BLANTERORBITv102

    PEMBINAAN NILAI SPRITUAL, MORAL, DAN INTELEKTUAL (Q.S. QAF: 16)

    Minggu, 23 Februari 2025

    Penulis: Prof. Dr. H. Muhammad Yusuf, S.Ag., M.Pd.I.

    Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Alauddin Makassar

    Prolog

    Dalam dunia pendidikan yang terus berkembang, berbagai teori pendidikan muncul seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mulai dari teori behaviorisme yang menekankan pentingnya pengondisian lingkungan dalam pembelajaran, hingga teori konstruktivisme yang menekankan peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan. Meskipun teori-teori ini berperan besar dalam membentuk kurikulum dan metode pengajaran, terkadang mereka tidak cukup memperhitungkan kedalaman spiritual dan emosi manusia yang turut berperan dalam proses belajar. Seiring dengan berkembangnya pemahaman tentang psikologi dan neuroscience, kini semakin banyak yang menyadari bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi juga tentang pemahaman diri, hubungan batin, dan potensi manusia yang lebih dalam.

    Dalam konteks ini, petunjuk ayat 16 dari Surah Qaf, yang berbunyi, "Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya," memberikan kedalaman tersendiri. Ayat ini mengingatkan kita bahwa pendidikan yang sejati tidak hanya berfokus pada pengetahuan duniawi, tetapi juga pada pemahaman batin manusia yang mendalam dan dekat dengan Tuhan. Ini menantang kita untuk menyadari bahwa setiap individu memiliki potensi yang lebih besar daripada apa yang tampak di permukaan.

    Kajian Kebahasaan

    وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗۖ وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ ۝١٦

    Terjemahnya: "Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya. Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" (16)

    Ayat ini terdiri dari dua klausa utama, yakni "وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ" (Kami benar-benar telah menciptakan manusia) dan "وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ" (Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya). Kedua klausa ini dihubungkan dengan kata "وَ" (dan), menunjukkan hubungan antara penciptaan dan pengetahuan Allah terhadap bisikan hati manusia. Frasa "وَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ" (Kami lebih dekat kepadanya) menunjukkan kedekatan Allah dengan manusia, dengan "مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ" (daripada urat lehernya) sebagai penegasan betapa dekatnya hubungan tersebut. Struktur ini memperlihatkan penekanan pada pengetahuan dan kedekatan Allah, yang merupakan inti dari ayat ini.

    Pada ayat ini terdapat penggunaan majaz (kiasan) yang sangat kuat. Frasa "أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ" (lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya) adalah majaz mursal, di mana urat leher dipilih sebagai simbol kedekatan yang sangat intim, menunjukkan bahwa Allah lebih dekat dari apa yang terlihat oleh manusia. Ini juga menggambarkan kekuasaan dan pengawasan Allah yang tidak terbatas. Konsep kedekatan ini ditekankan dengan sangat jelas, menggunakan perbandingan yang dekat dan tidak terbayangkan oleh manusia. Selain itu, ayat ini menggunakan bentuk penegasan "لَقَدْ" yang memperkuat makna yang hendak disampaikan, yaitu penciptaan dan pengetahuan Allah yang sempurna.

    Secara semantik, ayat ini menggambarkan dua konsep penting: penciptaan dan pengetahuan Allah yang meliputi seluruh aspek diri manusia. "Kami benar-benar telah menciptakan manusia" menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan tujuan dan pengetahuan yang tak terbatas. Kemudian, "Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh dirinya" menyiratkan bahwa Allah tidak hanya mengetahui tindakan lahiriah, tetapi juga setiap bisikan hati dan niat terdalam manusia. Frasa "Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" mengisyaratkan kedekatan yang tak terhingga, yakni Allah lebih dekat dari pikiran dan perasaan manusia yang paling pribadi. Ini menegaskan bahwa Allah menguasai seluruh kehidupan manusia dengan pengetahuan yang sempurna.

    Ayat ke-16 ini dapat dipandang sebagai tanda atau simbol kedekatan dan pengetahuan Allah terhadap manusia. "Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" menjadi tanda yang menggambarkan hubungan yang lebih mendalam dan tersembunyi antara Tuhan dan ciptaan-Nya. Urat leher yang berfungsi untuk kehidupan dan mengalirkan darah, menjadi simbol dari esensi kehidupan manusia itu sendiri. Kedekatan ini melampaui pemahaman manusia, menjadi tanda kekuasaan dan pengawasan Allah yang tidak terjangkau oleh indera manusia. Tanda ini mengkomunikasikan pesan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang tersembunyi dalam diri manusia, bahkan yang paling rahasia sekalipun. Kedekatan ini menegaskan pengawasan yang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan manusia.

