Penulis: Muhammad Yusuf
Tipologi manusia dalam berhadapan kehidupan ini bermacam-macam. Pertama, ada manusia yang menjadikan dunia sebagai tujuan dan orientasi hidupnya. Ia mendedikasikan hidupnya untuk dunia. Materialisme menggerogoti dan menjebaknya begitu kuat. Kedua, berorientasi akhirat semata. Ia bekerja untuk akhirat saja. Tentang kehidupan dunia ia abaikan. Namun, tahukah kita ia gagal memainkan perannya sebagai khalifah. Ketiga, menjadikan dunia sebagai lahan investasi untuk akhirat. Ia memainkan peran ganda; sebagai khalifah dan sebagai hamba Allah.
Qs. Ali imran: 145.
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
Terjemahnya:
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
Keterangan:
(Setiap diri tidaklah akan mati kecuali dengan izin Allah) artinya dengan kada daripada-Nya (sebagai ketentuan) mashdar artinya ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah (yang telah ditetapkan waktunya) hingga tidak dapat dimajukan atau diundurkan. Lalu kenapa kamu menderita kekalahan, padahal kekalahan itu tidak dapat menolak kematian dan ketabahan takkan dapat mengakhiri kehidupan. (Barang siapa yang menghendaki) dengan amalannya (pahala dunia) artinya balasannya (Kami berikan itu kepadanya) artinya bagiannya di dunia tetapi di akhirat ia tidak mendapat apa-apa. (Dan barang siapa menghendaki pahala akhirat Kami berikan pula kepadanya) artinya pahalanya (dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur).
Di dalam Tafsir Kemenag diterangkan:
Allah menyatakan, "Semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya." Artinya: persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa atau di tangan musuh yang ditakuti. Ini merupakan teguran kepada orang-orang mukmin yang lari dari medan Perang Uhud karena takut mati, dan juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan Allah. Seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya:
... Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala (dunia) itu,¦(Ali 'Imran/3:145).
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya dalam melaksanakan setiap perjuangan. Kalau niatnya hanya sekedar untuk memperoleh balasan dunia, maka biar bagaimanapun besar perjuangannya, maka balasannya hanya sekedar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan membalasnya dengan pahala akhirat. Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur yaitu orang-orang yang mematuhi perintah-Nya dan selalu mendampingi Nabi-Nya.
Ini juga diterangkan di dalam QS. Al-Baqarah: 200-202.
Seringkali kita jumpai diri kita sendiri atau sebagian orang yang terlalu fokus dan perhatian terhadap kehidupan di dunia, dan lalai dari kehidupannya kelak di akhirat. Sampai-sampai ketika dia menengadahkan kedua tangan memohon kepada Allah Ta’ala, dia hanya meminta kebaikan untuk urusan dunianya. Yang diminta hanyalah bisnis yang lancar, nilai ujian yang bagus, atau keinginan untuk membeli rumah, mobil, atau permintaan semacam itu. Tidak terucap atau terpikir sedikit pun untuk meminta kebaikan atas kehidupannya di akhirat kelak.
Celaan bagi Orang yang Hanya Meminta Urusan Dunia
Allah Swt. telah mencela orang-oran ini og yang hanya meminta kepada-Nya tentang urusan-urusan dunia. Allah Ta’ala berfirman,
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
”Maka di antara manusia ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia’, dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat.” (QS. Al Baqarah [2]: 200).
Allah Ta’ala juga berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
”Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Dan Kami tentukan baginya neraka jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (QS. Al Isra’ [17]: 18).
Apakah hal ini berarti, tidak boleh bagi kita untuk berdoa untuk meminta kebaikan di dunia? Tidaklah demikian. Boleh bagi kita untuk berdoa meminta kebaikan urusan di dunia, namun bukan sebagai hal yang pokok. Hal ini karena prioritas utama seorang mukmin adalah kehidupan yang baik dan selamat di akhirat kelak. Sedangkan dunia hanyalah sebagai sarana untuk meraih kebaikan di akhirat.
Oleh karena itu, Allah Swt. memberikan pujian kepada orang-orang yang menggabungkan dalam doanya antara meminta kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat sekaligus. Allah berfirman,
وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (201) أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ (202)
”Dan di antara mereka ada orang yang berdoa,’Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka’. Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari yang mereka usahakan. Dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Al Baqarah [2]: 201-202) [1.
0 komentar