Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Prolog
Dalam perkembangan teori pendidikan masa kini, terdapat berbagai pendekatan yang terus berkembang untuk menjawab tantangan zaman. Teori-teori seperti konstruktivisme, pembelajaran berbasis masalah, dan pendidikan berbasis teknologi menggambarkan dinamika pendidikan yang selalu beradaptasi dengan kebutuhan dunia yang terus berubah. Di tengah transformasi ini, tak bisa dipungkiri bahwa pendidikan juga berperan penting dalam membentuk karakter dan memperkaya kehidupan manusia. Setiap perubahan dalam pendidikan memberikan dampak yang luas, tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, ayat Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 11 memberikan gambaran yang mendalam tentang konsep kebangkitan dan pembaruan. "Untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan." Ayat ini menggambarkan bagaimana sesuatu yang tampak mati dan kering dapat dihidupkan kembali, mirip dengan bagaimana ilmu pengetahuan dan pendidikan mampu menghidupkan kembali pikiran, mengubah nasib, dan memberi harapan baru bagi kehidupan. Relevansi ayat ini menggambarkan bagaimana pendidikan juga memiliki peran vital dalam "menghidupkan" potensi yang ada dalam diri manusia, layaknya air yang menghidupkan tanah yang mati.
Tinjauan Bahasa
رِّزْقًا لِّلْعِبَادِ ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِۦ بَلْدَةً مَّيْتًا ۚ كَذَٰلِكَ ٱلْخُرُوجُ
Terjemahnya: "untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan" (11).
Pada ayat ini, terdapat dua kalimat utama: "untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami)" dan "Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati." Kalimat pertama menyatakan tujuan dari turunnya air hujan, yaitu sebagai rezeki bagi manusia. Sedangkan kalimat kedua menggambarkan peran air dalam menghidupkan tanah yang mati, yang berfungsi sebagai metafora kehidupan. Struktur kalimat ini mengikuti pola sebab-akibat, di mana hujan sebagai sebab menghidupkan tanah yang mati, yang pada gilirannya menunjukkan makna kebangkitan. Penggunaan kata "Kami" menegaskan kekuasaan Allah dalam menciptakan kehidupan dan rezeki bagi makhluk-Nya.
Secara retoris, ayat ini menggunakan gaya bahasa yang indah dan efektif, khususnya melalui penggunaan analogi. "Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati" mengandung metafora yang kuat. Air yang menghidupkan tanah yang mati melambangkan kehidupan yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya, dan ini memberi pesan tentang kebangkitan yang akan terjadi pada kehidupan setelah mati. Struktur kalimat yang singkat dan jelas memperkuat pesan, serta penggunaan kata "Kami" menonjolkan aspek ketuhanan dan kebesaran Allah. Pilihan kata seperti "rezeki" dan "tanah mati" juga menunjukkan kontras yang jelas antara kehidupan dan kematian, sehingga memperkuat pesan moral tentang kekuasaan Allah dalam memberikan kehidupan.
Ayat ini memiliki makna yang mendalam. "Rezeki bagi hamba-hamba" merujuk pada pemberian Allah yang tidak hanya bersifat material, tetapi juga mencakup segala bentuk kehidupan yang diberikan-Nya. Kata "tanah yang mati" menggambarkan keadaan alam yang tidak produktif, yang kembali hidup melalui turunnya air. Air dalam konteks ini bukan hanya sebagai unsur fisik, tetapi juga memiliki makna simbolis yang menghidupkan kehidupan dan kebangkitan. "Seperti itulah terjadinya kebangkitan" adalah penegasan bahwa proses alam ini merupakan perbandingan yang jelas dengan kebangkitan kehidupan setelah kematian, mengingatkan umat tentang kehidupan akhirat yang pasti terjadi.
