BLANTERORBITv102

    NASKAH KHUTBAH IDUL ADHA 1442 H.

    Kamis, 22 Juli 2021

     

    IBADAH QURBAN: MENEBAR KEBAIKAN

    Khatib: Dr. H. Muhammad Yusuf, M.Ag.

    (Dibacakan di hadapan Jamaah bertempat di halaman Masjid Nurul Jauharah Komp. Permatasari Jln. Sultan Alauddin Makassar).

     اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أََنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْن

    Alhamdulillah segala puji bagi Allah, Tuhan yang telah menganugerahkan banyak nikmat yang tak berbilang bagi seluruh hamba-Nya. Salawat dan salam semoga tercurah selalu untuk Nabi Muhammad, Rasul pembawa risalah Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Keselamatan semoga dilimpahkan pula bagi para sahabat, keluarga, dan umat muslim sampai akhir zaman.

    Pagi hari ini segenap kaum muslimin di seluruh tanah air dan sejumlah negeri menunaikan shalat ‘Idul Adha 10 Dzuhlizah 1442 Hijriyah/20 Juli 2021 M. Segenap kaum muslimin mengumandangkan takbir, tahlil, tahmid, dan tasbih sebagai wujud penghambaan diri kepada Allah meskipun sebagian dilakukan di rumah-rumah kediaman mereka, karena mengikuti PPKM Darurat untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Namun, Semua bersimpuh diri menunaikan sunnah Nabi untuk meraih ridha dan karunia Ilahi. Kita pun hadir di tempat ini dengan mengikuti standar prokes. Semoga kita selamat dan menjaga keselamatan sesama anak bangsa.

    Allahu Akbar (3x) walillah al-hamd. Kaum Musilim Rahimakumullah.

    ‘Idul Adha sering disebut ‘Idul Qurban, artinya Hari Raya Penyembelihan. Setiap muslim yang berkemampuan diharuskan menyembelih hewan qurban pada hari nahar tanggal 10 atau hari tasyrik tanggal 11,12 dan 13  bulan Dzulhijjah. Daging qurban itu dibagikan kepada yang membutuhkan dan sebagian dibolehkan untuk diikonsumsi sendiri. Demikianlah sunnah Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Qurthubi diterima dari Ali bin Abu Thalib dan Muhammad bin Ka’ab. Pada hadis lain Nabi bersabda, yang artinya “Kami berqurban bersama Nabi SAW di Hudaibiyah, satu unta untuk tujuh orang, satu sapi untuk tujuh orang” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi).

    Kata 'qurban' berasal dari bahasa Arab artinya sesuatu yang dekat  atau mendekatkan,  yakni dekat dan mendekatkan diri kepada Allah yang memerintahkan ibadah ini. Qurban sering juga disebut udhhiyah atau dhahiyyah artinya hewan sembelihan, fisiknya hewan yang disembelih, tetapi hakikatnya ialah pengorbanan dan pengabdian diri sepenuh hati kepada Ilahi Rabbi.

    Secara historis, Ibadah qurban dimulai oleh kedua putra Nabi Adam, Qabil dan Habil sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran. Dikisahkan: “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa". (QS Al Maidah: 27).

    Sejarah Qurban secara khusus dikaitkan dengan kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Allah berfirman dalam Al-Quran yang artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya), dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata, dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shaaffaat: 102-107).

    Mufasir, Ibnu Katsir, Sayyid Quthub, Buya Hamka, Quraisy Shihab, dan ahli tafsir lainnya mengaitkan ibadah qurban dengan Surat Al-Kautsar sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran:

    إِنَّآ أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ( ١ ) فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ( ٢ ) إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ( ٣ 

    Terjemahnya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan ber-qurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS Al-Kautsar: 1-3).

    Diriwayatkan, Nabi Muhammad terus dihina oleh kaum Quraisy, bahwa Rasul akhir zaman itu disebutkan akan mati dengan tidak meninggalkan keturunan dan urusannya akan berakhir”. Maka turunlah Surat Al-Kaustar itu sebagai jawaban dan jaminan Allah, bahwa Nabi dan pengikutnya yang beriman akan memperoleh “Al-kautsar” yakni kenikmatan yang sangat banyak sebagai anugerah yang hakiki.

