Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.
Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar
Pertautan Konseptual
Ayat 7 berbicara tentang pernyataan bahwa manusia akan menerima balasan yang setimpal dengan perbuatan mereka di dunia, "sesungguhnya orang yang zalim pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal." Ini mengingatkan kita akan pentingnya nilai-nilai moral dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan. Dalam konteks sains, hal ini bisa diartikan bahwa hasil dari setiap eksperimen dan pencapaian ilmiah haruslah bertanggung jawab dan bermanfaat bagi umat manusia, bukan untuk merusak atau menganiaya.
Ayat 8 yang menyatakan, "sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berselisih," mengacu pada keadaan perbedaan yang muncul dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pemikiran dan pengetahuan. Dalam konteks sains dan pendidikan, perbedaan ini bisa mencerminkan keragaman pandangan, teori, dan interpretasi yang terjadi dalam dunia ilmiah. Perbedaan pendapat adalah hal yang alami dalam proses pencarian ilmu, namun penting untuk diingat bahwa setiap perbedaan harus dilandasi dengan sikap saling menghargai dan saling menguatkan untuk mencapai kebenaran yang lebih mendalam.
Tanasub (pertalian konseptual) antara kedua ayat ini terletak pada hubungan antara tanggung jawab moral terhadap ilmu pengetahuan dan perbedaan pendapat dalam pencarian kebenaran. Sains modern sering kali dilihat sebagai bidang yang penuh dengan teori dan eksperimen yang bisa menimbulkan perbedaan pendapat. Namun, dalam pendidikan yang bermoral dan ilmiah, perbedaan ini seharusnya menjadi alat untuk saling mengembangkan pemahaman, bukan untuk memecah belah atau mengarah pada kesimpulan yang salah. Oleh karena itu, baik dalam konteks pendidikan maupun sains, kita diajarkan untuk bersikap bijaksana dalam menghadapi perbedaan dan menjaga nilai-nilai keadilan serta tanggung jawab dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Analisis Kebahasaan
Ayat ini menekankan tema peringatan dan kebenaran dari Allah. Kalimatnya menggunakan bentuk pengingat yang kuat ("إِنَّكُمْ لَفِي قَوْلٍ مُّخْتَلِفٍ"), dengan kata "إِنَّ" yang menegaskan bahwa pernyataan ini adalah fakta yang tidak dapat dibantah. Penggunaan kata "لَفِي" menunjukkan penekanan terhadap kondisi yang sedang terjadi. "قَوْلٍ مُّخْتَلِفٍ" menggambarkan kondisi perselisihan dalam berbicara atau pandangan. Secara struktural, ayat ini menggambarkan situasi konflik atau perbedaan pendapat di kalangan orang-orang yang dimaksud, baik dalam hal keyakinan maupun pemahaman, dengan tujuan menunjukkan keraguan dan kesesatan mereka.
Penggunaan "إِنَّ" adalah harf taukid yang menegaskan kenyataan bahwa keadaan yang disebutkan adalah benar. Kata "لَفِي" menunjukkan penegasan yang lebih dalam tentang keadaan tersebut. Penggunaan kata "مُّخْتَلِفٍ" memberikan kontras yang kuat, menggambarkan bahwa mereka sedang terpecah dalam pandangan dan tidak memiliki kesepakatan yang sama. Penggunaan istilah "قَوْلٍ" menandakan bahwa perselisihan ini berhubungan dengan perkataan atau ide-ide yang mereka lontarkan, memperlihatkan betapa seriusnya perbedaan itu dalam konteks komunikasi dan pemahaman yang terjadi di antara mereka.
Ayat ini mengandung makna yang mendalam mengenai perpecahan dalam masyarakat. Kata "مُّخْتَلِفٍ" menunjukkan adanya ketidaksepakatan yang tajam, yang bisa merujuk pada perbedaan pendapat dalam hal agama, ideologi, atau pandangan hidup. "قَوْلٍ" di sini tidak hanya bermakna perkataan dalam arti literal, tetapi juga mencakup pandangan, pemikiran, dan keyakinan yang diungkapkan oleh seseorang. "إِنَّكُمْ لَفِي" memberi penekanan bahwa keadaan tersebut sedang berlangsung dan nyata, serta bahwa mereka benar-benar berada dalam situasi yang penuh perbedaan. Konsep ini mengajak kita untuk merenung tentang pentingnya kesatuan dan keharmonisan dalam berpikir dan berbicara, serta peringatan terhadap akibat dari perpecahan.
Ayat ini dapat dilihat sebagai representasi simbolik dari perpecahan dalam masyarakat. "قَوْلٍ مُّخْتَلِفٍ" menjadi tanda yang merepresentasikan adanya perbedaan ideologi, pandangan, atau keyakinan, yang menjadi simbol dari kebingungan atau kesesatan. "إِنَّكُمْ" adalah penanda bahwa ayat ini ditujukan langsung kepada kelompok tertentu, menggambarkan mereka yang sedang terperangkap dalam perbedaan tersebut. "لَفِي" menunjukkan intensitas yang tinggi terhadap kondisi tersebut, seolah menggambarkan konflik yang sedang membara. Semiotic analysis di sini mengungkapkan bahwa perpecahan ini bukan hanya masalah pendapat, tetapi juga mencerminkan ketidakseimbangan dan ketegangan sosial yang harus diatasi.
Berdasarkan analisis-analisis tersebut,
Pesan terdalam dari ayat ini adalah peringatan bahwa perpecahan dalam berpikir dan berbicara dapat membawa pada kesesatan. Allah menegaskan bahwa mereka yang berselisih, khususnya dalam hal agama dan keyakinan, berada dalam keadaan yang salah dan tidak selaras dengan kebenaran. Ini mengajarkan pentingnya mencari kesatuan dan keharmonisan dalam pandangan hidup, serta berusaha mendekatkan diri pada kebenaran yang hakiki.
