BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZATIYAT: 19

    Kamis, 27 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Ayat 18 dan 19 Surat Al-Mu’minun saling berkaitan erat dalam memberikan pesan yang sangat kuat tentang tanggung jawab sosial, keadilan sosial, dan relasi sosial antar sesama. Kedua ayat ini membentuk sebuah konsep yang saling melengkapi dalam memahami hak dan kewajiban individu dalam masyarakat.

    Ayat 18 berbicara tentang kewajiban untuk menjaga amanah dan integritas, dimana harta yang dimiliki seseorang bukan hanya milik pribadi, tetapi juga memiliki fungsi sosial yang lebih besar. Harta benda yang dimiliki seorang Muslim harus dipahami sebagai titipan dari Allah, dan ia bertanggung jawab atas penggunaannya, termasuk dalam hal membantu sesama. Konsep ini mengajak setiap individu untuk menyadari bahwa harta yang diperoleh bukan semata-mata untuk kepentingan diri sendiri, melainkan untuk kepentingan umat, yang tercermin dalam kewajiban menunaikan zakat dan membantu orang-orang yang membutuhkan.

    Selanjutnya, ayat 19 memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana harta tersebut seharusnya disalurkan kepada mereka yang membutuhkan, yaitu orang miskin yang meminta dan yang tidak meminta. Dalam konteks teori relasi sosial, ayat ini menggarisbawahi pentingnya hubungan yang seimbang antara individu dengan masyarakat. Keberadaan orang miskin, baik yang secara eksplisit meminta bantuan maupun yang tidak meminta, menunjukkan adanya kesenjangan sosial dalam masyarakat. Mereka yang tidak meminta mungkin merasa malu atau tidak mampu untuk mengungkapkan kebutuhannya, namun tetap berhak mendapatkan bantuan.

    Dalam perspektif tanggung jawab sosial, kedua ayat ini mengajarkan bahwa setiap individu memiliki kewajiban untuk memperhatikan kesejahteraan orang lain, bukan hanya bagi mereka yang secara terbuka membutuhkan, tetapi juga bagi mereka yang tersembunyi dalam penderitaan. Hal ini mendorong terbentuknya rasa kepedulian dan solidaritas antar anggota masyarakat. Tanggung jawab sosial ini bukan hanya terbatas pada tindakan memberikan harta, tetapi lebih kepada menjaga dan memperhatikan hak-hak orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, terutama mereka yang terpinggirkan atau tidak mampu.

    Konsep keadilan sosial juga sangat kuat dalam kedua ayat ini. Keadilan sosial mengharuskan distribusi kekayaan dilakukan secara adil dan merata, sehingga tidak ada satu pun anggota masyarakat yang tertinggal atau terabaikan. Dalam hal ini, harta yang dimiliki oleh orang kaya atau yang mampu adalah bagian dari hak orang miskin, yang harus diterima tanpa diskriminasi, baik bagi mereka yang meminta maupun yang tidak. Hal ini menggambarkan sebuah sistem sosial yang adil, dimana setiap orang, tanpa memandang status sosialnya, mendapatkan hak yang setara dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar mereka.

    Dengan demikian, hubungan antara ayat 18 dan 19 membentuk satu kesatuan pemahaman yang mendalam tentang relasi sosial yang adil, dimana setiap individu bertanggung jawab untuk memenuhi hak-hak orang lain, menjaga keseimbangan dalam masyarakat, dan mewujudkan keadilan sosial bagi semua lapisan masyarakat.

    Kajian Kebahasaan

    Pada ayat ini, Allah menekankan bahwa dalam harta benda setiap individu, terdapat hak yang harus diberikan kepada dua golongan: orang miskin yang meminta (sā'il) dan yang tidak meminta (maḥrūm). Struktur kalimatnya menyampaikan pesan yang jelas mengenai kewajiban memberi kepada mereka yang membutuhkan, baik yang secara terbuka meminta maupun yang tidak. Kata "حَقٌّ" (hak) menunjukkan kewajiban yang tidak bisa ditawar. Dengan demikian, ayat ini menyusun pola yang menekankan tanggung jawab sosial terhadap sesama, yang harus dipenuhi oleh setiap pemilik harta.

    Kata "حَقٌّ" (hak), yang menandakan suatu kewajiban yang jelas dan pasti, menunjukkan bahwa memberi kepada orang miskin adalah bagian dari hak mereka, bukan sekadar pemberian sukarela. Istilah "سَائِلٍ" (yang meminta) dan "مَحرُومٍ" (yang tidak meminta) juga dipilih dengan cermat untuk menggambarkan dua jenis orang yang membutuhkan: yang pertama adalah mereka yang secara terbuka menginginkan bantuan, sementara yang kedua adalah mereka yang mungkin membutuhkan namun tidak meminta. Ini memberikan kesan bahwa Islam tidak hanya peduli terhadap mereka yang secara eksplisit meminta bantuan, tetapi juga yang mungkin malu atau enggan meminta.

    Oleh karena itu, pesab ayat ini mengandung makna penting mengenai keadilan sosial dalam Islam. "Hak" yang dimaksud adalah kewajiban moral dan hukum untuk memberikan kepada mereka yang membutuhkan, baik yang secara langsung meminta maupun yang tidak meminta. "Sā'il" merujuk pada orang yang secara eksplisit meminta bantuan, sedangkan "maḥrūm" mengacu pada mereka yang terhalang atau tidak meminta karena berbagai alasan, seperti rasa malu atau kehormatan. Dengan demikian, ayat ini mengingatkan bahwa bantuan bukan hanya bagi mereka yang meminta, tetapi juga untuk mereka yang mungkin membutuhkan namun tidak mengekspresikannya.

