BLANTERORBITv102

    PEMBENTUKAN KARAKTER TANGGUNG JAWAB DAN KECERDASAN SPRITUAL (Q.S. QAF: 24)

    Senin, 24 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Di tengah dunia pendidikan yang terus berkembang, teori-teori baru dan pendekatan inovatif muncul untuk menjawab tantangan zaman. Dari pendidikan berbasis teknologi, model pembelajaran berbasis kompetensi, hingga pendekatan humanistik yang menekankan pada nilai-nilai moral dan etika. Dalam banyak hal, pendidikan modern bertujuan untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam memandang dunia. Namun, seiring dengan kemajuan tersebut, ada juga peningkatan dalam tantangan yang dihadapi oleh para pendidik dan peserta didik. Tidak sedikit individu yang tetap menutup diri dari proses pembelajaran, menganggap pendidikan sebagai beban dan bukan kesempatan untuk berkembang.

    Ilustrasi terkini dari realitas ini dapat ditemukan dalam banyak situasi di mana banyak orang yang tetap keras kepala, menolak untuk menerima perubahan atau pembelajaran baru. Fenomena ini mencerminkan sikap keras kepala yang digambarkan dalam Surah Qafnayat 24. Dalam ayat tersebut, Allah SWT berfirman, "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala." Hal ini menggambarkan bahwa sikap keras kepala dan penolakan terhadap kebenaran dapat membawa kerugian yang besar, baik di dunia maupun akhirat. Pendidikan, dalam hal ini, menjadi sangat penting untuk membuka pikiran dan hati, agar individu tidak terjebak dalam keangkuhan dan ketidakmauan untuk belajar.

    Analisis Kebahasaan

    اَلۡقِيَا فِىۡ جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيۡدٍۙ

    Terjemahnya: " (Allah berfirman), "Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka Jahanam semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala" (24),

    Ayat ini terdapat dalam Surah Qaf (50:24) yang berbicara tentang hukuman bagi orang yang ingkar. Dalam struktur ayat, terdapat dua bagian utama: kalimat perintah dan objek yang diperintahkan. "Lemparkanlah olehmu berdua" menunjukkan perintah yang diberikan kepada malaikat penjaga neraka, yang bertindak sebagai pelaksana hukuman. Kemudian, "ke dalam neraka Jahanam" menggambarkan tempat hukuman yang disebutkan sebagai tempat akhir yang penuh siksa. "Semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala" menjadi objek dari perintah tersebut, yaitu orang-orang yang menentang dan mendustakan kebenaran. Struktur ini mengarah pada penegasan terhadap hukum yang tegas bagi orang yang membangkang.

    Secara retorikal, ayat ini menggunakan gaya bahasa yang tegas dan kuat untuk menggambarkan hukuman yang akan diterima oleh orang-orang kafir. Penggunaan kata "lemparkanlah" mengandung makna yang keras, menggambarkan ketegasan dalam keputusan Allah terhadap orang-orang yang ingkar. Kalimat "semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala" juga menggunakan kata yang menggambarkan sifat buruk yang sangat menonjol, yaitu "ingkar" yang menunjukkan penolakan terhadap kebenaran dan "keras kepala" yang menunjukkan kebekuan hati dan kesulitan untuk menerima petunjuk. Penggunaan frasa ini memperkuat pesan bahwa hukuman bagi orang-orang tersebut adalah sesuatu yang pasti dan tanpa toleransi.

    Secara semantik, ayat ini mengandung makna yang sangat jelas terkait dengan konsekuensi bagi orang yang ingkar terhadap kebenaran. Kata "lemparkanlah" tidak hanya berarti memasukkan ke dalam neraka, tetapi menggambarkan tindakan yang kasar dan tidak ada jalan kembali. "Jahanam" sebagai tempat hukuman menggambarkan kondisi yang sangat buruk dan penuh penderitaan. Frasa "semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala" menjelaskan karakteristik orang yang dimaksud dalam ayat ini, yakni mereka yang terus-menerus menentang kebenaran dan berpaling dari petunjuk Allah. Semantik ayat ini mengandung pesan moral tentang pentingnya keimanan dan ketaatan kepada Allah.

    Ayat ini memanfaatkan tanda-tanda (signs) untuk menyampaikan pesan yang dalam dan tegas. Kata "lemparkanlah" berfungsi sebagai tanda perintah yang tegas, sementara "Jahanam" adalah tanda dari tempat hukuman yang dipenuhi dengan penderitaan dan siksaan. "Ingar" dan "keras kepala" menjadi tanda dari karakteristik orang-orang yang disasar dalam ayat ini, menggambarkan perlawanan terhadap kebenaran. Secara keseluruhan, ayat ini menggunakan simbol-simbol yang kuat untuk menegaskan akibat dari ketidaktaatan terhadap perintah Allah. Simbol neraka sebagai tempat hukuman dan sifat buruk manusia berfungsi untuk memberi makna bahwa ada konsekuensi besar bagi perbuatan ingkar dan pembangkangan.