    Ibnu Katsir menjelaskan, Al-Kautsar sebagaimana hadis Nabi diriwayatkan Imam Ahmad dari Anas bin Malik, ialah “sebuah sungai di surga yang Allah berikan dan padanya terdapat kebaikan yang banyak”. Kenikmatan di akhirat itu buah perbuatan baik di dunia. Karena betapa nikmat Allah itu banyak, mala selayaknya manusia beriman menunaikan shalat dan berqurban. Kata “wanhar” dalam ayat Al-Kautsar tersebut, sebagaimana diterangkan Ibnu Abbas, ialah “menyembelih kambing (domba) dan semisalnya”, artinya berqurban.

    Berqurban dalam ritual ibadah ‘Idul Adha meniscayakan spirit berkorban dalam hidup dan melakukan kebaikan. Dalam beragama serta kehidupan berbangsa dan bernegara juga memerlukan pengorbanan lahir dan batin sebagai wujud dari ketulusan, pengabdian, dan ibadah semata karena Allah demi meraih ridha dan karunia-Nya. Dalam kehidupan di dunia tiada manusia bekerja dan meraih keberhasilan tanpa pengorbanan.

    Dalam bahasa Indonsia berkembang makna “korban” sebagai satu napas dengan “qurban”. Berkorban artinya “menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya.”. Banyak orang berkata rela berkorban demi sesuatu yang dianggap luhur dan penting, sehingga apapun dilakukan meskipun terasa berat dan menuntut pengorbanan harta, kedudukan, dan bahkan nyawa.

    Kata ‘berkorban’ tidak jarang dipakai sebagai retorika, ketika seseorang menyatakan bersedia berkorban tanpa pamrih, tetapi sesungguhnya ada kepentingan di baliknya. Terbukti ketika pamrih itu tidak terjadi, yang bersangkutan tidak berbuat seperti yang semula diikrarkan. Sebagian orang-orang berjanji membela bangsa dan negara, tetapi sejatinya memperjuangkan kepentingan diri sendiri dan kelompok atau golongannya sendiri.

    Secara lahiriah setiap yang berqurban menyembelih hewan qurban dan membagikannya kepada sesama, tetapi sejatinya yang bersangkutan berqurban kepada Allah dengan berani mengorbankan sesuatu yang dimilikinya untuk sesuatu yang lebih utama, yakni semakin mendekatkan diri kepada Allah sekaligus berbuat kebajikan yang luhur atau ihsan kepada sesama. Apalagi di tengah situasi PPKM Darurat & pandemi Covid-19 ini.

    Karenanya, jangan merasa berat untuk berqurban seekor hewan bagi yang berkemampuan. Kuatkan diri untuk merasa wajib berqurban. Dalam satu hadis Nabi bersabda yang artinya: “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat Ied kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah). 

    Nabi Ibrahim dan Siti Hajar bahkan rela mengorbankan putra tercintanya Ismail, yang diikuti oleh keikhlasan Ismail yang masih belia, demi menaati perintah Allah dan merengkuh ridha-Nya. Meskipun akhirnya kurban nyawa itu tidak terjadi, namun keluarga Nabiyullah itu teruji keikhlasan, ketaatan, dan ketaqwaannya. kepada Sang Khaliq. Sementara itu mungkin di antara sebagian kita masih merasa sayang untuk berkurban hanya seekor hewan, sebagaimana berkorban harta kekayaan lainnya, karena terlalu mencintai harta dan dunia melampaui takaran. 

    Allahu Akbar (3x) walillah al-hamd. Kaum Muslimin Rahimakumullah

    Perayaan idul Qurban tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya di mana perayaan ‘Idul Adha bersamaan dengan kaum muslimin dari seluruh dunia tengah menunaikan ibadah haji di tanah suci.  Namun, akibat pandemi Covid 19 maka pemberangkatan dan pelayanan hajji ditiadakan tahun ini demi mencegah penularan virus corona mematikan itu. Menyelamatkan jiwa merupakan ajaran dan perintah yang mendasar dalam Islam bagian dari tujuan utama syariat (Islam) dihadirkan. 

    Dengan berqurban bagi yang menunaikannya, setiap muslim melakukan penjinakan atau bahkan peluruhan terhadap penyakit egoisme dan cinta berlebihan terhadap segala hiasan dunia seperti harta dan tahta. Allah memberikan gambaran tentang watak manusia sebagai berikut:

    زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

    Terjemahnya: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14).

    Pada ayat lain Allah berfirman:

    “Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).

