Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
pertautan Konseptual
Surah Az-Zariyat ayat 15-16 memberikan gambaran tentang kondisi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, serta balasan yang akan mereka terima di akhirat. Pada ayat 15, disebutkan tentang "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam taman-taman surga yang penuh kenikmatan," yang menggambarkan kebahagiaan orang-orang yang taat kepada Allah di surga. Selanjutnya, pada ayat 16, dijelaskan bahwa mereka mendapatkan segala yang dianugerahkan oleh Tuhan, karena mereka di dunia sebelum itu adalah orang-orang yang selalu berbuat kebaikan.
Pertaunannya (tanasub) antara kedua ayat ini menunjukkan hubungan sebab-akibat antara amal shaleh di dunia dengan balasan yang diterima di akhirat. Orang yang beramal baik di dunia, seperti yang dijelaskan dalam ayat sebelumnya, akan mendapatkan ganjaran yang lebih besar di surga, yaitu kenikmatan yang tiada tara.
Dalam konteks pendidikan, hal ini mengajarkan kepada kita bahwa amal kebaikan yang dilakukan dalam proses belajar mengajar akan membuahkan hasil yang baik, baik di dunia maupun di akhirat. Seperti halnya seorang pelajar yang giat belajar dan berusaha dengan penuh keikhlasan, ia akan meraih keberhasilan dalam studi dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, serta berkontribusi pada masyarakat.
Sementara itu, dalil sains modern juga menunjukkan bahwa perbuatan baik berhubungan dengan kesejahteraan fisik dan psikologis. Penelitian psikologi modern menunjukkan bahwa berbuat baik dapat meningkatkan kebahagiaan dan kualitas hidup, serta membentuk karakter yang positif. Hal ini sesuai dengan prinsip dalam Islam, bahwa amal kebaikan membawa kedamaian dalam diri dan berimbas pada kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Jadi, kedua ayat ini tidak hanya menunjukkan balasan akhirat, tetapi juga relevansi dengan kehidupan dunia, terutama dalam konteks pendidikan dan sains modern.
Analisis Kebahasaan
Secara struktural, ayat ini merupakan kalimat yang terdiri dari dua bagian utama. Bagian pertama menggambarkan pahala yang akan diterima oleh orang-orang beriman di surga, yaitu "mereka dapat mengambil apa saja yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka". Bagian kedua mengaitkan pemberian tersebut dengan amal perbuatan baik yang dilakukan oleh mereka sebelumnya di dunia, "Sesungguhnya mereka sebelum itu (di dunia) adalah orang-orang yang berbuat kebaikan." Struktur ini menunjukkan hubungan sebab-akibat antara amal kebaikan di dunia dengan balasan di surga, memberikan kesan keharmonisan dan konsistensi antara kehidupan dunia dan akhirat.
Penggunaan gaya bahasa pada ayat ini menunjukkan keindahan dalam penggunaan diksi yang memberi kesan mendalam. Kata "يَأْخُذُونَ" (mereka mengambil) menunjukkan aktivitas yang menyenangkan, menggambarkan kesenangan yang akan dirasakan penghuni surga. Penggunaan kata "مَآ" (apa saja) memberikan kesan bahwa mereka bebas menikmati segala yang ada di surga tanpa batasan. Penambahan "مُحْسِنِينَ" (orang-orang yang berbuat kebaikan) pada bagian kedua menunjukkan sifat mereka yang berlandaskan pada kebaikan, yang memberikan kesan penguatan antara ktindakan baik di dunia dan pahala di akhirat. Struktur kalimat ini mengandung keseimbangan yang lmemperkuat pesan moral tentang akibat perbuatan baik.
