Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Pertautan konseptual antara ayat 4 dan 5 dalam Surah Adz-Dzariyat dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang menggambarkan keteraturan dan kepastian dalam alam semesta yang teratur dan terstruktur. Pada ayat 4, disebutkan tentang malaikat yang membagi-bagi segala urusan. Ini mengacu pada tugas malaikat yang menjalankan peran tertentu dalam mengatur segala sesuatu sesuai dengan takdir dan ketetapan Allah. Dalam konteks ini, dunia alam semesta berjalan dengan sistem yang sangat teratur, yang dapat dijelaskan melalui ilmu pengetahuan modern, seperti hukum fisika, biologi, dan kimia, yang semuanya tunduk pada prinsip keteraturan dan ketepatan.
Ayat 5 kemudian menyatakan bahwa "sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar." Ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta, yang diatur oleh malaikat-malaikat tersebut, memiliki tujuan yang pasti dan kebenaran yang tidak bisa disangkal. Dalam konteks pendidikan dan sains modern, ini mengandung makna bahwa hasil dari pencarian ilmiah yang jujur dan benar pada akhirnya akan membawa kepada pemahaman yang benar tentang alam semesta. Seperti halnya ilmuwan yang melakukan eksperimen berdasarkan hukum-hukum alam yang tetap dan konsisten, mereka percaya bahwa hasil yang diperoleh dari pencarian ilmiah akan membuktikan kebenaran yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Pendidikan sains mengajarkan kita bahwa alam semesta ini teratur, dan setiap fenomena memiliki sebab dan akibat yang dapat dijelaskan melalui kajian ilmiah. Namun, di balik itu semua, ada keyakinan bahwa segala urusan dan pengetahuan yang kita peroleh pada akhirnya merupakan bagian dari takdir yang lebih besar yang telah ditetapkan oleh Allah. Sehingga, baik dalam ilmu pengetahuan maupun dalam kehidupan sehari-hari, kita diajak untuk memahami bahwa ada keteraturan yang Maha Tinggi yang mengatur segala sesuatu dengan penuh kebenaran dan keadilan.
Analisis Kebahasaan
Ayat Q.S. Az-Zariyat:5 ini terdiri dari dua bagian utama: kalimat pembuka "Innamā" yang memberikan penekanan, dan kalimat penegasan "tuw'aduuna laṣādiqun" yang mengandung janji yang pasti. Struktur ini menunjukkan bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah itu tidak diragukan. Kata "Innamā" memperkuat arti bahwa janji Allah adalah kebenaran mutlak. Bentuk kalimat ini mengarah pada pernyataan yang tegas dan pasti, memotivasi keyakinan kepada kebenaran yang dijanjikan.
Ayat ini menggunakan hukum al-taḥqīq dengan menggunakan kata "Innamā," yang memberi penekanan kuat pada kebenaran janji Allah. Penekanan ini menggugah hati pembaca atau pendengar untuk menerima dan meyakini janji tersebut tanpa keraguan. Selain itu, penggunaan kata "laṣādiqun" memberikan sifat yang menunjukkan kebenaran yang tidak bisa dibantah. Kalimat ini memiliki keindahan dalam penggunaan kata yang singkat namun sarat makna, sehingga memberikan efek menenangkan dan memotivasi untuk percaya pada janji Allah yang pasti.
Penegasan ayat ini berfokus pada konsep janji yang pasti dan tidak dapat dipertanyakan. Kata "tu’aduuna" merujuk pada sesuatu yang dijanjikan atau diberitakan sebelumnya, sementara "laṣādiqun" menunjukkan kebenaran yang mutlak. Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh Allah adalah benar dan tidak bisa disangsikan. Semantik ini menekankan bahwa janji Tuhan adalah kepastian yang harus diyakini, baik itu mengenai kehidupan setelah mati maupun ketetapan hukum-Nya di dunia ini.
