BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZARIYAT: 28

    Jumat, 28 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Pada ayat 27, Allah menyebutkan bahwa malaikat datang dengan kabar yang mengejutkan bagi Nabi Ibrahim, yaitu peristiwa yang menimbulkan rasa takut baginya. Namun, pada ayat 28, malaikat menghilangkan rasa takut tersebut dengan memberikan kabar gembira mengenai kelahiran anak yang cerdas dan berilmu, yakni Nabi Ishaq. Dalam konteks pendidikan, pertautan ini mengajarkan pentingnya memberikan optimisme dan dorongan kepada orang yang merasa ragu atau takut. Sama seperti Nabi Ibrahim yang awalnya merasa takut, tetapi segera diberi kabar gembira, begitu pula dalam pendidikan, setiap individu yang merasa takut atau pesimis perlu diberikan harapan dan keyakinan. Optimisme ini bisa menjadi pendorong untuk mencapai tujuan, seperti halnya Nabi Ibrahim yang akhirnya mendapat anak yang tidak hanya sebagai penerus, tetapi juga sebagai sumber ilmu.

    Dalam sains modern, pertautan antara ayat 27 dan 28 ini dapat dipahami dalam konteks pemahaman akan proses perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan alam. Ayat pertama menggambarkan rasa takut yang dialami oleh Nabi Ibrahim terhadap peristiwa yang datang tak terduga, yang kemudian diikuti dengan kabar gembira di ayat berikutnya. Proses ini dapat dihubungkan dengan teori dalam sains tentang evolusi dan perkembangan pengetahuan. Ketika seseorang menghadapi ketidakpastian atau rasa takut, perkembangan ilmu pengetahuan dapat memberikan penerangan dan solusi, sebagaimana Nabi Ibrahim yang diberikan kabar gembira mengenai kelahiran anak yang penuh ilmu. Sains terus mengungkapkan rahasia alam yang bisa mengubah ketakutan menjadi pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik, mendorong manusia untuk terus berkembang.

    Kajian Kebahasaan

    فَاَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةًۗ قَالُوْا لَا تَخَفْۗ وَبَشَّرُوْهُ بِغُلٰمٍ عَلِيْمٍ ۝٢٨

    Tejemahnya: "Dia (Ibrahim) menyimpan rasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut!” Mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (akan kelahiran) seorang anak yang sangat berilmu (Ishaq)" (28)

    Ayat ini mengisahkan reaksi Nabi Ibrahim terhadap kedatangan tamu malaikat yang menyamar sebagai manusia. Dalam struktur naratif, ada ketegangan yang muncul ketika Ibrahim merasa takut. Namun, ketegangan tersebut segera dipulihkan dengan kata-kata yang menenangkan dari para malaikat. Struktur ayat ini memanfaatkan transisi emosional yang cepat dari rasa takut menuju harapan melalui kalimat "Janganlah takut" dan kabar gembira tentang kelahiran anak yang berilmu. Struktur ini menunjukkan pentingnya keseimbangan antara ketakutan dan harapan dalam kehidupan manusia, serta cara wahyu datang untuk menenangkan dan memberi kabar gembira.

    Gaya bahasa dalam ayat ini terletak pada penggunaan kontras yang sangat jelas antara rasa takut dan kabar gembira. Kata “فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً” (Dia menyimpan rasa takut) menggambarkan perasaan alami manusia saat menghadapi situasi yang tidak dikenali. Namun, balaghah tercermin pada kata-kata para malaikat, “لَا تَخَفْ” (Janganlah takut), yang tidak hanya meredakan ketakutan, tetapi juga memberi kepastian. Kabar tentang kelahiran anak yang sangat berilmu (Ishaq) memberikan elemen kejutan, karena sebelumnya Ibrahim tidak mengharapkan hal tersebut di usia yang sudah lanjut. Pemilihan kata ini menunjukkan kemampuan bahasa Al-Qur'an dalam mengungkapkan emosi yang mendalam.

    Ayat ini menyampaikan dua makna utama. Pertama, makna psikologis mengenai rasa takut yang dialami Ibrahim ketika menghadapi tamu-tamu yang tidak dikenalnya. Ketakutan ini adalah reaksi alami manusia terhadap hal yang tidak diketahui atau mengancam. Kedua, ada makna keajaiban dan harapan yang muncul setelah ketakutan itu hilang, dengan kabar gembira tentang kelahiran seorang anak yang berilmu. “غُلَامٍ عَلِيْمٍ” (anak yang sangat berilmu) mengacu pada Ishaq, yang menunjukkan bahwa ilmu dan hikmah adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya, bahkan dalam situasi yang tidak terduga. Ayat ini mengajarkan tentang harapan dan pertolongan Allah yang datang setelah kesulitan.