Kata "مَآ" yang berarti "apa saja" menekankan kebebasan dan kelimpahan pemberian Allah kepada hamba-Nya yang beriman, menunjukkan bahwa segala kenikmatan di surga tidak terbatas. Kata "مُحْسِنِينَ" merujuk pada orang-orang yang berbuat baik, yaitu mereka yang memiliki niat ikhlas dalam menjalani kehidupan. Penekanan pada kata ini memperlihatkan bahwa balasan di surga adalah hasil dari amal perbuatan yang penuh kebaikan dan pengabdian kepada Tuhan, membangun pemahaman bahwa setiap amal baik akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Teks ayat ini menyampaikan pesan moral dan spiritual yang dalam melalui simbol-simbol tertentu. "Surga" dalam ayat ini menjadi simbol balasan tertinggi bagi mereka yang berbuat baik. Kata "mengambil" bisa diinterpretasikan sebagai simbol kebebasan dan kemudahan dalam menerima segala kenikmatan tanpa hambatan. "Tuhan" menjadi tanda otoritas tertinggi yang memberikan ganjaran sesuai dengan amal perbuatan hamba-Nya. "Perbuatan baik" dalam konteks ini menjadi tanda nilai moral yang diutamakan dalam kehidupan dunia, yang menghasilkan tanda-tanda kebahagiaan di akhirat. Secara keseluruhan, semiotika dalam ayat ini memperlihatkan hubungan antara tindakan moral di dunia dengan hasil yang diperoleh di akhirat, sebagai pesan universal bagi pembaca.
Perspektif Ulama
Al-Alusi dalam tafsirnya menginterpretasikan ayat ini dengan menggambarkan bahwa ayat ini berbicara tentang kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Dalam surga, mereka akan menerima anugerah yang tak terhingga sebagai balasan dari amal kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Menurut Al-Alusi, amal kebaikan ini mencakup segala tindakan yang mendekatkan diri kepada Allah, baik berupa ibadah, amal sosial, maupun perbuatan yang mendatangkan manfaat bagi sesama. Al-Alusi juga menekankan bahwa ini menunjukkan pentingnya amalan yang dilandasi dengan niat yang ikhlas dan mengikuti petunjuk Allah.
Az-Zamakhsyari, dalam tafsir Al-Kashshaf, mengaitkan ayat ini dengan konsep keimanan dan ketakwaan yang dilaksanakan oleh orang-orang yang beriman. Az-Zamakhsyari menjelaskan bahwa keberhasilan dalam memperoleh anugerah surga bukan hanya karena amalan, tetapi juga karena kualitas keimanan dan ketakwaan yang terus ditingkatkan. Ia juga mengungkapkan bahwa orang-orang yang beriman dan beramal baik di dunia akan menerima balasan surga yang lebih indah sebagai bentuk kasih sayang Tuhan. Dalam pandangan Az-Zamakhsyari, amal saleh di dunia adalah penentu kualitas kehidupan akhirat.
Isyarat Sains Modern
Tafsir terhadap ayat ini dapat dihubungkan dengan konsep-konsep dalam sains modern, khususnya mengenai kesejahteraan fisik dan mental. Sains saat ini mengakui bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan seseorang sangat dipengaruhi oleh tindakan baik, rasa syukur, dan hubungan yang sehat dengan lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang sering melakukan tindakan positif, seperti membantu orang lain dan berbuat baik, cenderung lebih bahagia dan lebih sehat. Hal ini sesuai dengan prinsip yang diajarkan dalam agama, yaitu amal kebaikan yang dilandasi dengan iman dan ketakwaan akan mendatangkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
Konsep Pendidikan
Dalam konteks pendidikan, ayat ini dapat diinterpretasikan sebagai penekanan pada pentingnya pendidikan moral dan karakter dalam membentuk individu yang memiliki perilaku baik. Pendidikan yang mendidik siswa untuk menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur dan beramal saleh sangat relevan dengan pesan ayat ini. Pendidikan tidak hanya menekankan pada aspek intelektual, tetapi juga pada pembentukan karakter, integritas, dan tanggung jawab sosial. Dalam pendidikan, siswa diajarkan untuk melakukan kebaikan tanpa mengharapkan imbalan langsung, yang pada gilirannya akan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan sejahtera. Pendidikan berbasis nilai ini menjadi dasar bagi pencapaian kesejahteraan yang lebih tinggi, baik di dunia maupun di akhirat. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai agama, moral, dan sosial akan menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga penuh empati dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat
0 komentar