Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Dalam surat Az-Zariyat ayat 13 dan 14, kita menemukan sebuah pertautan konseptual yang sangat mendalam antara kedua ayat tersebut, terutama dalam konteks pendidikan dan sains modern. Ayat 13 berbicara tentang keadaan orang-orang yang mengingkari kebenaran dan tidak mau mendengarkan peringatan. Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang terus menerus menantikan dan meremehkan ancaman yang diberikan kepada mereka. Ayat 14 melanjutkan dengan sebuah pernyataan yang menunjukkan akibat dari penolakan mereka terhadap peringatan tersebut, yakni azab yang kini mereka rasakan adalah akibat dari permintaan mereka sendiri yang ingin agar azab itu datang lebih cepat.
Dalam konteks pendidikan, kedua ayat ini dapat dimaknai sebagai pelajaran tentang pentingnya kesiapan mental dan pengakuan terhadap hukum-hukum alam yang berlaku. Ketika seseorang atau kelompok menantang atau meremehkan peringatan yang diberikan, entah itu dalam bentuk ilmu pengetahuan atau nilai-nilai moral, mereka sedang mengabaikan proses pendidikan yang seharusnya membawa pemahaman lebih dalam. Dalam sains modern, ilmu pengetahuan mengajarkan kita untuk memahami konsekuensi dari tindakan manusia terhadap alam, baik itu dalam bentuk kerusakan lingkungan, perubahan iklim, atau bencana alam. Jika manusia terus menolak untuk belajar dan bertindak berdasarkan ilmu pengetahuan, mereka akan merasakan akibat dari kebodohan dan penolakan tersebut, seperti yang digambarkan dalam ayat ini.
Pertauban konseptual antara kedua ayat ini mengingatkan kita bahwa ilmu pengetahuan dan pendidikan harus menjadi landasan dalam menghindari akibat-akibat buruk. Ayat 13 menggambarkan kebodohan manusia yang enggan mendengarkan peringatan, sementara ayat 14 menunjukkan bahwa akibat dari penolakan tersebut adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, seperti halnya azab yang datang sebagai hasil dari ketidakmauan untuk belajar dan memahami. Ini adalah pengingat bahwa pendidikan dan sains adalah alat untuk menghindari kehancuran yang timbul dari kebodohan dan penolakan terhadap kenyataan ilmiah.
Analisis Kebahasaan
ذُوْقُوْا فِتْنَتَكُمْۗ هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ ١٤
Terjemahnya: "(Dikatakan kepada mereka,) “Rasakanlah azabmu! Inilah azab yang dahulu kamu minta agar disegerakan." (14)
Kalimat pada ayat ini menggunakan bentuk kata kerja perintah "ذُوْقُوْا" yang menunjukkan keputusan dan penekanan terhadap mereka yang sudah pasti menerima azab. "فِتْنَتَكُمْ" berarti cobaan atau ujian yang menjadi bentuk azab. Sedangkan kalimat "هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ" menegaskan bahwa azab yang datang adalah sesuatu yang mereka sendiri dulu minta agar disegerakan, menggambarkan kontras antara permintaan mereka dan kenyataan yang terjadi. Struktur ini mengandung unsur ironi dan penegasan yang tajam terhadap sikap orang-orang yang menantang azab.
Penggunaan kata "ذُوْقُوْا" dalam bentuk perintah memberikan kesan tegas dan pasti, menekankan penerimaan azab yang tidak dapat ditolak. "فِتْنَتَكُمْ" secara metaforis menggambarkan azab sebagai ujian yang mereka hadapi, memperkuat makna kesulitan dan penderitaan. Kontras dalam kalimat "هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ" menampilkan ironi yang kuat, di mana mereka dulu meminta agar azab datang segera, namun ketika azab itu datang, mereka harus merasakannya sebagai pembalasan atas penolakan mereka terhadap kebenaran.
Term "ذُوْقُوْا" mengandung makna perintah untuk merasakan akibat dari tindakan mereka, seolah-olah mereka telah mencapai titik yang tak bisa dihindari. "فِتْنَتَكُمْ" mengacu pada cobaan atau ujian, yang dalam konteks ini berarti azab sebagai konsekuensi dari penolakan terhadap peringatan. "هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ" menunjukkan bahwa apa yang mereka rasakan adalah hasil dari tindakan mereka sendiri, yaitu permintaan untuk mempercepat datangnya azab. Ayat ini juga menggambarkan ketidakmampuan manusia untuk menunda atau menghindari takdir yang telah ditetapkan.
