BLANTERORBITv102

    URGENSI KETELADANAN DALAM PENDIDIKAN (Q.S. QAF: AYAT 12)

    Minggu, 23 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Perkembangan teori-teori pendidikan masa kini menunjukkan semakin kompleksnya pemahaman kita tentang cara manusia belajar dan berkembang. Berbagai pendekatan, seperti pembelajaran berbasis teknologi, konstruktivisme, dan pendidikan holistik, terus menciptakan paradigma baru yang menjawab tantangan zaman. Namun, meskipun teori-teori ini semakin maju, ada hal mendalam yang tidak berubah: hakikat manusia yang tetap menghadapi tantangan dalam menerima kebenaran dan pengetahuan baru. 

    Dalam konteks ini, relevansi petunjuk dalam ayat Al-Qur'an Surah Al-Furqan ayat 12 mengingatkan kita akan kecenderungan manusia untuk menolak ajaran yang dianggap berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang mereka percayai. Kaum Nuh, penduduk Rass, dan Tsamud adalah contoh sejarah manusia yang mendustakan kebenaran meski sudah ada peringatan dan bukti nyata. Dalam perspektif pendidikan, ayat ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana pentingnya kesadaran akan nilai kebenaran dan keterbukaan dalam menerima pengetahuan yang bisa jadi bertentangan dengan pemahaman lama.

    Tinjauan Bahasa

    كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَٰبُ ٱلرَّسِّ وَثَمُودُ

    Terjemahnya: "Sebelum mereka telah mendustakan (pula) kaum Nuh dan penduduk Rass dan Tsamud" (12).

    Ayat ini merupakan bagian dari surat Qaf, yang mengandung struktur naratif yang menghubungkan berbagai umat terdahulu yang mendustakan nabi mereka. Kata-kata dalam ayat ini saling terkait untuk menyampaikan pesan bahwa penolakan terhadap wahyu Allah bukanlah hal baru. Dalam struktur ayat, terdapat penghubung "كَذَّبَتْ" yang memberi penekanan terhadap perbuatan mendustakan. Ditambah dengan frasa "قَبْلَهُمْ" yang menunjukkan bahwa kejadian tersebut telah terjadi sebelumnya, memberi konteks bahwa umat yang mendustakan adalah umat yang serupa. Nama-nama yang disebutkan (Nuh, Rass, Tsamud) berfungsi untuk memberi bukti konkret tentang konsekuensi penolakan wahyu.

    Penggunaan kalimat ini memiliki keindahan dalam penggunaan kata-kata yang ringkas namun padat makna. Frasa "كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ" menyiratkan penekanan pada tindakan mendustakan yang berulang dalam sejarah umat manusia. Menggunakan "قَبْلَهُمْ" memperlihatkan kontinuitas dan kesamaan perbuatan umat-umat terdahulu. Penyebutan "قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ ٱلرَّسِّ وَثَمُودُ" dengan menyebutkan tiga kelompok yang terkenal sebagai umat yang mendustakan menunjukkan variasi yang menambah kekuatan retoris. Ini juga memberi kesan bahwa mendustakan adalah sikap yang universal, memunculkan kesan keabadian dari peringatan ini dalam al-Qur'an.

    Ayat ini mengandung pesan tentang konsekuensi dari tindakan mendustakan wahyu Allah. Kata "كَذَّبَتْ" menunjukkan penolakan atau penyangkalan terhadap kebenaran yang disampaikan oleh para nabi. "قَبْلَهُمْ" memberi makna bahwa tindakan mendustakan ini sudah terjadi sebelumnya pada umat-umat yang terdahulu, seperti kaum Nuh, Rass, dan Tsamud. Ini memberikan kesan bahwa tidak ada yang baru dalam penolakan wahyu. Frasa "قَوْمُ نُوحٍ وَأَصْحَابُ ٱلرَّسِّ وَثَمُودُ" merujuk pada tiga umat yang terkenal akan kebinasaan mereka akibat kekufuran dan kedurhakaan, menandakan bahwa ini adalah peringatan bagi umat yang mendustakan.

