BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.SM AZ-ZARIYAT: 22

    Kamis, 27 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Ayat 21 menyatakan bahwa segala ciptaan Allah di langit dan bumi itu dapat dijadikan sebagai tanda kekuasaan-Nya. Dalam konteks pendidikan, ayat ini mengajak kita untuk belajar dari alam sebagai sumber pengetahuan dan refleksi tentang kebesaran Allah. Ayat 22, yang berbicara tentang rezeki di langit, memperlihatkan keterkaitan antara ilmu dan keimanan. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya memberikan pengetahuan duniawi, tetapi juga mengarahkan kita pada pengenalan Tuhan sebagai Pencipta yang menyediakan rezeki-Nya melalui proses alam yang teratur dan sistematis. Ini menggambarkan hubungan antara teori dan praktik dalam kehidupan manusia yang ditentukan oleh kehendak Tuhan.

    Proses terjadinya hujan dimulai dengan penguapan air dari permukaan bumi yang kemudian naik ke atmosfer. Ketika udara naik dan mendingin, uap air ini mengembun menjadi awan. Partikel-partikel air yang terkumpul dalam awan semakin besar dan akhirnya jatuh ke bumi sebagai hujan. Hujan ini berperan penting dalam penyediaan air untuk kebutuhan manusia, tanaman, dan hewan, yang kesemuanya menjadi sumber rezeki bagi kehidupan. Dalam konteks sains modern, hujan menjadi salah satu fenomena alam yang menunjukkan keteraturan sistem ekologi yang diciptakan Allah. Rezeki yang dijanjikan Allah dalam ayat ini dapat dilihat sebagai bagian dari proses alam yang memiliki dampak langsung terhadap keberlangsungan hidup di bumi.

    Analisis Kebahasaan

    Pengaturan struktur ayat ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama, "وَفِى السَّمَاۤءِ رِزْقُكُمْ" (Dan di langit terdapat rezekimu), menggambarkan bahwa sumber rezeki bukan hanya berasal dari bumi, melainkan juga dari langit, yaitu melalui hujan yang memberi kehidupan bagi tanaman. Bagian kedua, "وَمَا تُوْعَدُوْنَ" (dan apa yang dijanjikan kepadamu), mengindikasikan bahwa rezeki yang dijanjikan oleh Allah bukan hanya bersifat duniawi, tetapi juga terkait dengan janji-Nya di akhirat. Secara keseluruhan, ayat ini menunjukkan hubungan antara dunia dan akhirat serta mengingatkan umat bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, baik rezeki fisik maupun spiritual.

    Kata "وَفِى السَّمَاۤءِ" (di langit) memanfaatkan majaz atau metafora untuk menggambarkan sumber rezeki yang tersembunyi, yaitu hujan, yang tidak tampak secara langsung namun memberi dampak besar. Pemilihan kata "رِزْقُكُمْ" (rezekimu) menekankan bahwa rezeki ini adalah sesuatu yang pasti dan sudah ditentukan bagi setiap individu. "وَمَا تُوْعَدُوْنَ" (dan apa yang dijanjikan kepadamu) merupakan bentuk penguatan yang tidak hanya mengacu pada rezeki duniawi tetapi juga merujuk pada janji Allah tentang kehidupan di akhirat. Ayat ini juga menggunakan tazkiyah (penyucian) dengan menegaskan bahwa rezeki dan janji Allah adalah untuk kebaikan umat-Nya.

    Ayat ini mengandung dua makna utama. Pertama, secara literal, "رِزْقُكُمْ" (rezekimu) merujuk pada segala bentuk pemberian Allah, baik yang tampak seperti makanan maupun yang tak tampak seperti berkah atau hidayah. Bagian "وَفِى السَّمَاۤءِ" menunjukkan bahwa rezeki dapat datang dari langit, seperti hujan yang membawa kehidupan bagi bumi, menegaskan bahwa rezeki bisa datang dari arah yang tak terduga. Kedua, "وَمَا تُوْعَدُوْنَ" menyiratkan bahwa selain rezeki duniawi, ada juga janji Allah mengenai kehidupan akhirat, yang berupa ganjaran atau hukuman sesuai amal perbuatan.

    Langit ("السَّمَاۤءِ") adalah simbol dari dimensi yang lebih tinggi, yang tak terjangkau oleh manusia, mengindikasikan bahwa sumber rezeki yang diberikan oleh Allah datang dari sumber yang lebih tinggi dan tak tampak. Kata "رِزْقُكُمْ" (rezekimu) mengacu pada segala bentuk pemberian yang esensial bagi kehidupan manusia, baik dalam bentuk materi maupun spiritual. "وَمَا تُوْعَدُوْنَ" berfungsi sebagai tanda yang menghubungkan rezeki duniawi dengan janji Allah di akhirat, yang dapat dipahami sebagai tanda yang menegaskan kesinambungan antara kehidupan dunia dan akhirat. Kombinasi ini membentuk pesan tentang ketergantungan manusia pada Allah baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Fakhrur Razi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ayat ini mengandung pesan bahwa Allah SWT adalah pemilik segala sesuatu di langit dan bumi. Dalam konteks ini, langit sebagai tempat turunnya hujan yang menjadi salah satu sumber rezeki bagi makhluk hidup, baik manusia, tumbuhan, maupun hewan. Hujan dianggap sebagai wujud janji Allah yang diberikan kepada umat-Nya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain itu, langit juga mengandung makna luas terkait dengan segala keberkahan dan kenikmatan yang Allah turunkan.