    Keterangan Ulama Tafsir

    Menurut Mutawalli Sya'rawi, ayat ini mengandung peringatan keras tentang nasib orang-orang yang ingkar dan keras kepala terhadap kebenaran. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa "al-Qiyā" dalam konteks ini menunjukkan perintah Allah untuk melemparkan orang-orang yang durhaka ke dalam neraka sebagai balasan atas kekufuran dan kebantahan mereka terhadap wahyu yang disampaikan. Sya'rawi menegaskan bahwa sifat "kuffārīn" (orang yang ingkar) dan "ʿanīdīn" (keras kepala) bukan hanya terkait dengan penolakan terhadap agama, tetapi juga mencakup sikap menentang kebenaran secara umum, baik itu secara individu maupun sosial.

    Lebih lanjut, beliau mengingatkan bahwa sikap keras kepala ini bukan hanya berkaitan dengan penolakan secara fisik atau verbal, melainkan juga terkait dengan kecenderungan seseorang untuk menutup hati terhadap petunjuk Tuhan. Penolakan terhadap wahyu dan kebenaran adalah wujud dari pembangkangan yang menyebabkan kehancuran spiritual. Dalam pandangan Sya'rawi, orang yang memiliki sifat ini menunjukkan ketidakseimbangan dalam hubungan mereka dengan Allah dan dengan sesama manusia, sehingga mereka pantas mendapatkan azab di akhirat.

    Sedangkan M. Quraish Shihab dalam tafsirnya juga menekankan pentingnya ayat ini sebagai peringatan bagi orang yang memiliki sifat ingkar dan keras kepala. Beliau menjelaskan bahwa dalam kehidupan manusia, ada mereka yang menolak kebenaran meskipun telah diterangkan dengan jelas. Kata "ʿanīdīn" dalam ayat ini menunjukkan sikap keras kepala, yang tidak hanya menolak kebenaran tetapi juga melawan dan bersikukuh untuk tetap dalam kesesatan. Shihab menafsirkan bahwa sikap semacam ini sangat merugikan diri sendiri, karena membiarkan diri mereka terjerumus dalam kebodohan dan kebatilan, serta mengabaikan petunjuk yang datang dari Allah.

    Quraish Shihab juga mengaitkan ayat ini dengan prinsip keadilan Ilahi. Setiap orang yang menolak dan menentang kebenaran, menurut beliau, akan mendapatkan balasan yang setimpal di akhirat. Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak hanya melihat perbuatan lahiriah, tetapi juga sikap batin yang membentuk tindakan tersebut. Bagi Shihab, ini adalah peringatan untuk selalu terbuka terhadap kebenaran dan tidak membiarkan ego atau keinginan pribadi menutupi cahaya petunjuk Allah.

    Tanggung Jawab dan Kecerdasan Spiritual

    Penafsiran terhadap Q.S. Qaf ayat 24 dari Mutawalli Sya'rawi dan M. Quraish Shihab relevan dengan pembentukan karakter tanggung jawab dan kecerdasan spiritual dalam perkembangan teori kecerdasan terkini. Dalam teori kecerdasan, kecerdasan spiritual menjadi salah satu dimensi penting, yang mencakup pemahaman diri, hubungan dengan Tuhan, dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral dan etika. Dalam konteks ayat ini, sifat keras kepala dan ingkar menggambarkan ketidakmampuan individu untuk membuka hati terhadap kebenaran, yang menjadi hambatan dalam mencapai kecerdasan spiritual.

    Sebaliknya, kecerdasan spiritual yang berkembang dengan baik mencakup sikap tanggung jawab terhadap pilihan hidup dan kesadaran akan akibat spiritual dari setiap tindakan. Ayat ini mengajarkan bahwa seseorang yang tidak bertanggung jawab dalam mengikuti petunjuk Tuhan dan menutup hatinya terhadap kebenaran akan menghadapi konsekuensi di dunia akhirat. Dalam konteks perkembangan karakter, ini mengingatkan kita bahwa kecerdasan spiritual berhubungan erat dengan kemampuan individu untuk bertanggung jawab, introspeksi, dan meresapi nilai-nilai yang membimbing hidup mereka. Kecerdasan spiritual membantu seseorang untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan dan menjauhi sikap keras kepala yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

    Epilog

    Pendidikan bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan sikap. Sikap keras kepala yang menolak pembelajaran tidak hanya membahayakan diri sendiri, tetapi juga masyarakat. Surah Qafnayat 24 memberikan gambaran jelas bahwa penolakan terhadap kebenaran dan pembelajaran akan membawa dampak negatif. Oleh karena itu, pendidikan harus mengedepankan nilai-nilai keterbukaan dan kebijaksanaan, agar individu mampu menerima kebenaran dan tumbuh menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.