    Ayat ini menggunakan tanda "حَقٌّ" sebagai simbol kewajiban moral yang ada pada setiap individu terhadap sesama. Dalam konteks ini, "harta" menjadi tanda materi yang bukan hanya milik pribadi, tetapi memiliki fungsi sosial. Kata "sā'il" dan "maḥrūm" berfungsi sebagai tanda yang menggambarkan dua kategori orang yang membutuhkan, dengan perbedaan antara yang meminta dan yang tidak. Ayat ini juga memberikan tanda bahwa kebutuhan seseorang tidak selalu tampak secara fisik, sehingga kewajiban memberi harus berdasarkan kesadaran sosial, bukan hanya berdasarkan permintaan eksplisit. Dengan demikian, ayat ini menjadi simbol dari prinsip keadilan sosial dalam Islam yang mendalam.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Sayyid Qutub dalam tafsirnya, Fi Zilal al-Quran, menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan tentang kewajiban berbagi kepada sesama, khususnya bagi orang miskin. Bagi Qutub, ayat ini mencerminkan prinsip sosial dalam Islam yang sangat memperhatikan kesejahteraan orang yang tidak mampu, baik yang meminta bantuan maupun yang tidak meminta. Dalam pandangannya, ayat ini bukan sekadar penegasan kewajiban berbagi, tetapi juga sebuah pencerahan tentang hak-hak sosial yang tak terpisahkan dari harta yang dimiliki seseorang. Hal ini mengarah pada konsep keadilan sosial yang harus ditegakkan dalam masyarakat.

    Menurut Qutub, harta yang dimiliki oleh setiap individu dalam masyarakat Islam bukanlah milik mutlak yang bebas dipergunakan untuk kepentingan pribadi saja, melainkan ada hak orang lain yang perlu dipenuhi. Oleh karena itu, orang kaya wajib menunaikan hak tersebut tanpa menunggu permintaan dari orang miskin, yang mungkin saja tidak mampu untuk meminta. Dalam perspektif ini, ada dorongan moral dan spiritual yang harus diterima oleh setiap individu untuk berperan aktif dalam menciptakan kesejahteraan sosial.

    Tahir Ibnu Asyur dalam tafsirnya, At-Tahrir wa at-Tanwir, memberikan penekanan pada aspek hak orang miskin terhadap harta orang kaya. Ia menyoroti bahwa ayat ini mengajarkan bahwa hak orang miskin untuk menerima bantuan bukan hanya untuk mereka yang meminta, tetapi juga bagi mereka yang tidak meminta bantuan karena malu atau tidak berdaya. Ibnu Asyur menyatakan bahwa pemilik harta harus sadar bahwa setiap harta yang dimilikinya adalah amanah dari Allah, yang sebagian haknya harus diserahkan kepada orang yang membutuhkan.

    Selain itu, Ibnu Asyur menjelaskan bahwa ayat ini juga mengandung pesan tentang perlunya masyarakat memiliki sistem sosial yang memastikan distribusi kekayaan yang adil. Orang kaya harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang miskin, dan bantuan itu tidak hanya terbatas pada permintaan langsung, melainkan sebagai kewajiban yang harus ditunaikan. Dalam hal ini, harta bukan hanya menjadi milik pribadi tetapi juga bagian dari hak sosial yang harus dipenuhi demi menciptakan keharmonisan dan keadilan sosial.

    Sosiologi Modern

    Dalam konteks sosiologi modern, ayat ini memiliki relevansi yang sangat tinggi, terutama dalam pembahasan tentang keadilan sosial dan distribusi kekayaan. Dalam masyarakat modern, ketimpangan sosial dan ekonomi menjadi isu utama yang menuntut perhatian serius. Ayat ini menegaskan bahwa dalam setiap sistem sosial, harta yang dimiliki oleh individu seharusnya tidak hanya menjadi miliknya sendiri, melainkan juga merupakan bagian dari hak orang lain, terutama yang kurang mampu.

    Pandangan ini sejalan dengan teori-teori sosiologi yang menekankan pentingnya redistribusi sumber daya untuk mencapai keadilan sosial, seperti yang dijelaskan dalam teori keadilan distributif. Selain itu, konsep hak orang miskin untuk mendapatkan bagian dari harta orang kaya mengarah pada pemikiran bahwa negara atau masyarakat harus menyediakan jaring pengaman sosial yang memastikan bahwa kebutuhan dasar setiap individu dapat terpenuhi. Dalam konteks sosiologi modern, ini bisa berupa kebijakan kesejahteraan sosial, bantuan langsung, atau program redistribusi yang mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi.

    Psikososial Modern

    Dalam pendidikan psikososial modern, ayat ini juga memiliki relevansi yang signifikan. Pendidikan psikososial menekankan pada perkembangan individu dalam konteks sosial dan hubungan antarindividu. Salah satu fokus utamanya adalah mengembangkan empati, solidaritas, dan rasa tanggung jawab sosial. Ayat ini mengajarkan tentang pentingnya kepedulian terhadap orang lain, baik mereka yang mampu maupun yang tidak mampu meminta bantuan.

    Dalam hal ini, pendidikan psikososial dapat mengintegrasikan nilai-nilai keadilan sosial dan berbagi dalam proses pembelajaran. Siswa atau individu yang dididik dalam sistem yang menghargai nilai-nilai ini akan mengembangkan kesadaran sosial yang lebih tinggi dan menjadi individu yang peduli terhadap sesama. Hal ini penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesejahteraan sosial, yang tidak hanya mengutamakan individu tetapi juga kepentingan bersama. Selain itu, pendidikan psikososial juga membantu individu memahami dampak sosial dari ketidaksetaraan dan mendorong mereka untuk terlibat dalam solusi-solusi sosial yang dapat meningkatkan kualitas hidup orang lain.