteraksi dengan sesama.

    Kedua, orang-orang yang tidak ragu-ragu dalam imannya. Keteguhan hati ini sangat penting dalam dunia pendidikan modern. Seorang pelajar atau pendidik harus memiliki keyakinan yang kokoh dalam menjalankan proses belajar, meski tantangan datang dari berbagai arah. Ketidakragu-raguan ini mencerminkan sikap percaya diri dan ketegasan dalam memilih dan menjalani jalan yang telah diyakini. Ini sejalan dengan konsep pendidikan karakter yang mengajarkan tentang integritas dan konsistensi.

    Ketiga, mereka yang berjihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah. Jihad di sini tidak hanya dimaknai dalam konteks perang fisik, tetapi juga sebagai perjuangan untuk kebaikan, yang meliputi usaha untuk menuntut ilmu, memperbaiki diri, dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam pendidikan modern, ini bisa diterjemahkan sebagai upaya tanpa henti dalam mengembangkan potensi diri dan memberikan kontribusi positif kepada lingkungan sekitar, baik dalam bentuk karya, ide, atau pengabdian. Pengorbanan harta dan jiwa menggambarkan komitmen terhadap tujuan yang lebih besar, yaitu mencapai kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia.

    Pendidikan yang berkualitas tidak hanya menekankan aspek intelektual, tetapi juga pembentukan karakter yang sejalan dengan nilai-nilai spiritual dan moral yang tinggi. Hal ini menghubungkan ayat tersebut dengan konsep pendidikan holistik yang mencakup pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pendidikan semacam ini mengarah pada pembentukan individu yang tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki integritas dan komitmen terhadap kebaikan yang lebih luas.

    Epilog

    Secara keseluruhan, Q.S. Al-Hujurat: 15 mengajarkan bahwa keimanan sejati tidak hanya tercermin dari pengakuan semata, tetapi juga dari tindakan nyata berupa keteguhan hati dan pengorbanan untuk kebaikan. Pendidikan yang mengintegrasikan aspek spiritual, moral, dan intelektual akan menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak mulia dan berdedikasi pada tujuan yang lebih besar. Pendidikan dengan pendekatan ini mampu menciptakan generasi yang tidak hanya sukses secara pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat dan agama.