Penjelasan Ulama Tafsir
Ayat ini mengandung kritik terhadap orang-orang yang terlibat dalam perdebatan atau perselisihan yang tidak produktif dan tidak ada manfaatnya. Kata "Qaulin Mukhtalifin" (قَوْلٍ مُخْتَلِفٍ) menunjukkan bahwa umat manusia seringkali terpecah karena perbedaan pandangan, baik itu dalam agama, politik, ataupun kehidupan sosial. Al-Maragi menganggap perbedaan tersebut seringkali disebabkan oleh ego dan ketidaksiapan untuk saling memahami. Oleh karena itu, manusia seharusnya berusaha untuk mengatasi perbedaan ini dengan dialog yang lebih konstruktif dan bukan dengan permusuhan yang tidak ada habisnya. Demikian al-Maragi ketika menjelaskan maksud ayat 8 ini.
Al-Maragi mengingatkan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi pada umat manusia harus dihadapi dengan kebijaksanaan dan pemahaman. Dalam konteks ini, perbedaan bukanlah sesuatu yang seharusnya dipertajam, tetapi seharusnya dijembatani dengan sikap saling menghormati. Oleh karena itu, umat Islam diingatkan untuk tidak terjebak dalam perdebatan yang berlarut-larut dan tidak mendatangkan kebaikan.
Ali Ash-Shabuni dalam tafsirnya menafsirkan ayat ini dengan menjelaskan bahwa "Qaul" (قَوْلٍ) merujuk pada ucapan atau pendapat, dan "Mukhtalifin" (مُخْتَلِفٍ) menggambarkan keadaan saling berbeda pendapat. Dalam konteks ayat ini, beliau menjelaskan bahwa banyak orang yang terperangkap dalam perselisihan karena perbedaan pandangan yang tidak disertai dengan pemahaman yang baik terhadap kebenaran. Ash-Shabuni mengingatkan bahwa perselisihan yang ada dalam masyarakat seringkali disebabkan oleh sikap keras kepala, keengganan untuk menerima kebenaran, dan sikap ingin menang dalam perdebatan.
Bagi Ash-Shabuni, perbedaan pendapat adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari, tetapi yang perlu diwaspadai adalah perbedaan tersebut yang bisa berubah menjadi permusuhan. Oleh karena itu, umat Islam diingatkan untuk menjaga sikap hati-hati dalam menghadapi perbedaan agar tidak menimbulkan konflik yang merugikan diri sendiri maupun masyarakat.
Isyarat Sains Modern
Ayat ini relevan dengan fenomena sosial dan psikologis yang kita hadapi di zaman modern. Dalam sains psikologi, terdapat konsep tentang cognitive dissonance (disonansi kognitif), yaitu ketegangan yang muncul ketika seseorang menghadapi dua pandangan yang bertentangan dengan keyakinannya. Konsep ini menunjukkan bahwa manusia cenderung menghindari ketidaknyamanan yang muncul dari perbedaan pendapat dan seringkali lebih memilih untuk mempertahankan pandangannya, meskipun fakta-fakta baru mungkin bertentangan dengan keyakinan tersebut. Dalam hal ini, ayat tersebut menggambarkan perilaku manusia yang masih ada sampai sekarang: cenderung terperangkap dalam perbedaan pandangan yang sulit diselesaikan.
Selain itu, dalam konteks komunikasi dan sains sosial, ayat ini bisa dipahami sebagai peringatan akan pentingnya pendekatan yang lebih empatik dalam dialog antar individu atau kelompok. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, perselisihan yang terjadi seringkali diperburuk oleh media sosial yang mengaburkan batas antara opini dan kebenaran, yang membuat orang semakin sulit untuk berdialog secara konstruktif. Oleh karena itu, ajaran dari ayat ini sangat relevan untuk menanggulangi polarisasi sosial di era modern.
Pesan Edukatif
Pesan yang dapat diambil dari ayat ini dalam konteks pendidikan adalah pentingnya membangun budaya dialog yang sehat, terutama di dalam masyarakat yang semakin terfragmentasi. Dalam pendidikan, terutama di era digital ini, siswa dan guru dihadapkan pada beragam pandangan, keyakinan, dan ideologi yang seringkali berbeda. Oleh karena itu, nilai-nilai seperti toleransi, empati, dan kemampuan untuk mendengarkan perlu ditanamkan dalam proses pendidikan.
Pendidikan terkini menekankan pada pengembangan critical thinking atau berpikir kritis, di mana siswa diajarkan untuk tidak hanya menerima suatu informasi tanpa pertimbangan, tetapi juga untuk mampu mengidentifikasi dan memahami perbedaan pendapat dengan cara yang bijak. Di sini, ajaran dari QS. Az-Zariyat: 8 sangat relevan karena mengingatkan kita untuk menghindari sikap permusuhan dan untuk lebih fokus pada pencarian kebenaran yang lebih universal dan menyatukan.
Lebih lanjut, pendidikan juga harus menekankan pentingnya collaborative learning atau pembelajaran kolaboratif, di mana siswa diajarkan untuk bekerja bersama meskipun memiliki pandangan yang berbeda. Dalam situasi yang serba berbeda ini, penting untuk mengajarkan generasi muda untuk mampu mengelola perbedaan dengan cara yang konstruktif, bukan justru memperburuknya dengan perpecahan. Oleh karena itu, pendidikan harus mendorong para siswa untuk lebih memahami cara-cara penyelesaian konflik yang damai dan berbasis dialog, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam ayat ini.
0 komentar