Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Surah Az-Zariyat ayat 12 menyebutkan pertanyaan orang-orang yang tidak beriman tentang kapan hari pembalasan (Hari Kiamat) itu akan terjadi. Mereka mempertanyakan hal ini karena tidak mempercayai kenyataan bahwa dunia ini memiliki akhir yang pasti dan setiap amal perbuatan akan ada pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Sementara itu, pada ayat sebelumnya, yaitu ayat 11, Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir itu berada dalam keadaan bingung dan terbalik akalnya (فِي غَمْرَةٍ) dan dalam keadaan lalai terhadap kehidupan akhirat mereka, sehingga mereka tidak menyadari bahwa kehidupan di dunia ini sementara dan ada kehidupan setelahnya yang lebih kekal.
Konsep pertanyaan tentang hari pembalasan ini dapat dijembatani dengan perspektif pendidikan dan sains modern. Pendidikan, sebagai upaya untuk mengembangkan pemahaman dan kesadaran manusia, berfungsi tidak hanya untuk memperkaya pengetahuan duniawi, tetapi juga menuntun manusia untuk berpikir tentang tujuan hidup yang lebih besar. Dalam konteks sains, kita mengenal konsep keteraturan alam semesta yang sangat detail dan kompleks. Semua hukum alam, mulai dari hukum gravitasi hingga hukum termodinamika, menggambarkan sebuah dunia yang memiliki keteraturan dan akhirnya akan menuju suatu titik kesimpulan yang tidak bisa dihindari—seperti dalam teori fisika tentang entropi yang mengarah pada kehancuran total energi.
Pendidikan sains seharusnya juga mendorong kesadaran bahwa segala sesuatu di alam semesta ini memiliki sebab-akibat dan takdir yang lebih besar, yang tidak dapat kita hindari. Dengan begitu, konsep hari pembalasan yang dipertanyakan oleh orang-orang dalam ayat tersebut menjadi relevan dengan konsep akhir dari setiap sistem yang ada di dunia ini, termasuk kehidupan manusia, yang semuanya akan kembali kepada pencipta-Nya. Ini mengarah pada sebuah kesadaran bahwa setiap perbuatan akan ada balasannya sesuai dengan hukum yang tak terbantahkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Analisis Kebasaan
يَسْـَٔلُوْنَ اَيَّانَ يَوْمُ الدِّيْنِۗ ١٢
Terjemahnya: "Mereka bertanya, “Kapankah hari Pembalasan itu?” (12)
Surah Az-Zariyat ayat 12 ini merupakan bagian dari surah yang berbicara mengenai kehidupan akhirat dan pembalasan terhadap perbuatan manusia. Ayat ini merupakan kalimat tanya dari orang-orang kafir yang mempertanyakan kapan hari kiamat atau hari pembalasan akan terjadi. Struktur ayat ini sederhana namun padat, dengan menggunakan kata tanya "يَسْأَلُوْنَ" (mereka bertanya) diikuti dengan pertanyaan langsung "أَيَّانَ يَوْمُ الدِّيْنِ" (kapankah hari pembalasan). Secara gramatikal, ayat ini berfungsi untuk menggambarkan keraguan atau penolakan dari mereka yang tidak percaya terhadap hari kiamat.
Pola ayat ini menggunakan bentuk tanya untuk menekankan keraguan dan ketidakpercayaan orang-orang kafir terhadap konsep hari kiamat. Penggunaan kalimat tanya ini berfungsi untuk menggugah perhatian pembaca atau pendengar akan kebingungan atau keingkaran mereka. Ada kesan bahwa orang-orang tersebut tidak ingin menerima kenyataan tentang kehidupan setelah mati. Bentuk tanya juga bisa dianggap sebagai upaya untuk mengejek atau meragukan adanya kehidupan setelah kematian, sehingga digunakan sebagai cara yang halus namun kuat untuk menampilkan sikap mereka yang tidak mau percaya.
Kata "يَسْأَلُوْنَ" menunjukkan adanya ketidakpastian atau keraguan yang ditujukan kepada hal yang diyakini pasti oleh umat Islam, yaitu hari pembalasan. Kata "أَيَّانَ" memiliki makna "kapan," yang mencerminkan pencarian waktu yang pasti tentang datangnya hari kiamat. "يَوْمُ الدِّيْنِ" berarti "hari pembalasan" yang merujuk pada hari akhirat, hari di mana setiap amal perbuatan akan diadili. Dalam konteks ini, orang-orang kafir bertanya dengan nada yang meragukan, seakan-akan ingin memastikan apakah hari tersebut benar-benar akan datang atau tidak. Ini menonjolkan ketidakpercayaan mereka terhadap kehidupan setelah mati.
Ayat ini dapat dilihat sebagai tanda yang mengandung dua makna: pertama, pertanyaan itu sendiri sebagai tanda ketidakpercayaank orang-orang kafir terhadap konsep kehidupan setelah mati, dan kedua, sebagai tanda terhadap pertanyaan yang menunjukkan bahwa mereka merasa ragu atau tidak yakin dengan adanya pembalasan terhadap amal perbuatan. Tanda yang muncul dalam bentuk pertanyaan ini berfungsi untuk menggambarkan sikap orang-orang tersebut yang masih terperangkap dalam kebingungannya, sementara bagi umat Islam, ini menjadi simbol kepastian yang tidak bisa digoyahkan bahwa hari kiamat akan datang.
Pesan yang terkandung dalam ayat ini adalah pentingnya iman terhadap hari kiamat sebagai bagian dari ajaran agama. Bagi umat Islam, keyakinan terhadap hari pembalasan merupakan bagian dari akidah yang harus diyakini. Selain itu, ayat ini mengajarkan kita untuk tidak meragukan keadilan Tuhan, karena pembalasan yang adil akan diberikan kepada setiap amal perbuatan di akhirat.
