Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Surah Az-Zariyat ayat 29, yang berbunyi "Istrinya datang sambil berteriak (terperanjat) lalu menepuk-nepuk wajahnya sendiri dan berkata, 'Aku ini seorang perempuan tua yang mandul,'" merupakan respons dari istri Nabi Ibrahim setelah mendengar berita luar biasa dari malaikat bahwa dia akan memiliki anak meskipun usianya sudah sangat tua dan mandul. Ayat ini menggambarkan ketidakpercayaan awal dari sang istri yang diwarnai dengan perasaan terkejut dan putus asa.
Sebagai lanjutan dari ayat sebelumnya, yaitu Az-Zariyat ayat 28 yang berbunyi, "Maka Kami memberinya kabar gembira dengan seorang anak yang sabar," kita dapat melihat bahwa perbedaan reaksi antara Nabi Ibrahim dan istrinya menggambarkan adanya dua sisi dari sebuah pengumuman yang penuh keajaiban. Nabi Ibrahim menerima kabar tersebut dengan penuh keyakinan, sementara istrinya justru merasa terkejut dan meragukan kemungkinan tersebut, mengingat kondisi fisiknya yang sudah tidak memungkinkan untuk hamil.
Penting untuk menyoroti hubungan antara kedua ayat ini dalam konteks pendidikan. Seorang pendidik, sebagaimana malaikat yang menyampaikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, harus mampu menjelaskan dengan jelas tentang akibat atau konsekuensi dari suatu perbuatan, dan memberikan pemahaman yang benar agar murid dapat menerima dengan lapang dada. Hal ini sangat penting agar peserta didik mampu memahami bahwa setiap pilihan yang mereka buat akan membawa dampak yang harus dipertanggungjawabkan.
Dalam konteks sains modern, reaksi sang istri yang skeptis terhadap kemungkinan hamil pada usia tua menunjukkan pentingnya pengetahuan dan pemahaman tentang biologi dan hukum alam. Dalam sains, kita diajarkan bahwa setiap pilihan atau peristiwa memiliki hukum konsekuensi yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun, seperti halnya dalam kasus Nabi Ibrahim dan istrinya, dalam ranah pendidikan, kadang-kadang pengetahuan dan keyakinan bisa melampaui keterbatasan hukum alam, apabila dilandasi dengan iman dan pemahaman yang mendalam.
Analisis Kebahasaan
Ayat ini berfokus pada reaksi istri Nabi Ibrahim setelah mendengar berita kehamilan yang diberikan oleh malaikat. Struktur kalimat ini terdiri dari dua klausa utama: (1) "Istrinya datang sambil berteriak (terperanjat) lalu menepuk-nepuk wajahnya sendiri" yang menggambarkan reaksi emosional istri Nabi Ibrahim, dan (2) "dan berkata, 'Aku ini seorang perempuan tua yang mandul.'" Kalimat kedua ini memperlihatkan rasa tak percaya dan keheranan, karena kondisi fisiknya yang sudah tua dan mandul. Struktur naratif ini menciptakan ketegangan, menghubungkan antara kejadian yang luar biasa dengan respons yang manusiawi.
Kata "صَرَّةٍ" (terperanjat) menggambarkan sebuah kejutan yang mendalam, sedangkan "فَصَكَّتْ وَجْهَهَا" (menepuk-nepuk wajahnya) menciptakan gambaran fisik yang dramatis tentang keputusasaan dan keterkejutan yang mendalam. Pemilihan kata "عَجُوْزٌ عَقِيْمٌ" (perempuan tua yang mandul) memperlihatkan ironi, di mana seorang perempuan yang dianggap tidak mungkin hamil tiba-tiba diberitakan akan mengandung. Penggunaan balagah ini memperkuat kesan takjub dan ketidakmungkinan dalam kisah ini.
Kandungan ayat ini mengilustrasikan kondisi istri Nabi Ibrahim yang sudah lanjut usia dan dianggap mandul. Namun, kata-kata yang digunakan oleh istri Nabi Ibrahim mencerminkan keheranan terhadap ketidakmungkinan yang akan terjadi. Frasa "عَجُوْزٌ عَقِيْمٌ" (perempuan tua yang mandul) menyiratkan ketidakmungkinan hamil karena usia dan kondisi tubuhnya yang telah dianggap tidak produktif. Namun, kalimat ini juga mengarah pada semangat pembelajaran bahwa tak ada yang mustahil bagi Allah, yang dapat mengubah takdir dan hukum alam, sebagaimana yang terjadi dalam kisah ini.