    Bahwa musuh terbesar manusia adalah diri sendiri yang mencinta ego dan kesenangan dunia melebihi kewajaran, sehingga mengidap penyakit ta’bid ‘an al-nafs (diperbudak diri) dan ta’bid ‘an al-dunya (membudakkan diri pada dunia). Sejarah manusia sesungguhnya dimulai dari pertarungan hidup menaklukkan segala hasrat dan kepentingan diri dan angkara dunia di tengah relasi orang lain dan lingkungannya. Qabil putra Adam tega membunuh saudaranya Habil demi kepentingan dirinya. Fir’aun sewenang-wenang memperlakukan orang lain, bahkan karena kecongkakannya Raja Ramses itu menyatakan diri sebagai “tuhan yang maha tinggi”. Qarun elit ekonom & konglomerat selain pelit juga rakus serta menghisap orang lemah dan menguasai kekayaan publik secara semena-mena. Sementara Haman di zaman kekuasaan Bani Israel itu menunjukkan karakter sebagai pejabat korup dan menyalahgunakan kekuasaannya demi kepentingan dirinya, sehingga jabatannya tidak menyejahterakan rakyatnya. Malah makin memperkaya diri sendiri dan membiarkan para rakyatnya melarat tanpa memiliki akses.

    Pada titik dialektika antara hasrat dan kendali diri di tengah hegemoni hasrat duniawi itulah sesungguhnya Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar melalui peristiwa Qurban mengajarkan mozaik ruhaniah yang berharga. Bahwa setiap insan beriman akan naik tangga ke puncak keutamaan tertinggi jika sukses menaklukkan diri dan dunianya demi sesuatu yang lebih luhur dan hakiki. Mana mungkin ketiga insan kekasih Tuhan itu rela hati berkorban nyawa Ismail, jika mereka masih terbelenggu oleh ego diri dengan segala kepentingannya yang ragawi. Mereka adalah insan yang terbebaskan dan tercerahkan dari hasrat egoisme yang naif, kemudian menjelma menjadi para altruis yang selalu peduli dan berbagi bagi kepentingan orang banyak.

    Ketika bangsa ini masih dililit problem kesenjangan sosial dengan segelintir orang atau kelompok kecil menguasai bagian terbesar kekayaan negeri. Tatkala korupsi, konflik sosial, dan perilaku ajimumpung masih menjadi pemandangan umum. Sesungguhnya sumber utamanya karena ketamakan dan ego untuk memiliki apa saja dengan hasrat rakus. Mereka hanya mengabdi pada libido ketamakan yang tak berkesudahan, tak peduli bila harus merugikan kehidupan sesama dan lingkungan semesta.

    Ketika manusia cinta diri dan dunia secara berlebihan, mereka tak pernah puas diri meraih kedigdayaan dunia hingga ajal memisahkannya (QS At-Takatsur: 1-2). Tidak kenal tua maupun muda, bahkan siapapun, maakala cinta kuasa dan dunia sudah menyala-nyala dalam diri manusia, maka segala cara ditempuh dan dihalalkan. Mereka secara lahiriah tampak perkasa di hadapan orang lain, tetapi sejatinya menjadi orang lemah karena menjadi budak dunia. Nabi Muhammad mengingatkan bahwa melawan hawa nafsu sebagai jihad akbar. Perang menaklukan diri melebihi perang Badr dan Uhud.

    Allahu Akbar (3x) walillah al-hamd. Kaum Muslimin Rahimakumullah

    Secara fisik ibadah qurban ialah berkorban materi atau seekor hewan. Lebih dari itu secara ruhani berqurban hakikatnya melawan hawa nafsu menuju tangga taqwa. Allah berfirman dalam Al-Quran:

    لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

    Terjemahnya: “Daging-daging dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.“ (QS Al-Hajj: 37).

    Pada suatu hadis disebutkan bahwa Zaid Ibn Arqam, ia berkata atau mereka berkata: “Wahai Rasulullah SAW, apakah qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Qurban adalah sunahnya bapak kalian, Nabi Ibrahim.” Mereka bertanya: “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan qurban itu?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai rambutnya adalah satu kebaikan.” Mereka bertanya lagi: “Kalau bulu-bulunya?” Rasulullah menjawab: “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah).

    Karenanya setiap muslim yang berqurban mengandung makna ruhani dirinya menanam dan menebar benih kebaikan selain untuk dirinya, juga untuk sesama umat manusia. Tanamkan jiwa peduli, berbagi, dan beramal kebajikan lebih-lebih untuk orang-orang yang membutuhkan. Termasuk bagi saudara-saudara di Masamba maupun di tempat lain yang tengah ditimpa musibah. Kembangkan solidaritas sosial yang memupuk persaudaraan dan kebersamaan yang tulus sebagai sesama anak bangsa.

