BLANTERORBITv102

    AUTO-KRITIK H.M OASIM MQH QASIM MATHAR

    Minggu, 15 Agustus 2021

    Penulis: Muhammad Yusuf

    Prolog

    Orang yang kritis selalu saja punya cara untuk mengkritik generasi. Berpikir merdeka mendorong tumbuhnya kritik yang konstruktif dan kontekstual. Masih relevankah keberadaan dan peran Himpunan Mahasiswa Islan (HMI) dengan konteks kebutuhan hari ini? Menjawab pertanyaan dengan benar akan memberi pemahaman tentang maksud "HMI Sudah tidak ada" yang ditulisnya pada kolom "Jendela Langit".  Wajar ketika mantan aktivis HMI dan KAHMI, Prof. Dr. H.M. Qasim Mathar, M.A.

    H.M. Qasim Mathar

    Beliau adalah Prof. Dr. H. M. Qasim Mathar, MA. Seorang Cendikiawan Muslim dengan latar belakang profesi utama sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). NIP. 19470821 197703 1 001. Kini, beliau telah purna bakti dari PNS tersebut dengan Pangkat/Golongan: Pembina Utama Madya - IV/e. Sebagai fungsional dosen dengan Jabatan Fungsional Guru Besar maka berakhir ketika usia beliau memasukan 71 tahun. Artinya, begitu berulang tahun yang ke-71 maka berakhir pula karir dan masa pengabdian beliau sebagai PNS.

    Berdasarkan data, beliau mempunyai Mata Kuliah Binaan "Ilmu Pemikiran Modern Dalam Islam". Kepakaran beliau dalam Pemikiran Modern dalam Islam terasa kuat terutama ketika perbincangan akademik di ruang kelas. Pijakan berpikir filosofis memang sangat apik. Saya diajar oleh beliau dalam matakuliah tersebut ketika mengikuti program doktoral (S3) pada Pascasarjana UIN Alauddin Makassar. Dalam matakuliah ini saya mendapatkan nilai yang hampir sempurna A+.

    Sosok Qasim Mathar yang kontroversial dalam berpendapat itu yang terkesan dalam penilaian banyak pihak sejak awal. Hingga dianggap pemikirannya meresahkan masyarakat maka sebagai muballigh pada DPP IMMIM dikeluarkan dari daftar nama muballigh melalui mekanisme yang terhormat.

    Banyak keunikan Prof. Qasim Mathar. Beliau sangat kritis dalam pemikiran, namun mampu membedakan sisi itu sisi privasi orang yang dikritik. Ketika perbincangan masih seputar pemikiran atau kebijakan maka beliau merespon secara kritis. Namun, ketika perbincangan masuk ke soal pribadi atau privasi seseorang maka beliau diam dengan mengakhirinya atau berpindah ke perbincangan yang lain.

    Generasi Milenial

    Generasi milenial atau generasi Y adalah generasi yang lahir sekitar tahun 1980 hingga tahun 1995 pada saat teknologi telah maju. Mereka tumbuh di dunia yang telah mahir menggunakan media sosial dan juga smartphone sehingga otomatis mereka sangat mahir dalam teknologi.

    Kritik pedas yang seringkali dilontarkan lebih auto-kritik. Beliau seringkali mengkritik pemikiran internal umat Islam. Namun, saya tidak menemukan kritik beliau terhadap keyakinan dan pemikiran penganut agama lain. Bahkan terkesan tidak tertarik memasuki perdebatan soal itu.

    Auto-kritik yang dilontarkan tidak hanya saat ini. Justru, beliau pernah melontarkan auto-kritik kepada Muhammadiyah yang dinilai sudah konservatif dalam berpikir. Padahal organisasi diketahui sebagai organisasi para kaum modernis termasuk dirinya. Beliau menilai terjadi pemikiran konservatif. Beliau tak segan memuji cara berpikir tokoh muda NU yang jauh lebih terbuka dan maju.

    Auto-kritik yang dilontarkan akhir-akhir ini kembali memantik tanggapan beragam, terutama di kalangan anggota dan pengurus HImpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Korps Alumni HMI (KAHMI). Padahal, diketahui bahwa beliau adalah mantan aktivis HMI dan KAHMI pada masanya. 

    Auto-kritik yang dilontarkan oleh beliau ditulis melalui kolom "Jendela Langit". Berita ini tersebar dalam waktu singkat di beberapa media sosial. Sontak memantik respon beragam. Pedas memang, tapi faktanya begitu.

    1. Perpecahan Internal HMI

    Beliau memulai menyorot dari sejarah perpecahan internal HMI yang kemudian melahirkan dualisme. Muncullah HMI yang menginginkan keselamatan HMI dengan menamakan dirinya sebagai penyelamat. Maka, dibentuklah HMI - MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Sekretariat pun berdiri di samping Kantor PB HMI yang berkantor di Jalan Diponegoro yang kemudian diidentifikasi sebagai HMI Diponegoro (Dipo). 