Ayat ini menggambarkan tanda-tanda kehidupan dan kebangkitan melalui simbol alam. Air, sebagai simbol kehidupan, menjadi tanda bahwa kehidupan yang tampak mati dapat dihidupkan kembali. Tanah yang mati adalah tanda bagi kematian atau keadaan tanpa harapan, namun air membawa harapan baru. Tanda "Kami" merujuk pada Allah sebagai penguasa segala kehidupan, memberi petunjuk bahwa segala bentuk kehidupan berasal dari-Nya. "Seperti itulah terjadinya kebangkitan" menghubungkan simbol alam dengan kenyataan kehidupan setelah mati, memberikan tanda yang jelas tentang kepastian kebangkitan yang akan terjadi. Sehingga, seluruh rangkaian ayat ini mengandung makna simbolis yang sangat kuat dalam menggambarkan kekuasaan Allah.
Penafsiran Ulama Tafsir
Ibnu Abbas, seorang mufassir terkemuka, memberikan penafsiran bahwa ayat ini menggambarkan betapa Allah menurunkan hujan sebagai rezeki bagi hamba-hamba-Nya. Hujan yang diturunkan dapat menghidupkan tanah yang kering, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, dan memberi kehidupan bagi makhluk hidup yang memerlukannya. Menurutnya, ayat ini juga mengandung pesan tentang kebangkitan. Seperti halnya tanah yang mati bisa dihidupkan dengan air hujan, manusia yang telah mati juga akan dibangkitkan kembali oleh Allah pada hari kiamat. Ini adalah peringatan kepada umat manusia tentang adanya kehidupan setelah mati dan bahwa segala sesuatu yang tampaknya mustahil, seperti kebangkitan dari kematian, adalah sesuatu yang mungkin bagi Allah.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menekankan bahwa ayat ini menjelaskan tentang dua hal yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Air hujan yang menumbuhkan kehidupan di bumi ini, adalah simbol dari kebangkitan setelah kematian. Tanah yang mati dan kering dapat menjadi subur kembali dengan air hujan, yang menunjukkan kekuasaan Allah untuk membangkitkan kehidupan. Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa ini adalah salah satu bukti bahwa kebangkitan itu mungkin terjadi, karena manusia telah menyaksikan bagaimana tanah yang kering bisa hidup kembali melalui hujan. Seperti halnya tanah mati yang Allah hidupkan, demikian pula manusia yang mati akan dibangkitkan oleh-Nya pada hari kiamat.
Relevansi dengan Pendidikan Terkini
Penafsiran ayat ini dapat memberikan pelajaran yang sangat relevan dengan dunia pendidikan saat ini, terutama dalam konteks pendidikan karakter dan keberlanjutan lingkungan. Seperti halnya tanah yang mati bisa subur kembali berkat air hujan, pendidikan juga berperan sebagai sumber kehidupan bagi manusia. Pendidikan yang baik dapat membangkitkan potensi yang "mati" dalam diri individu, mengubah kondisi mental dan intelektual yang sebelumnya kering menjadi subur dengan pengetahuan dan keterampilan.
Selain itu, relevansi dengan realitas pendidikan terkini dapat dilihat dalam upaya pendidikan yang berbasis pada keberlanjutan dan kesadaran lingkungan. Pemahaman tentang pentingnya menjaga alam, seperti menjaga sumber daya air yang digunakan untuk menghidupkan tanah, menjadi pelajaran berharga yang bisa diterapkan dalam kurikulum pendidikan. Ini mencerminkan bagaimana pendidikan tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter yang peduli terhadap kelestarian alam dan menghargai karunia Tuhan.
Epilog
Mengambil pelajaran dari ayat tersebut, pendidikan memiliki kemampuan yang luar biasa untuk memberikan kehidupan baru pada individu dan masyarakat. Seperti tanah yang hidup kembali setelah mendapat air, pendidikan yang baik mampu menyuburkan akal dan jiwa manusia, membawa mereka menuju kebangkitan yang lebih baik. Oleh karena itu, teori-teori pendidikan yang berkembang saat ini tidak hanya berfokus pada pengetahuan semata, tetapi juga pada pengembangan karakter dan potensi manusia, menjadikan pendidikan sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan bagi peradaban
0 komentar