BLANTERORBITv102

    KAJIAN Q.S. AZ-ZARIYAT: 23

    Kamis, 27 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Pertautan Konseptual (Tanasub)

    Pada Az-Zariyat ayat 22, Allah Swt. berfirman, "Dan langit yang mempunyai jalan-jalan," yang menggambarkan keajaiban alam semesta dan sistem yang teratur di dalamnya. Ayat ini menekankan bahwa setiap fenomena di langit terjadi dengan aturan yang pasti dan terencana. Lalu, pada Az-Zariyat ayat 23, Allah bersumpah demi Tuhan langit dan bumi, bahwa janji-Nya adalah sesuatu yang pasti, seperti halnya kata-kata yang keluar dari mulut manusia.

    Pertautan antara kedua ayat ini adalah penegasan tentang keteraturan dan kepastian hukum alam yang berlaku di dunia ini, baik itu di langit maupun di bumi. Seperti halnya hukum fisika yang mengatur pergerakan benda-benda langit, demikian pula janji Allah, yang tidak akan gagal atau meleset. Dalam hal ini, prinsip ketepatan dan integritas tercermin dalam seluruh ciptaan-Nya.

    Integritas dan Hukum Sebab-Akibat

    Integritas merupakan karakter penting yang mencerminkan konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Dalam konteks ayat ini, janji Allah adalah suatu kebenaran yang tidak bisa dibantah. Begitu pula, dalam dunia pendidikan, penting untuk menanamkan nilai integritas pada individu, di mana setiap perkataan harus sesuai dengan tindakan. Sebagaimana Allah menegaskan bahwa apa yang dijanjikan-Nya pasti terjadi, manusia juga harus bertanggung jawab terhadap setiap kata dan janji yang diucapkannya. Dalam dunia pendidikan, pengajaran integritas sangat penting, agar individu tidak hanya bisa berbicara dengan jujur, tetapi juga mampu bertindak dengan jujur dan dapat dipercaya.

    Hukum Sebab-Akibat dalam Sains Modern

    Dalam tinjauan sains modern, hukum sebab-akibat atau kausalitas adalah prinsip yang menyatakan bahwa setiap peristiwa atau fenomena yang terjadi pasti ada penyebabnya. Ini sejalan dengan pesan dalam Al-Qur'an bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketetapan yang telah Allah tentukan. Sebagai contoh, hukum gravitasi mengatur pergerakan benda, begitu pula dengan hukum-hukum lain yang mengatur alam semesta. Sama halnya dengan janji Allah, yang akan terwujud berdasarkan sebab yang telah ditentukan-Nya.

    Secara ilmiah, hukum sebab-akibat memberikan pemahaman bahwa segala sesuatu dalam alam semesta ini terhubung dan memiliki urutan yang jelas. Demikian pula dengan prinsip integritas: jika seseorang mengucapkan sesuatu dengan penuh tanggung jawab, maka akibat yang muncul akan sejalan dengan kata-katanya. Integritas, seperti hukum sebab-akibat, bekerja dalam keteraturan dan ketepatan yang tidak bisa dibantah. Setiap tindakan memiliki akibat, dan setiap janji yang diucapkan akan ada pertanggungjawabannya.

    Analisis Kebahasaan

    فَوَرَبِّ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اِنَّهٗ لَحَقٌّ مِّثْلَ مَآ اَنَّكُمْ تَنْطِقُوْنَࣖ ۝٢٣

    Terjemahnya: "Maka, demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya (apa yang dijanjikan kepadamu itu) pasti akan nyata seperti (halnya) kamu berucap" (23)

    Ayat ini berbicara tentang peringatan dan janji Allah. Struktur ayat ini terdiri dari dua bagian utama: sumpah Allah yang dimulai dengan "Fawa Rabbis-Samā’i wal-Ardh" (demi Tuhan langit dan bumi), yang menunjukkan kepastian dan kekuatan janji-Nya. Kemudian, dilanjutkan dengan klaim bahwa apa yang dijanjikan Allah akan terjadi dengan pasti, seperti halnya ucapan manusia. Kalimat ini menunjukkan hubungan antara sumpah dan akibat dari pernyataan tersebut. Struktur ini memperkuat keyakinan bahwa kebenaran janji Allah bersifat pasti dan tak dapat diganggu gugat, serta menekankan realitas dan kebenaran yang tak bisa ditolak oleh siapa pun.

