Penulis: Muhammad Yusuf
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Prolog
Hidup ini tidak selalu baik-baik saja. Setiap individu mempunyai masalahnya sendiri-sendiri. Kepentingan yang beragam dan pandangan yang berbeda seringkali memicu munculnya konflik antar individu dan komunitas dalam masyarakat. Dalam menghadapi realitas masalah konflik sosial seperti itu, al-Quran hadir sebagai tuntunan yang memberikan petunjuk bagaimana cara meretas masalah konflik tersebut demi terwujudnya kedamaian, harmoni, dan keadilan sosial.
Q.S. al-Hujurat: 9 mengajarkan tentang pentingnya menjaga keharmonisan dan menyelesaikan perselisihan dalam komunitas Muslim dengan cara yang adil dan bijaksana. Ayat ini menggambarkan cara untuk merespons pertikaian antar dua golongan mukmin dengan prinsip perdamaian yang mengedepankan keadilan. Ayat ini memiliki relevansi yang sangat penting dalam konteks sosial dan pendidikan, terutama dalam menciptakan kedamaian dan menyelesaikan konflik dalam masyarakat. Melalui ayat ini, Islam mendorong kita untuk tidak hanya berfokus pada penyelesaian masalah, tetapi juga mengedepankan nilai keadilan sebagai dasar utama. Analisis ini bertujuan untuk menggali makna ayat tersebut dan hubungannya dengan pendidikan modern dalam resolusi konflik.
Analisis Kebahasaan
وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِۖ فَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ ٩
Terjemahnya: "Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil."
Ayat ini terdiri dari tiga bagian utama: (1) Penyelesaian konflik antara dua golongan mukmin, (2) tindakan terhadap golongan yang berbuat aniaya, dan (3) tindakan damai setelah golongan yang aniaya kembali kepada perintah Allah. Struktur ini menggambarkan proses resolusi konflik yang dimulai dengan usaha damai, dilanjutkan dengan tindakan tegas terhadap ketidakadilan, dan berakhir dengan rekonsiliasi setelah kebenaran ditegakkan.
Secara semantik, ayat ini menekankan pentingnya rekonsiliasi dalam komunitas mukmin. "Damaikan" menunjukkan usaha perdamaian, sedangkan "perangilah" menegaskan perlunya tindakan terhadap ketidakadilan. Frasa "kembali kepada perintah Allah" mengandung makna bahwa perdamaian hanya tercapai apabila semua pihak tunduk pada prinsip-prinsip Ilahi. Adil menjadi kunci dalam menyelesaikan konflik dan menciptakan harmoni.
Secara semiotika, kata-kata dalam ayat ini membentuk sistem tanda yang menggambarkan hubungan antara individu dalam masyarakat. "Damaikanlah" dan "perangilah" merupakan tanda tindakan, sedangkan "perintah Allah" adalah tanda moralitas yang mengarahkan tindakan tersebut. Konflik yang diselesaikan dengan adil adalah simbol kedamaian dan keadilan sosial. Tindakan menyelesaikan konflik ini berfungsi sebagai simbol dari penegakan hak dan kewajiban dalam masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai agama.
Perspektif Mufassir
Al-Imam At-Tabari menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan pentingnya menegakkan keadilan dalam menyelesaikan perselisihan di kalangan umat Islam. Jika salah satu pihak melakukan aniaya, tindakan tegas perlu diambil, namun tujuan akhirnya adalah rekonsiliasi. Al-Imam Al-Qurtubi lebih menekankan bahwa ayat ini mengajarkan umat Islam untuk tidak terbawa emosi dalam konflik dan lebih mengedepankan prinsip-prinsip keadilan dan ketundukan kepada Allah. Dalam konteks pendidikan, keduanya menekankan pentingnya mengajarkan nilai-nilai resolusi konflik dengan cara adil dan sesuai ajaran agama.
Menurut al-Maragi, ayat ini menunjukkan pentingnya prinsip perdamaian dan keadilan di antara umat Islam, khususnya ketika terjadi pertikaian antar dua golongan. Dalam konteks pendidikan modern, al-Maragi menekankan bahwa pendidikan harus menanamkan nilai-nilai perdamaian dan penyelesaian konflik dengan cara yang adil. Ketika konflik muncul, baik dalam konteks sosial atau pendidikan, kita diajarkan untuk mendamaikan pihak yang berselisih dan menghindari ketidakadilan. Pendidikan yang efektif harus mendorong individu untuk tidak hanya mengedepankan kepentingan pribadi, tetapi juga bertindak dengan adil dan menghormati hak-hak orang lain. Dengan demikian, penafsiran al-Maragi relevan dalam konteks pendidikan modern yang menekankan pentingnya rekonsiliasi dan keadilan sebagai fondasi hubungan sosial.
