BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZARIYAT: 26

    Jumat, 28 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual

    Pada Surah Az-Zariyat ayat 25 dan 26, terdapat sebuah peristiwa penting yang berhubungan dengan kedatangan tamu yang tidak dikenal oleh Nabi Ibrahim. Ayat 25 menjelaskan bahwa para malaikat datang dengan bentuk manusia kepada Ibrahim dan memberitakan kabar gembira mengenai kelahiran anaknya, Ishaq, setelah usianya yang lanjut. Pada ayat 26, Nabi Ibrahim dengan tulus mendatangi keluarganya, lalu membawa anak sapi gemuk yang dimasak untuk disajikan kepada tamu-tamunya tersebut.

    Dalam konteks pendidikan dan sains modern, pertautan antara kedua ayat ini mengandung pelajaran yang dalam. Ayat 25 menggambarkan kedatangan informasi yang membawa kabar gembira yang seringkali datang dengan cara yang tak terduga. Dalam dunia pendidikan, hal ini mengajarkan kita untuk selalu terbuka terhadap pengetahuan baru dan siap menerima ide-ide inovatif, meski seringkali datang dari sumber yang tidak terduga atau tampaknya biasa saja. Kejutan yang dialami Nabi Ibrahim adalah simbol dari bagaimana ilmu pengetahuan sering datang dalam bentuk yang tak terduga, dan bagaimana kita harus selalu siap untuk menyambutnya dengan rasa ingin tahu dan ketulusan.

    Sementara itu, pada ayat 26, tindakan Nabi Ibrahim yang menyajikan anak sapi gemuk bisa dilihat sebagai simbol dari pentingnya perhatian terhadap kualitas dalam pembelajaran. Dalam konteks pendidikan, ini mengingatkan kita untuk memberikan yang terbaik dalam hal proses belajar-mengajar, dengan menyediakan "makanan" pengetahuan yang berkualitas tinggi, seperti daging yang dipilih dengan cermat. Sama halnya dengan sains modern, yang menuntut penelitian dan pembelajaran yang mendalam, Nabi Ibrahim melalui tindakan ini menunjukkan bahwa kualitas selalu lebih utama daripada kuantitas dalam menyajikan pengetahuan.

    Secara keseluruhan, pertautan konseptual antara kedua ayat ini mengajarkan kita untuk menerima ilmu dengan lapang dada dan memberikan yang terbaik dalam proses penyampaian ilmu, sebagaimana Nabi Ibrahim yang menyiapkan hidangan terbaik untuk tamunya.

    Pendekatan Kebahasaan

    Dalam ayat ini, terdapat struktur naratif yang menggambarkan tindakan Nabi Ibrahim. Kata "فَرَاغَ" (pergi diam-diam) mengindikasikan perubahan fokus pada Nabi Ibrahim yang bertindak secara pribadi, menunjukkan peran aktifnya dalam menghadapi situasi tersebut. Selanjutnya, kalimat "اِلٰٓى اَهْلِهٖ" (menuju keluarganya) mengarah pada relasi Ibrahim dengan keluarganya, dan "فَجَاۤءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ" menggambarkan tindakan spesifik yaitu membawa anak sapi gemuk. Struktur kalimat ini menunjukkan langkah-langkah bertahap yang menunjukkan kehati-hatian dan kebesaran akhlak Nabi Ibrahim dalam menjamu tamu yang ternyata adalah malaikat.

    Penggunaan kata "فَرَاغَ" dengan makna diam-diam memperlihatkan kehalusan tindakan Nabi Ibrahim. Selain itu, "بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ" menggambarkan kesan kemewahan dan perhatian terhadap tamu dengan memilih anak sapi gemuk yang berarti kemuliaan dalam perbuatan. Teknik tasybih juga tercermin dalam perbandingan antara tindakan Nabi Ibrahim yang penuh ketulusan dan pengorbanan dengan sifat malaikat yang menyamar. Gaya bahasa ini memperkuat pesan tentang sifat mulia yang harus dimiliki dalam menjamu tamu.

    Semantik kata "فَرَاغَ" menggambarkan kesadaran dan perhatian Nabi Ibrahim dalam memenuhi kebutuhan tamunya dengan cara yang bijaksana, tanpa menunjukkan kegelisahan atau kegembiraan berlebihan. Pemilihan "عِجْلٍ سَمِيْنٍ" menonjolkan makna kemewahan dan penghormatan yang tinggi terhadap tamu, yang berfungsi sebagai simbol dari sikap dermawan Nabi Ibrahim. Secara keseluruhan, tindakan ini menunjukkan pemahaman Ibrahim yang mendalam tentang pentingnya melayani tamu dengan cara terbaik. Hal ini juga dapat menandakan kebaikan hati Ibrahim yang melebihi ekspektasi, bahkan tanpa mengetahui bahwa tamunya adalah malaikat.