Penjelasan Ulama Tafsir
Al-Alusi, seorang mufassir besar, dalam tafsirnya Ruh al-Ma'ani menafsirkan ayat ini dengan menyoroti sikap orang-orang kafir yang selalu meragukan hari pembalasan (Yaum al-Din). Mereka bertanya tentang kapan terjadinya hari tersebut, menunjukkan ketidakpercayaan dan penolakan mereka terhadap kehidupan setelah mati. Al-Alusi menjelaskan bahwa pertanyaan tersebut mencerminkan kebodohan mereka dan ketidakmampuan untuk menerima kenyataan bahwa kehidupan ini memiliki tujuan akhir yang pasti.
Menurut Al-Alusi, ayat ini menggambarkan keengganan orang-orang yang menolak kebenaran untuk mempercayai eksistensi Hari Kiamat. Dia menekankan bahwa peristiwa tersebut pasti terjadi, meskipun mereka terus-menerus bertanya kapan waktunya. Dalam tafsirnya, Al-Alusi menghubungkan ayat ini dengan kebiasaan orang-orang yang mencari-cari alasan untuk menghindari pertanggungjawaban moral mereka terhadap Tuhan. Dia juga mengingatkan bahwa hari pembalasan akan datang sesuai dengan ketentuan Allah dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahuinya.
Al-Zamakhsyari, dalam tafsirnya Al-Kashaf, memberikan penafsiran yang sangat khas dengan pendekatan bahasa dan filsafat. Ia menafsirkan pertanyaan "kapankah hari pembalasan itu?" sebagai cerminan dari keraguan dan penolakan orang-orang kafir terhadap hari kiamat. Al-Zamakhsyari melihat bahwa pertanyaan ini muncul karena kebodohan mereka yang tidak mau mengakui bahwa hari pembalasan adalah sesuatu yang pasti. Dia menggambarkan sikap mereka yang menganggap hari tersebut sebagai sesuatu yang tidak realistis.
Al-Zamakhsyari juga menekankan bahwa Allah tidak perlu menjawab pertanyaan tersebut secara langsung, karena yang lebih penting adalah keimanan kepada adanya kehidupan setelah mati. Dalam pandangannya, pertanyaan itu hanya menunjukkan ketidaktahuan dan sifat pengecut orang-orang kafir yang tidak mau menerima kenyataan bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka di dunia.
Isyarat Sains Modern
Dalam konteks sains modern, ayat ini dapat dikaitkan dengan pemahaman tentang waktu dan kehidupan setelah mati. Sains modern mengajarkan bahwa waktu adalah suatu konsep yang relatif, seperti yang dijelaskan dalam teori relativitas oleh Einstein, di mana waktu dapat berperilaku berbeda tergantung pada kecepatan atau gravitasi. Hal ini memberikan gambaran bahwa "kapan" suatu peristiwa terjadi tidak dapat dipastikan secara mutlak karena bergantung pada perspektif atau keadaan tertentu.
Meskipun ilmu pengetahuan menawarkan pandangan relativitas terhadap waktu, sains tidak dapat menjelaskan secara pasti perihal hari kiamat atau kehidupan setelah mati. Hal ini menunjukkan bahwa ada dimensi kehidupan yang berada di luar jangkauan pemahaman ilmiah dan hanya dapat dipahami dengan iman dan wahyu dari Tuhan. Keterbatasan sains dalam menjelaskan fenomena eskatologis ini menegaskan pentingnya keimanan dan keyakinan bahwa Hari Pembalasan akan datang sesuai dengan ketetapan Tuhan, meski kita tidak mengetahui kapan pasti terjadinya.
Nilai Pendidikan
QS. Az-Zariyat ayat 12 mengandung banyak pelajaran penting yang relevan untuk pendidikan moral dan spiritual. Ayat ini mengajarkan pentingnya iman kepada kehidupan setelah mati dan hari pembalasan, serta memberikan gambaran tentang sikap yang seharusnya dihindari, yaitu keraguan dan penolakan terhadap kebenaran yang diajarkan oleh Allah. Dalam pendidikan, ayat ini mengingatkan kita untuk menumbuhkan kesadaran bahwa setiap perbuatan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Bagi para pendidik, ayat ini memberikan pesan untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keimanan kepada siswa. Keberanian untuk menerima kebenaran dan menjalani hidup dengan penuh kesadaran akan akhirat adalah pondasi dari pendidikan karakter yang kuat. Dalam hal ini, pendidikan harus melibatkan pengajaran tentang pentingnya amal saleh dan tanggung jawab moral terhadap sesama dan Tuhan.
Pendidikan juga harus mengajak siswa untuk berpikir tentang konsekuensi dari setiap tindakan mereka. Sikap orang-orang kafir yang bertanya tentang kapan hari kiamat merupakan gambaran ketidakmampuan mereka dalam menerima kenyataan bahwa setiap perbuatan memiliki akibat. Dalam konteks ini, pendidikan harus membantu siswa untuk mengembangkan kesadaran akan pentingnya mempersiapkan diri untuk masa depan, baik di dunia maupun di akhirat.
Akhirnya, ayat ini menekankan pada pentingnya tawakal kepada Allah. Dalam pendidikan, kita harus mengajarkan bahwa meskipun kita tidak tahu kapan hari kiamat atau peristiwa-peristiwa besar lainnya akan terjadi, kita tetap harus menjalani kehidupan dengan penuh rasa tanggung jawab dan keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Nilai ketakwaan, kesabaran, dan kesungguhan dalam beramal harus menjadi inti dari pendidikan yang menyiapkan individu untuk menghadapi kehidupan ini dengan penuh iman dan ketaatan.
0 komentar