Syekh Ali Ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat ini mengajarkan pentingnya pemulihan hubungan antar umat Islam yang terlibat dalam konflik. Ia menekankan bahwa pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan perselisihan harus didasarkan pada prinsip keadilan. Dalam konteks pendidikan modern, hal ini bisa diterjemahkan sebagai upaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang harmonis dan inklusif. Pendidikan tidak hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga tentang bagaimana menyelesaikan masalah dengan cara yang adil dan damai. Syekh Ali Ash-Shabuni mengingatkan bahwa keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola perbedaan, menyelesaikan konflik, dan selalu berusaha untuk mendamaikan pihak yang berselisih tanpa mencederai prinsip keadilan.
Uraian
Q.S. al-Hujurat: 9 memberikan petunjuk tentang bagaimana seharusnya umat Islam menangani konflik yang terjadi d i antara mereka, terutama dalam konteks perselisihan dua golongan mukmin. Ayat ini menekankan pentingnya perdamaian yang adil, yakni pertama-tama berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak yang bertikai. Hal ini menunjukkan bahwa dalam Islam, perdamaian adalah tujuan utama, bukan permusuhan atau kekerasan.
Namun, ayat ini juga mengingatkan bahwa ketika salah satu golongan bertindak aniaya terhadap golongan lainnya, tindakan tegas harus diambil untuk mengembalikan keduanya pada prinsip Allah. Ini bukan berarti memihak, tetapi menegakkan keadilan dengan cara yang benar. Konflik yang melibatkan kekerasan atau penindasan harus dihentikan agar kedamaian dan keadilan dapat terwujud.
Setelah pihak yang menzalimi kembali ke jalan yang benar, maka keduanya harus didamaikan dengan cara yang adil. Proses perdamaian ini mengharuskan adanya sikap netral dan objektif dari pihak yang berperan sebagai mediator. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam penyelesaian konflik yang adil, yang mendorong agar semua pihak diberi kesempatan untuk berbicara dan berpendapat secara setara.
Dalam konteks pendidikan modern, nilai-nilai yang terkandung dalam Q.S. al-Hujurat: 9 sangat relevan. Pendidikan yang mengajarkan tentang resolusi konflik mengharuskan peserta didik untuk memahami pentingnya mendamaikan konflik dengan cara yang bijaksana dan mengedepankan prinsip keadilan. Pendidikan ini tidak hanya mengajarkan teknik untuk menyelesaikan perselisihan, tetapi juga membentuk karakter peserta didik untuk menjadi individu yang mampu menghadapi konflik tanpa menggunakan kekerasan dan tanpa berpihak pada satu pihak saja.
Di dalam dunia pendidikan, kita sering dihadapkan pada situasi konflik, baik di dalam lingkungan sekolah, kampus, maupun dalam masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, mengajarkan siswa untuk menjadi mediator yang adil dan bijaksana sangat penting. Pendidikan harus menekankan pemahaman tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ayat ini, seperti keadilan, objektivitas, dan kedamaian, yang dapat membentuk sikap positif dalam menyelesaikan perselisihan. Dan, ini mesti diajarkan sejak dini dimulai dari level pendidikan paling bawah hingga level pendidikan paling tinggi untuk mempersiapkan peserta didik sebagai bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah dalam keluarga dan masyarakat.
Epilog
Q.S. al-Hujurat: 9 mengajarkan kita bahwa perdamaian yang adil dan tanpa kekerasan adalah solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik. Konsep ini sangat relevan dengan pendidikan modern yang mengajarkan resolusi konflik melalui pendekatan yang adil, menghargai hak-hak semua pihak, dan mengutamakan dialog. Ayat ini mengisyaratkan tentang pentingnya mengajarkan nilai-nilai ini sejak dini dapat menghasilkan generasi yang lebih damai dan mampu menyelesaikan perbedaan secara konstruktif dan damai serta berkeadilan. Para peserta didik diajarkan materi dan praktik "problem solving" untuk mempersiapkan mereka tampil sebagai bagian dari solusi bagi berbagai problem kehidupan.
0 komentar