Ini dapat dilihat sebagai tanda yang mengkomunikasikan kebenaran janji Allah. Kata-kata "Innamā" dan "laṣādiqun" berfungsi sebagai tanda yang menunjukkan keabsahan dan kepastian. Secara simbolik, kalimat ini bisa dimaknai sebagai penguatan terhadap iman dan keyakinan. Dalam konteks semiotika, pesan yang disampaikan adalah bahwa janji Allah bukan sekadar kata-kata kosong, tetapi sebuah realitas yang pasti terwujud. Tanda yang dimunculkan dalam ayat ini merujuk pada penciptaan makna yang mendalam, yaitu bahwa umat Islam harus memahami janji Tuhan sebagai kenyataan yang tak terbantahkan.
Keterangan Ulama Tafsir
Fakhrur Raziy dalam tafsirnya, Al-Tafsir al-Kabir, mengungkapkan bahwa ayat ini menegaskan keabsahan dan kebenaran janji Allah. Allah menjamin bahwa apa yang dijanjikan-Nya, baik berupa hukuman ataupun pahala, akan terwujud tanpa ada keraguan sedikit pun. Fakhrur Raziy menyoroti pentingnya keyakinan umat terhadap janji Allah, yang tidak akan pernah meleset. Bagi Fakhrur Raziy, ayat ini berfungsi sebagai penguatan bagi orang-orang yang meragukan kedatangan hari kiamat dan balasan atas amal perbuatan mereka. Oleh karena itu, dalam pandangan Fakhrur Raziy, ayat ini memberikan penekanan pada realitas akhirat yang pasti terjadi.
Fakhrur Raziy juga menunjukkan bahwa kata "Lasaadiqun" dalam ayat ini membawa konotasi kepastian yang tidak dapat digoyahkan oleh apapun, baik oleh kekuatan manusia maupun alam semesta. Janji Allah akan terwujud dengan penuh kebenaran, tidak ada kebohongan di dalamnya.
Sayyid Qutub juga dalam tafsirnya, Fi Zilal al-Quran, memahami ayat ini sebagai penegasan bahwa segala yang dijanjikan oleh Allah pasti akan terjadi, dan itu adalah kenyataan yang tak bisa dihindari. Ia menilai bahwa umat manusia seringkali meragukan kenyataan ini, terutama mengenai kehidupan setelah mati dan hari kiamat. Sayyid Qutub menghubungkan ayat ini dengan tantangan bagi manusia untuk mempercayai janji Allah dan mengubah sikap hidup mereka. Bagi Qutub, keimanan yang benar adalah keimanan yang tidak hanya menerima janji Allah secara teoritis, tetapi juga mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan amal saleh.
Sayyid Qutub memandang ayat ini juga sebagai dorongan untuk memiliki kesadaran bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, dan kehidupan abadi yang dijanjikan Allah di akhirat adalah sebuah kebenaran yang tak terbantahkan.
Konteks Sains Modern dan Pendidikan
Konsep tentang kepastian janji Allah dalam ayat ini, sebagaimana ditafsirkan oleh Fakhrur Raziy dan Sayyid Qutub, dapat dihubungkan dengan pendekatan ilmiah dan filosofi sains modern yang mengedepankan keyakinan terhadap kebenaran yang teruji oleh waktu dan bukti. Seperti sains yang berusaha untuk menemukan hukum alam yang tak tergoyahkan, ayat ini mengajak umat manusia untuk mempercayai kebenaran yang dijanjikan Allah yang terbukti melalui hukum-hukum alam yang tetap dan pasti.
Dalam konteks pendidikan terkini, nilai dari ayat ini relevan dalam membentuk karakter generasi yang berintegritas. Pendidikan tidak hanya menekankan pengetahuan kognitif, tetapi juga pada nilai moral dan spiritual. Sama seperti sains yang mengharuskan kita untuk mengembangkan teori berdasarkan bukti dan fakta, pendidikan modern juga harus mendidik siswa untuk memahami dan menghargai nilai-nilai kebenaran yang lebih besar, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kedisiplinan, yang merupakan bagian dari janji Allah yang pasti.
0 komentar