Teks ayat ini mengandung simbolisme yang kuat. "صَرَّةٍ" (teriakan) dan "فَصَكَّتْ وَجْهَهَا" (menepuk wajah) berfungsi sebagai tanda atau simbol dari keterkejutan yang luar biasa. Ini menggambarkan perbedaan antara kenyataan fisik yang terbatas dengan janji ilahi yang melampaui logika manusia. Kata "عَجُوْزٌ عَقِيْمٌ" menjadi tanda sosial dan biologis yang menunjukkan keterbatasan manusia, tetapi di sisi lain, ini juga menunjukkan kontras dengan kemampuan Allah yang Maha Kuasa. Dalam hal ini, semiotika berfungsi untuk menggarisbawahi ketidakmungkinan manusia yang diterabas oleh kekuasaan Tuhan.
Penjelasan Ulama Tafsir
Fakhrur Razi, dalam tafsirnya, menjelaskan bahwa ayat ini berkenaan dengan reaksi istri Nabi Ibrahim, Sarah, ketika mendengar kabar tentang kelahiran anaknya dari Nabi Ibrahim, padahal usianya sudah sangat tua dan mandul. Menurut Razi, perkataan Sarah yang mengatakan dirinya sebagai "perempuan tua yang mandul" menunjukkan keterkejutannya dan kebingungannya mengenai kemungkinan tersebut. Reaksi tersebut adalah respons manusiawi terhadap hal yang tampak mustahil menurut pandangan manusia biasa, namun hal itu mengandung pelajaran penting mengenai keterbatasan pemahaman manusia tentang takdir Allah yang Maha Kuasa.
Razi menghubungkan ayat ini dengan konsep keajaiban ilahiyah dalam kehidupan manusia yang kadang tidak dapat dipahami secara logika, tetapi justru merupakan bukti dari kekuasaan Allah yang melampaui segala sesuatu. Sarah merasa mustahil untuk memiliki anak karena faktor usia dan kondisinya yang dianggap mandul. Namun, ayat ini menegaskan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, yang dapat mengubah keadaan dan memberikan rezeki dengan cara yang tidak terduga.
Sayyid Qutub, dalam tafsirnya Fi Zilal al-Qur'an, menafsirkan ayat ini dengan menekankan pada kekaguman dan keterkejutan Sarah. Ia melihatnya sebagai pernyataan yang menunjukkan kebingungan manusia terhadap takdir Allah yang luar biasa. Qutub menyatakan bahwa Sarah tidak dapat menerima kenyataan bahwa dia akan hamil pada usia yang sangat lanjut dan dengan kondisi yang tampak tidak memungkinkan.
Lebih lanjut, Qutub menjelaskan bahwa reaksi Sarah menggambarkan ketidakmampuan manusia untuk memprediksi atau memahami jalan takdir Allah yang tidak terduga. Hal ini merupakan pengingat bahwa sebagai hamba, manusia harus menerima kenyataan bahwa dalam hidup ada aspek-aspek yang melampaui nalar manusia, dan segala sesuatu terjadi atas kehendak Allah. Sarah yang "terperanjat" dengan kabar tersebut menggambarkan kedalaman keyakinannya bahwa segala hal dalam hidup bergantung pada kekuasaan Tuhan.
Sebab-Akibat dan Tanggung Jawab
Dalam konteks sains modern, terutama dalam teori sebab-akibat, ayat ini dapat dikaitkan dengan konsep bahwa segala peristiwa di dunia ini memiliki sebab-sebab yang bisa dijelaskan secara ilmiah. Namun, ada banyak kejadian yang tidak dapat dijelaskan oleh sains secara langsung, seperti kelahiran di luar kebiasaan biologis atau ilmiah, yang menunjukkan adanya dimensi takdir atau campur tangan Tuhan yang tidak bisa ditangkap oleh teori sebab-akibat murni.
Pernyataan Sarah tentang "perempuan tua yang mandul" bisa dilihat sebagai pengingat tentang keterbatasan manusia dalam mengukur dan memahami segala sesuatu, meskipun sains berusaha menjelaskan fenomena alam. Dalam konteks tanggung jawab, ayat ini mengajarkan bahwa manusia tetap bertanggung jawab untuk berusaha dan berdoa, namun hasil akhirnya adalah hak prerogatif Tuhan. Manusia memiliki peran dalam mengusahakan sesuatu, namun akhirnya tetap bergantung pada keputusan Allah, yang kadang bisa melampaui hukum sebab-akibat yang diketahui manusia.
0 komentar