    Ayat ini menggunakan tanda-tanda sejarah untuk memberikan pesan moral kepada pembaca. Kata-kata "كَذَّبَتْ" (mendustakan) menjadi tanda utama yang mengindikasikan sikap negatif terhadap wahyu. Penggunaan nama-nama "Nuh," "Rass," dan "Tsamud" berfungsi sebagai simbol dari peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah yang menunjukkan akibat dari penolakan terhadap kebenaran. Nama-nama ini berfungsi sebagai kode budaya yang dikenali umat Islam untuk menggambarkan keutamaan ketaatan kepada Allah. Secara keseluruhan, ayat ini menciptakan hubungan antara tindakan masa lalu dan konsekuensinya, mengingatkan pembaca akan keabadian pesan tersebut dalam sejarah.

    Penjelasan Ulama

    Al-Tabari, dalam tafsirnya, menafsirkan ayat ini dengan menyebutkan bahwa kaum Nuh, penduduk Rass, dan Tsamud adalah bangsa-bangsa yang telah mendustakan rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Kaum Nuh adalah umat yang mengingkari dakwah Nabi Nuh, sementara penduduk Rass adalah kelompok yang juga menolak dakwah rasul yang diutus kepada mereka, dan Tsamud adalah bangsa yang menentang Nabi Saleh. Al-Tabari menekankan bahwa ketiga umat ini mengalami kehancuran karena penolakan mereka terhadap wahyu Tuhan.

    Al-Tabari mengaitkan kisah ini dengan konsekuensi dari penolakan terhadap wahyu dan peringatan yang diberikan Allah. Dalam tafsirnya, beliau menyoroti bahwa penolakan terhadap rasul-rasul dan wahyu Allah selalu berujung pada kebinasaan yang sangat besar.

    Al-Qurtubi menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan umat manusia akan sejarah peradaban yang telah tenggelam akibat penolakan mereka terhadap para nabi. Kaum Nuh, penduduk Rass, dan Tsamud adalah tiga kelompok yang mendustakan nabi-nabi mereka, yang kemudian dihukum dengan azab Allah. Al-Qurtubi juga menekankan bahwa Allah SWT memberikan peringatan melalui rasul-rasul-Nya, namun kebanyakan umat tetap enggan untuk menerima dan beriman.

    Al-Qurtubi menambahkan bahwa kisah-kisah ini dimaksudkan untuk memberikan pelajaran bagi umat yang datang setelah mereka, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dengan mendustakan risalah kenabian.

    Tren Terkini P endidikan 

    Dalam konteks pendidikan dewasa ini, tafsir ini memberikan pelajaran penting tentang konsekuensi dari menolak pengetahuan yang datang dengan otoritas yang benar. Seperti kaum-kaum yang disebutkan dalam ayat, penolakan terhadap ilmu yang benar akan mengarah pada kehancuran. Pendidikan dewasa mengajarkan pentingnya membuka diri terhadap ilmu dan peringatan yang disampaikan oleh para ahli atau pendidik. Pembelajaran yang baik harus dilakukan dengan penerimaan dan penghargaan terhadap informasi yang bermanfaat.

    Di sisi lain, tafsir ini juga menunjukkan betapa pentingnya keteladanan dalam mengedukasi. Sebagaimana para nabi yang diutus untuk memberi petunjuk, para pendidik dewasa ini juga memikul tanggung jawab untuk memberikan bimbingan yang benar. Dengan demikian, ayat ini mengingatkan kita untuk tidak menutup diri terhadap pembelajaran dan memperhatikan dampak buruk dari menolak informasi yang sahih dalam kehidupan kita.

    Epilog

    Pesan yang terkandung dalam ayat tersebut menjadi pengingat penting bagi kita dalam dunia pendidikan. Walaupun teori-teori pendidikan terus berkembang, kecenderungan untuk menolak kebenaran tetap ada. Perjalanan sejarah kaum-kaum terdahulu yang mendustakan kebenaran seharusnya menjadi pelajaran berharga, bahwa pendidikan sejati adalah yang mampu membentuk jiwa terbuka dan berpikir kritis. Kita dihadapkan pada tantangan untuk memahami dan mengintegrasikan nilai-nilai kebenaran dalam setiap proses pendidikan, agar tidak terjerumus dalam sikap penolakan yang membelenggu kemajuan.