    Redaksi ayat ini menggunakan sumpah sebagai sarana untuk menegaskan kebenaran yang tak terbantahkan. "Faw rabbis-sama’i wal-ardh" adalah bentuk sumpah yang kuat, menggunakan Tuhan langit dan bumi sebagai saksi untuk menegaskan kebenaran suatu janji. Dalam balaghah, sumpah ini memberi kekuatan dan kedalaman makna, mengikat janji dengan bukti yang sangat nyata, yaitu langit dan bumi yang memiliki kekuasaan tak terbatas. Perbandingan antara janji Allah dengan ucapan manusia, yang pasti terjadi seperti yang dikatakan, menegaskan realitas dan kepastian. Penggunaan kata "la haqqun" (pasti) menunjukkan sifat pasti dan tak terbantahkan dari janji Allah, dengan cara yang mudah dipahami.

    Kata-kata dalam ayat ini memberikan penekanan pada keabsolutan dan kepastian. "Rabbis-samā’i wal-ardh" menunjuk pada Tuhan yang menguasai langit dan bumi, yang melambangkan kekuasaan tak terbatas. Kata "haqq" menunjukkan kebenaran yang pasti dan tak terbantahkan. Ucapan manusia sering kali dianggap dapat diterima atau dipertanyakan, namun janji Allah adalah sesuatu yang pasti terwujud tanpa keraguan, sebagaimana ucapan manusia yang nyata. Penggunaan kata "mimma" menandakan suatu perbandingan antara apa yang dijanjikan Allah dengan kenyataan yang bisa diterima manusia, memperkuat makna bahwa janji-Nya adalah suatu hal yang tidak mungkin gagal.

    Secara simbolik, ayat ini menggunakan simbolisme langit dan bumi untuk menggambarkan kekuasaan mutlak Tuhan. Langit dan bumi merupakan tanda (sign) yang sangat dikenal sebagai dua elemen yang tak dapat ditaklukkan oleh manusia, menunjukkan bahwa apa yang dijanjikan Allah adalah sesuatu yang pasti. Kata-kata seperti "haqq" dan "la haqqun" adalah simbol kebenaran yang tidak bisa dibantah. Sumpah ini memberi sinyal bahwa janji Allah memiliki makna yang lebih tinggi dari segala bentuk perkataan manusia, sehingga membangun pengertian akan kepastian yang tak terelakkan. Semiotika di sini berfungsi untuk menunjukkan bahwa tanda yang digunakan (langit, bumi, dan kebenaran) mendalami makna tak terbantahkan dari janji Ilahi.

    Secara mantiq, ayat ini menunjukkan deduksi logis tentang kepastian janji Allah. Premis pertama adalah bahwa langit dan bumi adalah ciptaan Allah yang tak bisa dipungkiri oleh manusia. Premis kedua adalah bahwa apa yang dijanjikan oleh Allah adalah pasti dan akan terjadi. Kesimpulan logisnya, karena janji Allah disertai dengan sumpah atas langit dan bumi, maka janji tersebut pasti akan terwujud sebagaimana ucapan manusia yang pasti terjadi. Argumen Qurani ini menggunakan logika deduktif untuk menegaskan bahwa janji Allah adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari atau diragukan.

    Penjelasan Ulama

    Fakhrur Razi menerangkan, ayat ini menegaskan bahwa segala yang dijanjikan oleh Allah akan terjadi dengan kepastian yang tak dapat diganggu gugat, sebagaimana halnya manusia dapat berbicara dengan penuh keyakinan. Fakhrur Razi mengaitkan ayat ini dengan suatu bentuk konfirmasi terhadap kebenaran janji Allah yang akan terjadi tanpa keraguan. Dia menjelaskan bahwa Allah bersumpah dengan nama langit dan bumi untuk menegaskan bahwa hukum-hukum yang berlaku di alam semesta ini adalah bukti nyata akan keagungan dan kekuasaan-Nya. Fakhrur Razi memandang ayat ini sebagai panggilan untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang bisa ditemukan dalam alam semesta, yang menunjukkan bahwa apa yang Allah janjikan adalah hal yang pasti dan tidak bisa dihindari.

    Jauhari Tanthowi: Dalam penafsiran Jauhari Tanthowi, ia menjelaskan bahwa ayat ini menekankan bahwa kehidupan di dunia ini tidak berjalan secara kebetulan, melainkan ada hukum-hukum yang berlaku dan akan menuntun kepada hasil yang pasti. Ayat ini memberi penekanan pada kekuatan kata-kata dan bagaimana pernyataan manusia yang datang dari mulutnya dapat menjadi nyata, yang mengarah pada pengertian bahwa apa yang Allah janjikan adalah kebenaran yang pasti dan akan terjadi sebagaimana yang telah diucapkan. Jauhari Tanthowi menambahkan bahwa ayat ini mengajarkan pentingnya menjaga perkataan dan kesungguhan dalam bertindak, karena apa yang manusia ucapkan akan berkaitan langsung dengan apa yang akan terjadi di masa depan, sesuai dengan ketetapan Allah.