Ayat ini menggunakan tanda dan simbol yang memperkuat pesan moral yang ingin disampaikan. Kata "ذُوْقُوْا" berfungsi sebagai tanda perintah yang mengarah pada penerimaan nasib atau konsekuensi. "فِتْنَتَكُمْ" menjadi simbol dari ujian atau kesulitan yang berhubungan langsung dengan dosa dan penolakan mereka terhadap kebenaran. Kalimat "هٰذَا الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تَسْتَعْجِلُوْنَ" menggambarkan simbol ikonik dari ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan; mereka yang meminta azab disegerakan kini harus merasakannya. Dalam konteks ini, semiotika menunjukkan bahwa azab adalah hasil dari komunikasi manusia yang menantang kekuasaan Tuhan, yang diwakili oleh kata-kata dan tindakan mereka.
Menurut Ulama Tafsir
Menurut Al-Maragi, ayat ini menggambarkan keadaan orang-orang yang telah mendustakan hari kiamat dan azab yang dijanjikan oleh Allah. Dalam tafsirnya, Al-Maragi menjelaskan bahwa ayat ini merupakan respons terhadap orang-orang yang selalu meminta agar azab tersebut segera datang sebagai bentuk hukuman atas kekufuran mereka. Ayat ini menegaskan bahwa azab yang mereka tuntut itu akan datang pada saat yang sudah ditentukan oleh Allah, bukan sesuai dengan keinginan mereka.
Al-Maragi menekankan bahwa kalimat "Rasakanlah azabmu!" menunjukkan sebuah peringatan yang tegas kepada orang-orang yang tidak mau menerima kebenaran dan selalu menantikan azab. Azab yang mereka minta tidak bisa ditunda atau dipercepat oleh permintaan mereka sendiri. Oleh karena itu, ayat ini berfungsi untuk menegaskan bahwa keputusan Allah atas segala sesuatu sudah pasti dan tidak dapat diubah oleh manusia, apalagi dengan permintaan mereka yang justru mendustakan kebenaran.
Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat ini berbicara tentang orang-orang yang terus-menerus mendustakan kenabian dan meminta agar azab datang segera sebagai bukti kebenaran. Beliau menafsirkan bahwa ayat ini adalah ungkapan dari Allah yang menunjukkan betapa kekeliruan orang-orang yang mendustakan itu. Mereka menuntut agar azab datang segera sebagai bentuk pembuktian, padahal azab itu akan datang pada waktu yang sudah ditentukan oleh Allah.
Ash-Shabuni juga mengaitkan ayat ini dengan sikap manusia yang cenderung terburu-buru dalam menginginkan sesuatu, termasuk dalam hal menginginkan azab. Pada saat azab itu datang, mereka akan merasakan akibat dari sikap terburu-buru mereka yang mendustakan peringatan dan menantikan hukuman.
Isyarat Sains Modern
Dalam konteks sains modern, ayat ini dapat dilihat sebagai pengingat bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berjalan dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah, yang tidak bisa dipercepat atau diperlambat oleh keinginan manusia. Misalnya, dalam fisika, hukum alam bekerja secara konsisten dan tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Seperti halnya dengan hukum gravitasi, waktu, dan perubahan alam, manusia tidak bisa memanipulasi takdir atau waktu. Konsep waktu dalam sains modern yang terhubung dengan teori relativitas Einstein juga menunjukkan bahwa waktu itu relatif dan tidak bisa dipercepat begitu saja, mirip dengan apa yang disampaikan dalam ayat ini bahwa azab datang pada waktu yang sudah ditentukan Allah.
Nilai dan Prinsip Pendidikan
Tafsir dari ayat ini juga memiliki nilai penting dalam pendidikan. Dalam konteks pendidikan terkini, ada prinsip pembelajaran yang mengajarkan tentang kesabaran, ketekunan, dan pemahaman terhadap waktu. Banyak siswa yang merasa terburu-buru untuk mendapatkan hasil yang cepat, padahal hasil yang baik memerlukan proses yang panjang dan waktu yang sesuai. Begitu juga dalam kehidupan, banyak orang yang menginginkan hasil instan atau menginginkan perubahan yang cepat, namun proses tersebut harus sesuai dengan hukum alam yang sudah ditetapkan oleh Allah.
Dalam pendidikan, juga ada prinsip bahwa setiap individu memiliki waktu yang berbeda dalam belajar dan berkembang. Tidak ada satu ukuran yang sama untuk setiap orang. Hal ini mengajarkan nilai pentingnya ketenangan hati, kesabaran, dan penerimaan terhadap waktu serta takdir dalam perjalanan hidup. Mengajarkan kepada siswa untuk memahami bahwa segala sesuatu ada waktunya dan hasil yang baik membutuhkan usaha yang konsisten seiring berjalannya waktu. Maka, ayat ini mengajarkan nilai pentingnya memahami proses dalam belajar, bukan hanya fokus pada hasil yang instan.
Selain itu, prinsip ini juga mengingatkan kita untuk tidak tergesa-gesa dalam bertindak, baik dalam pendidikan maupun kehidupan, karena segala sesuatu ada waktunya dan kita harus bijak dalam setiap langkah yang kita ambil.
0 komentar