    Dengan ikhtiar yang maksimal dan tawakkal yang total hanya kepada Allah, insyaallah, kesulitan ini akan kita lewat dan menyambut karunia dan nikmat Allah Swt. Setidaknya, itulah yang dinarasikan oleh Siti Hajar yang terus berlari bolak balik antara bukit Safa dan Marwah untuk mencari air untuk sang bayi Ismail yang terbaring lemas kehausan di bawah terik matahari yang membakar di samping Ka'bah. Dengan ikhtiar yang maksimal dipaket dengan tawakkal yang total, melalui hentakan kaki bayi Ismail itu akhirnya muncul mata air zam-zam.

    Dari kondisi lembaga Mekkah sekitar Ka'bah hanya memancarkan fatamorgana tanpa tanda-tanda sumber kehidupan justru muncul sumber mata air paling fenomenal dan paling monumental. Air zam-zam adalah dokumentasi dan artepak.sejarah rahasia hidup penuh ikhtiar berkorban yang didasarkan pada iman dan tawakkal yang total hanya kepada Allah.

    Pandemi Covid-19 inj membutuhkan ikhtiar yang sungguh-sungguh, jujur, tulus, berkorban, bukan mencari keuntungan di tengah penderitaan umat manusia. Bermunajat kepada Allah untuk mendapatkan tuntunan dan jawaban terbaik dari Pencipta dan Penguasa seluruh jagat raya ini. Dia adalah Rabbul alamin. Umat Islam khususnya, jadikan doa sebagai senjata kita. Saatnya, kita secara kolektif bertobat kepada Allah dan seraya memohon pertolongan-Nya untuk mengeluarkan kita dari berbagai bentuk fitnah dan wabah penyakit khususnya Covid-19.

    Aksi sosial saja tidak cukup, kita membutuhkan aksi spritual. Mari kita secara pribadi dan kolektif mengetuk pintu langit untuk memohon ampunan dan pertolongan kepada Allah agar kita keluar dari kesulitan hidup secara global saat ini. 

    Pasca Idul Adha setiap muslim perlu merayakan solidaritas sosial sebagai budaya dan praksis sosial untuk membela kaum lemah, mengadvokasi kaum kaya agar mau berbagi, dan menebar serba kebajikan dengan sesama yang bersifat melintas Budaya dan praksis solidaritas sosial juga disebarluaskan melalui harmonisasi sosial yang memupuk benih-benih toleransi, welas asih, damai, dan saling memajukan yang membawa pada kebajikan hidup kolektif yang luhur dan utama. Orientasi keagamaan dalam kehidupan sosial yang indah ini jangan mekar sesaat di kala ritual, tetapi mewujud dan menyebarluas sepanjang masa dalam kehidupan sebagai pantulan iman dan ihsan yang merahmati semesta alam.

    Allahu Akbar (3x) walillah al-hamd. Kaum Muslimin Rahimakumullah

    Di akhir khutbah ini marilah kita bermunajat kepada Allah agar pasca ‘Idul Adha kita kaum muslimin makin menjadi insan yang shaleh, yang mau berkorban dalam menunaikan kebajikan dan ketaqwaan.  Seraya dengan itu insan beriman harus berani menjauhi yang buruk dan munkar agar kehidupan dilimpahi berkah Allah. Hidup di dunia ini sejatinya fana yang harus diisi dengan iman, ilmu, dan amal shaleh (ihsan) yang membawa keselamatan di akhirat kelak nan abadi.

     Marilah kita terus menanam benih-benih kebaikan dalam hidup yang tidak terlalu lama ini, sehingga ketika menghadap Allah sudah berbekal amal shaleh dan menutup lembaran hidup ini dengan husnul khatimah. Kita tidak tahu kapan Allah mengambil ajal kita, karena hidup dan mati setiap insan sepenuhnya di tangan Allah. Jangan menunda-nunda waktu untuk berbuat kebaikan termasuk dalam berqurban, karena kita sungguh tidak tahu ambang batas hidup ini. Jadikan kehidupan ini penuh arti dengan fondasi iman, Islam, dan ihsan yang bermuara taqwa guna meraih kebahagiaan di dunia akhirat dengan meraih surga jannatun na'im dalam rengkuhan ridha dan karunia Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

    Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah swt:

    اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

    Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

    اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

    Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.

    اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

    Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.

    اَللَّهُمَّ اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ  وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ

    Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, Nasa’i).

    اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا

    Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian

     رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.