    Sains Modern dan Teori  Hukum Causa-Effect

    Dalam konteks sains modern, ayat ini berhubungan dengan teori hukum sebab-akibat (causa-effect) yang dikenal dalam ilmu fisika dan filsafat. Hukum sebab-akibat menyatakan bahwa setiap peristiwa di alam semesta ini terjadi karena adanya sebab yang mendahuluinya. Seperti halnya dalam fisika, setiap tindakan atau pernyataan yang dilakukan manusia memiliki dampak yang akan muncul sesuai dengan hukum alam. Dalam pandangan ini, ayat ini mengingatkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini memiliki ketetapan yang pasti dan terkait dengan sebab dan akibat.

    Pernyataan dalam ayat tersebut, "sesungguhnya (apa yang dijanjikan kepadamu itu) pasti akan nyata seperti (halnya) kamu berucap," dapat dimaknai dalam konteks hukum sebab-akibat sebagai suatu peringatan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan, baik dalam perkataan maupun tindakan, akan membawa hasil yang nyata. Hal ini sejalan dengan teori kausalitas dalam fisika, di mana setiap efek yang terjadi adalah hasil dari sebab yang telah ada sebelumnya. Dalam sains modern, pemahaman ini menegaskan bahwa tidak ada yang terjadi tanpa sebab, dan setiap fenomena memiliki jalur sebab-akibat yang dapat dilacak. Demikian pula, dalam konteks ketetapan Ilahi, Allah menegaskan bahwa apa yang telah dijanjikan-Nya akan terjadi dengan ketepatan yang tak bisa dipungkiri, sebagaimana kata-kata manusia yang memiliki dampak nyata. Oleh karena itu, ayat ini memberikan pesan bahwa hukum alam semesta berjalan berdasarkan ketetapan yang tidak dapat diubah, dan setiap pernyataan atau tindakan akan mengarah pada akibat yang pasti.

    Pembinaan Karakter dan  Integritas

    Ayat ini juga dapat dijadikan acuan dalam pendidikan, terutama dalam pembinaan karakter dan integritas. Dalam pendidikan karakter, ayat ini mengajarkan pentingnya konsistensi antara perkataan dan perbuatan. Salah satu teori pendidikan yang relevan dengan ayat ini adalah teori pembelajaran sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut teori ini, individu belajar melalui pengamatan dan peniruan perilaku orang lain, termasuk perkataan dan tindakan. Dalam konteks ini, anak-anak atau siswa akan mempelajari nilai-nilai karakter dan integritas melalui contoh yang diberikan oleh pendidik dan lingkungan sekitar mereka.

    Karakter yang kuat terbentuk ketika seseorang mampu menepati janji dan menjaga kata-katanya. Pembinaan karakter ini dapat dimulai dengan pendidikan yang menekankan pada pentingnya komitmen dan tanggung jawab, di mana setiap perbuatan dan perkataan yang diucapkan harus dilaksanakan dengan kesungguhan dan akuntabilitas. Ayat ini menegaskan bahwa apa yang diucapkan pasti akan tercapai, yang memberikan pesan kepada siswa bahwa mereka harus berhati-hati dalam memilih kata-kata dan bertindak sesuai dengan apa yang telah mereka janjikan. Hal ini sesuai dengan teori integritas yang mengedepankan konsistensi antara nilai-nilai pribadi, perkataan, dan tindakan.

    Selain itu, teori pembelajaran konstruktivisme dari Piaget dan Vygotsky juga memberikan gambaran bahwa pembentukan karakter dan integritas terjadi secara aktif melalui interaksi sosial dan pengalaman langsung. Siswa membangun pemahaman mereka tentang kebenaran, tanggung jawab, dan integritas melalui diskusi, refleksi, dan pengalaman hidup mereka. Ayat ini bisa digunakan sebagai dasar untuk mendorong siswa agar lebih sadar akan pentingnya akuntabilitas dalam setiap ucapan dan tindakan mereka, karena setiap pernyataan mereka akan menghasilkan akibat yang nyata.

    Dengan demikian, pendidikan yang menekankan pada pembentukan karakter harus membangun kesadaran tentang pentingnya menjaga kata-kata dan memenuhi janji sebagai bagian dari integritas pribadi. Ayat ini mengajarkan bahwa kata-kata memiliki kekuatan dan bahwa tindakan yang konsisten dengan perkataan adalah aspek penting dalam membentuk karakter yang baik.