    Bagi Razi, penekanan ayat ini adalah pada keterkaitan langsung antara langit, hujan, dan rezeki. Allah yang mengatur segala urusan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, yang terkait dengan pemenuhan rezeki di bumi. Dengan demikian, tafsir ini mengajak umat untuk lebih bersyukur dan menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan bumi merupakan rahmat dari Allah.

    Jauhari Tantowi dalam tafsirnya menekankan bahwa ayat ini menggambarkan keterkaitan antara rezeki dan hujan yang turun dari langit. Rezeki yang dimaksud bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga segala bentuk nikmat yang diberikan Allah, termasuk keberkahan dalam kehidupan. Hujan yang turun dari langit menjadi sebab utama kehidupan di bumi, menghidupkan tanah yang kering, memberi makan bagi tumbuhan dan hewan, serta menyediakan air bagi manusia.

    Tantowi juga mengaitkan ayat ini dengan konsep tawakkul, di mana manusia diajarkan untuk berserah diri kepada Allah dalam mencari rezeki, sembari tetap berusaha. Allah yang mengatur setiap tetes hujan dan menghidupkan segala sesuatu yang ada di bumi. Oleh karena itu, ayat ini memberikan dorongan bagi umat untuk tidak putus asa dalam mencari rezeki, karena Allah SWT selalu menepati janji-Nya untuk memberi rezeki kepada hamba-Nya.

    Sains Modern 

    Secara ilmiah, hujan terbentuk melalui proses siklus air yang melibatkan atmosfer, bumi, dan laut. Proses ini dimulai dengan penguapan air dari permukaan laut, sungai, dan danau akibat panas matahari. Uap air yang naik ke atmosfer kemudian mengalami kondensasi, membentuk awan. Saat uap air dalam awan bertemu dengan partikel-partikel kecil lainnya, proses pengendapan terjadi, dan air menjadi lebih berat sehingga jatuh ke bumi sebagai hujan.

    Proses ini sejalan dengan ayat Q.S. Az-Zariyat, 22, yang menyebutkan bahwa rezeki (termasuk hujan) ada di langit dan dijanjikan untuk umat manusia. Hujan sebagai sumber rezeki langsung menghubungkan sains dengan ajaran agama, dimana Allah berperan sebagai pengatur segala proses alam, termasuk dalam menghasilkan hujan yang menjadi sumber kehidupan.

    Fenomena hujan yang teratur diatur oleh hukum alam, tetapi dalam pandangan agama, proses ini bukan hanya sekadar fenomena fisik, melainkan juga sebagai tanda kebesaran Allah yang mengendalikan alam semesta. Maka dari itu, baik dari perspektif sains maupun agama, hujan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan di bumi dan merupakan bukti nyata janji Allah yang diberikan kepada makhluk-Nya.

    Nilai-Nilai Pendidikan 

    Ayat Q.S. Az-Zariyat, 22 mengandung berbagai nilai pendidikan yang relevan dalam kehidupan umat Islam. Pertama, ayat ini mengajarkan tentang ketergantungan kepada Allah. Hujan yang turun dari langit menjadi simbol bahwa segala bentuk rezeki, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, berasal dari Allah. Ini mengajarkan kepada umat untuk bersyukur dan tidak merasa sombong dengan apa yang diperoleh.

    Kedua, ayat ini mengajarkan tentang keterkaitan antara usaha dan tawakkul. Allah menurunkan hujan sebagai rezeki, tetapi manusia juga harus berusaha untuk mencari nafkah dan melakukan ikhtiar. Namun, pada akhirnya, segala sesuatu yang terjadi di luar usaha manusia adalah takdir Allah, yang harus diterima dengan penuh rasa tawakkul.

    Ketiga, ayat ini menanamkan konsep kerja keras dan disiplin, karena hujan tidak datang begitu saja tanpa adanya perubahan kondisi atmosfer yang membutuhkan proses panjang. Manusia harus belajar dari alam, bahwa rezeki sering kali membutuhkan waktu dan usaha untuk bisa meraihnya, sebagaimana hujan yang turun setelah melalui proses kondensasi yang panjang.

    Ayat ini juga mengajarkan kita untuk memperhatikan dan menjaga alam, karena alam, termasuk langit dan hujan, adalah sumber kehidupan yang harus dijaga dan dilestarikan.