    Ayat ini menggunakan tanda-tanda untuk menyampaikan pesan yang lebih mendalam. Ketakutan Ibrahim terhadap para tamu menggambarkan tanda ketidakpastian, namun perubahan suasana menjadi tenang setelah kabar gembira menjadi tanda dari kehendak Ilahi yang tak terduga. Tamu-tamu tersebut, yang adalah malaikat, membawa tanda bahwa Allah mengutus pesan melalui makhluk lain. "لَا تَخَفْ" (Jangan takut) menjadi tanda transisi dari ketakutan ke harapan, sementara “غُلَامٍ عَلِيْمٍ” menggambarkan tanda berkat yang akan datang, yakni kelahiran anak yang tidak hanya membawa kebahagiaan pribadi tetapi juga merupakan bagian dari rencana Ilahi yang lebih besar.

    Logika dalam ayat ini mencerminkan bagaimana manusia sering kali merasa takut atau cemas terhadap sesuatu yang tidak dikenalnya atau yang tampaknya tidak mungkin. Namun, dalam konteks ini, logika Ilahi bertindak untuk menenangkan Ibrahim dengan kabar gembira. Walaupun usia Ibrahim sudah lanjut, kenyataan bahwa dia akan dikaruniai seorang anak yang sangat berilmu (Ishaq) melampaui batasan logika manusia. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hidup, terkadang logika manusia terbatas, namun kehendak dan hikmah Tuhan melampaui semua itu, membawa kabar gembira di saat yang tidak terduga.

    Penafairan Ulama

    Ibnu Abbas, mengungkapkan bahwa rasa takut yang dialami oleh Nabi Ibrahim (AS) disebabkan oleh perasaan was-was terhadap tiga tamu yang datang ke rumahnya. Beliau merasa bahwa tamu tersebut adalah malaikat yang datang untuk memberikan kabar buruk tentang nasib kaumnya yang akan dihancurkan. Namun, saat para tamu tersebut mengungkapkan niat sebenarnya, yaitu untuk menyampaikan kabar gembira bahwa istri Ibrahim (AS) akan melahirkan anak yang bernama Ishaq, maka rasa takutnya berubah menjadi kegembiraan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan, meskipun manusia menghadapi ketakutan atau kecemasan, selalu ada harapan dan kabar baik yang bisa menyusul.

    Dalam tafsir Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa Ibrahim (AS) mengalami ketakutan yang mendalam ketika melihat tiga tamu yang datang. Dia tidak menyadari bahwa mereka adalah malaikat yang datang untuk memberikan kabar gembira dan bukan membawa malapetaka. Ketakutan tersebut muncul dari rasa tidak percaya dan perasaan manusiawi. Namun, ketika mereka menyatakan bahwa mereka membawa kabar gembira, maka ketakutannya pun hilang. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa kebahagiaan yang datang setelah ketakutan adalah bukti bahwa Allah selalu memberi rahmat dan berkat dalam bentuk yang tidak terduga, dan kita harus siap menerima kabar baik setelah ujian.

    Sains Modern dan Pendidikan

    Tafsir terhadap ayat ini memiliki banyak relevansi dengan sains modern dan pendidikan, terutama dalam hal optimisme dan motivasi. Dalam konteks sains, ketakutan yang dialami Ibrahim (AS) dapat dianalogikan dengan ketakutan yang sering dialami manusia terhadap hal-hal yang belum diketahui atau belum terjadi. Proses ini mirip dengan reaksi alami manusia terhadap ketidakpastian, seperti yang dipelajari dalam psikologi dan neurosciences, di mana ketakutan dapat menjadi respons terhadap ancaman yang belum jelas.

    Namun, seperti yang tercermin dalam ayat ini, ketakutan tersebut dapat diubah menjadi kekuatan positif apabila kita memiliki harapan dan keyakinan. Dalam pendidikan, hal ini penting untuk menanamkan sikap optimis pada pelajar, di mana mereka diajarkan untuk tidak takut gagal, melainkan melihat setiap tantangan sebagai kesempatan untuk berkembang. Pendidikan yang mengajarkan sikap positif dan keyakinan dapat meningkatkan rasa percaya diri, yang pada gilirannya akan menghasilkan individu yang lebih siap menghadapi masa depan. Dengan demikian, pemahaman terhadap ayat ini dapat diterapkan untuk memotivasi generasi muda agar terus berusaha dan tidak putus asa, meski dihadapkan dengan kesulitan.