    Keterangan Mufassir

    Menurut Buya Hamka, ayat ini menggambarkan keagungan dan kedekatan Tuhan dengan manusia. Allah SWT yang menciptakan manusia, mengetahui segala hal yang ada dalam diri manusia, baik itu yang tampak maupun yang tersembunyi dalam bisikan hati atau niat seseorang. Buya Hamka menjelaskan bahwa ayat ini menegaskan bahwa Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat nadi atau urat lehernya, yang merupakan bagian tubuh yang sangat vital. Dalam konteks ini, Buya Hamka menggambarkan kedekatan Allah dengan makhluk-Nya sebagai wujud dari kekuasaan-Nya yang mutlak, di mana tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya, bahkan bisikan hati dan niat seseorang sekalipun.

    Selain itu, Buya Hamka mengajak umat untuk selalu introspeksi diri dan menjaga hati karena Allah Maha Mengetahui apa yang terbersit dalam pikiran dan niat manusia, yang belum tentu tercermin dalam tindakan fisik. Pemahaman ini juga menunjukkan pentingnya kesadaran spiritual dalam kehidupan sehari-hari, sehingga seorang hamba tidak hanya menjaga perbuatan tetapi juga menjaga niat dan hatinya agar selalu dalam keridhaan Allah.

    M. Quraish Shihab dalam tafsirnya mengungkapkan bahwa ayat ini mengandung makna kedekatan yang sangat mendalam antara Allah dengan setiap individu. Allah yang menciptakan manusia mengetahui segala sesuatu yang ada dalam dirinya, termasuk bisikan hati dan pikiran yang tidak tampak. Quraish Shihab menekankan bahwa Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya, yang menunjukkan bahwa Allah hadir di setiap sisi kehidupan manusia, bahkan dalam hal-hal yang paling tersembunyi sekalipun.

    Quraish Shihab juga menyoroti pentingnya pemahaman bahwa Allah mengetahui segala hal, termasuk niat dan perasaan terdalam setiap manusia. Hal ini mendorong manusia untuk menjaga kesucian hati dan menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak sesuai dengan tuntunan-Nya. Dengan memahami bahwa Allah selalu mengawasi, seseorang diharapkan akan lebih bertanggung jawab dalam setiap tindakan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

    Tren Pendidikan Terkini

    Penafsiran terhadap QS. Qaf ayat 16 oleh Buya Hamka dan M. Quraish Shihab memiliki relevansi yang besar dengan tren perkembangan pendidikan terkini, khususnya dalam konteks pendidikan karakter dan pendidikan berbasis nilai spiritual. Saat ini, pendidikan tidak hanya fokus pada pengembangan kognitif, tetapi juga menekankan pentingnya pembentukan karakter dan akhlak siswa. Kedekatan Allah dengan manusia yang digambarkan dalam ayat ini mengingatkan pentingnya pendidikan yang tidak hanya mengasah intelektual, tetapi juga mengembangkan aspek spiritual dan moral siswa.

    Dalam dunia pendidikan yang semakin berkembang, pemahaman akan kesadaran diri, integritas, dan kontrol diri menjadi sangat penting. Sebagai contoh, pendidikan yang mengajarkan siswa untuk selalu introspeksi diri dan menjaga niat baik, sebagaimana ajaran dalam tafsir ini, akan melahirkan generasi yang lebih bertanggung jawab dan penuh kesadaran terhadap perilaku mereka. Keterkaitan antara pendidikan moral, spiritual, dan kognitif yang seimbang menjadi kunci untuk membentuk individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana dan penuh integritas dalam kehidupan sosialnya.

    Epilog

    Relevansi ayat 16 dalam konteks pendidikan modern sangatlah besar. Ayat ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap individu, terdapat potensi besar yang hanya bisa dipahami oleh Sang Pencipta. Dalam pendidikan, ini mengajak kita untuk lebih memperhatikan dimensi spiritual dan emosional peserta didik, bukan hanya kemampuan intelektualnya. Ketika kita memahami bahwa Tuhan lebih dekat dengan setiap individu daripada urat lehernya, kita diajak untuk memberikan perhatian lebih terhadap kebutuhan batin dan kesejahteraan psikologis mereka. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menjadi proses transfer ilmu, tetapi juga pembentukan manusia yang utuh, baik dari segi jasmani, rohani, maupun intelektual