    Kata "فَرَاغَ" memberi tanda akan sikap ketenangan dan kehati-hatian dalam melakukan tindakan. "عِجْلٍ سَمِيْنٍ" berfungsi sebagai tanda dari kemewahan dan perhatian khusus terhadap tamu, yang mengarah pada interpretasi nilai-nilai sosial yang sangat menghargai tamu. Secara keseluruhan, tanda-tanda ini menciptakan makna bahwa dalam tradisi Islam, menjamu tamu adalah suatu tindakan mulia yang menunjukkan penghormatan dan dermawan. Tindakan Ibrahim ini mengandung pesan tentang kebaikan hati, keikhlasan, dan kemurahan hati, yang menjadi nilai yang dihargai dalam budaya Islam.

    Penjelasan Ulama Tafsir

    Menurut Az-Zamakhsyari dalam tafsirnya Al-Kashaf, ayat ini menjelaskan tentang tindakan Nabi Ibrahim yang mempersembahkan daging anak sapi gemuk kepada tamu-tamunya. Az-Zamakhsyari menyoroti makna kata "farāghā" yang berarti "berpaling" atau "menyendiri." Dalam konteks ini, Nabi Ibrahim menyendiri dan pergi ke keluarganya untuk menyiapkan hidangan tersebut. Ini menunjukkan sifat ketulusan dan kebaikan Nabi Ibrahim dalam menyambut tamu, meskipun ia belum mengetahui identitas mereka.

    Az-Zamakhsyari juga mengungkapkan bahwa Ibrahim memilih anak sapi gemuk sebagai hidangan karena dalam budaya Arab, hidangan semacam ini adalah tanda penghormatan yang sangat tinggi. Ini menunjukkan betapa besar rasa hormat dan perhatian yang diberikan Ibrahim kepada tamu-tamunya. Hal ini juga menunjukkan kepedulian Ibrahim terhadap etika pergaulan yang baik dan menjaga kehormatan tamu.

    Tahir Ibnu Asyur dalam tafsirnya At-Tahrir wa At-Tanwir memberikan penekanan lebih pada aspek moral dan pendidikan yang dapat diambil dari ayat ini. Ia menjelaskan bahwa tindakan Nabi Ibrahim menyendiri untuk menyiapkan hidangan bukan hanya sebagai bentuk penghormatan terhadap tamu, tetapi juga sebagai bentuk ketulusan dan niat yang baik dalam memberikan yang terbaik. Ini juga menunjukkan bahwa dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh seseorang, terutama dalam konteks memberikan, niat yang tulus dan ketulusan hati harus diperhatikan.

    Ibnu Asyur juga menyoroti pentingnya cara Nabi Ibrahim menyambut tamu. Tidak hanya memberikan makanan yang terbaik, tetapi juga memperlihatkan sikap yang ramah dan penuh perhatian. Hal ini menjadi pelajaran penting dalam konteks hubungan sosial dan pendidikan tentang bagaimana seharusnya seseorang menghormati orang lain, khususnya tamu yang datang tanpa diduga.

    Sains Modern & Pendidikan 

    Dalam sains modern, tindakan Nabi Ibrahim yang memilih anak sapi gemuk sebagai hidangan dapat dipandang sebagai penekanan pada pentingnya nutrisi yang baik bagi tubuh. Daging anak sapi yang gemuk mengandung banyak protein dan energi yang dibutuhkan oleh tubuh, mencerminkan pengetahuan tentang gizi yang sangat relevan dengan ilmu kesehatan modern.

    Secara lebih mendalam, konsep ketulusan hati yang ditunjukkan dalam tindakan Ibrahim bisa dikaitkan dengan sains psikologi dan ilmu sosial yang mengajarkan pentingnya empati dan niat baik dalam interaksi sosial. Penekanan pada kualitas pergaulan ini sangat relevan dengan pendidikan sosial dan karakter yang sedang diterapkan dalam dunia pendidikan saat ini, di mana pengembangan sikap positif, ketulusan, dan kepedulian terhadap orang lain menjadi kunci pembentukan karakter yang baik.

    Pendidikan terkini juga menekankan pentingnya empati dan perhatian terhadap orang lain dalam membangun hubungan sosial yang harmonis. Pembelajaran dari tindakan Nabi Ibrahim dalam ayat ini memberikan pesan moral yang relevan dalam mengajarkan generasi muda untuk selalu memberikan yang terbaik dalam setiap tindakan mereka terhadap orang lain. Ini juga mengajarkan pentingnya kualitas dalam setiap tindakan, baik itu dalam memberikan pertolongan, penghormatan, atau bantuan sosial.