    Hingga saat perpecahan itu masih berlanjut tanpa ada resolusi untuk bersatu kembali. Sejak perpecahan internal itu terjadi, beliau menganggap HMI sudah tidak ada. Sekaligus ini menjadi headline di kolom "Jendela Langit" yaitu " HMI sudah Tidak Ada". Tentu yang tau persis judul tulisan adalah pembuatnya sendiri. Yang lainnya hanyalah mencoba memaknainya. 

    Prof. H.M. Qasim Mathar tentu mempunyai pengalaman dan pandangan tersendiri. Selanjutnya, bisa mempengaruhi opini publik. Orang lain juga berhak dan memiliki ruang yang berbeda untuk melihat eksistensi HMI dan memiliki ruang untuk membentuk lingkaran pengaruh terhadap opini publik. Melihat eksistensi dan peran HMI sebagai organisasi kemahasiswaan tentu tidak hanya diteropong melalui Jendela Langit. Ada beberapa jendela dari berbagai arah untuk melihat melihat keberadaannya atau memastikan ketiadaannya, kecuali Anda sepakat bahwa keberadaan dan ketiadaanya sama saja. Itu berarti dia ada namun mengalami disfungsi atau - mungkin tepatnya - disorientasi.

    2. Radikalisme & Warkop

    Kini, isu radikalisme menjadi musuh negara. Apakah HMI berperan play maker untuk berada pada posisi menengahinya. Ataukah justru menjadi bagian dari masalah radikalisme? Perbincangan kader-kader HMI menurut Qasim Mathar lebih banyak nongkrong di warkop dan selfi-selfi. Warkop dikesankan sebagai tempat santai dan narsis. Dipandang bersikap konsumtif dibanding orientasi produktif. Apalagi saat pandemi covid-19 melanda dunia, terlebih Indonesia yang menimbulkan dampak paling buruk di Indonesia. 

    3  Kehilangan  Relevansi

    Lebih lanjut, beliau menilai bahwa keberadaan HMI dan ketiadaannya sama saja. Ini berarti eksistensinya, namun perannya tidak terasa. Dalam konteks ini, Qasim Mathar memandang bahwa dari segi itu HMI sudah tidak. Berharap atau mengantungkan harapan pada organisasi yang tidak berperan sama saja berharap pada fatamorgana dan ilusi belaka. Sama dengan gantung diri dan akhirnya bunuh diri.

    Orientasi dan programnya tidak lagi selaras dengan kebutuhan masyarakat modern. Tidak menjadi solusi, bahkan menjadi bagian dari masalah. Kebutuhan masyarakat modern di era digital saat ini adalah penguasaan IT, menghasilkan riset yang mengubah dunia menjadi lebih baik. Masa harus dicari peraih nobel dan hak paten. Itu antara lain diperoleh ketika kebiasaan nongkrong di warkop dipindahkan ke laboratorium. Akan tetapi, apakah orientasi dan program kader HMI merupakan program unggulan dan sebuah loncatan spektakuler. Itu tidak ditemukan di warkop melainkan proses "kontemplasi".

    Menemukan Momentum & Jati Diri

    Kader HMI boleh berbangga dengan karya nyata hari ini. Selain itu, harus membangun ide dan gagasan besar. Selanjutnya dirumuskan dalam program kerja yang dilandasi komitmen yang kuat. Karya besar tidak dibangun dari ide kecil. Gagasan dan ide akan kehilangan relevansi ketika globalisasi menuntut wawasan global. Wawasan global tidak tumbuh dari cara berpikir yang sektarian dan radikal.

    Dunia sedang mencari anak-anak muda yang kreatif dan berwawasan global. Memaknai Islam "rahmatan lil alamin". Harus berani meninggalkan hal-hal lama yang kehilangan relevansi dan kehilangan konteks. Meski tetap merawat hal-hal lama.yang masih bersesuaian dengan kebutuhan saat ini. Tidak berhenti sampai di situ, melainkan harus mampu menciptakan terobosan baru yang lebih dahsyat.

    Sesungguhnya Prof. Qasim Mathar tidak hanya sekedar mengkritik organisasi HMI yang ada huruf "I". Tapi beliau juga menegaskan bahwa semua organisasi yang menggunakan huruf "I" tidak bisa lagi diharapkan lagi di masa depan. Silahkan periksa semua organisasinya, apakah ada huruf "I".

    Meskipun demikian, secara etis tidak perlu beliau melontarkan kritik terhadap organisasi kemahasiswaan lain -swlain HMI. Beliau fokus mengkritik ke dalam saja. Kan, setiap organisasi ekstra kampus masing-masing mempunyai tokohnya yang bisa melakukan auto-kritik untuk berkembang dan maju merespon secara tepat terhadap setiap perubahan yang terjadi. Bahkan, semestinya responnya tidak bersifat reaktif melainkan proaktif.

    Beliau mengajak untuk tidak menggantungkan harapan kepada HMI dan organisasi kemahasiswaan yang menggunakan huruf "I". Artinya, harus segera move on meninggalkan cara berpikir sektarian berpindah ke komprehensif.