BLANTERORBITv102

    EPISTEMOLOGY DAN INTEGRASI

    Senin, 07 Juni 2021

    Penulis: Muhamad Yusuf

    Prolog

    Baru saja kami mensubmit sebuah paper ke sebuah jurnal internasional bertajuk: "REFORMULATING ISLAMIC
    EPISTEMOLOGY: SOLUTION TO THE CRISIS OF MODERN SCIENCE, TECHNOLOGY AND THE
    IMPACT OF GLOBALIZATION".
    Paper itu menawarkan untuk menjadikan integrasi keilmuan sebagai jawaban atas dampak buruk sekularisasi. Langkah nyata dan kebijakan diturunkan dalam bentuk regulasi transformasi kelembagaan pendidikan tinggi di bawah Kemenag RI. Yaitu, transformasi dari STAIN ke IAIN atau IAIN ke UIN.  Semangat transformasi itu adalah integrasi Islam dan Sains. Hal ini harus dilakukan, karena gelombang globalisasi memang luar biasa dahsyatnya.

    Globalisasi sebagai salah satu karakteristik dunia modern menimbulkan masalah sekularisasi. Dampak modernisasi, seperti westernisasi, demokratisasi, dan liberalisasi, terutama sekularisasi tampak sekali di dunia Barat. Terlebih, bagi sebagian masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi sudah meningkat posisinya seolah menjadi agama baru sehingga banyak di antara mereka mempertuhankannya.

    Barat yang sekular banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat dengan bergaya hidup yang terpengaruh dan dilandasi oleh hasil pemikiran filosof abad 19, Frederick Nietzsche, bahwa trend ”agama sains” memuncak pada filsafat God is Dead (Tuhan telah mati).

    Kemajuan sains modern dan teknologi telah berdampak global pada semua level ke masyarakat. Pandemi Covid-19 telah mengubah wajah dunia dari pola interaksi semi maya menjadi full maya. Instansi pemerintahan, universitas, sekolah, serta ruang publik menjadi sunyi. Work From Home (bekerja dari rumah) adalah satu keniscayaan. Tidak hanya globalisasi terjadi pada pola komunikasi, tetapi juga pola penyebaran Covid-19 juga mengglobal.

    Spritualitas Diuji, Agama Dipertanyakan

    Spritualitas manusia kembali diuji. Filsafat ini kemudian disempurnakan oleh Thomas J Altizer pada tahun 1960-an dan 1970-an. Sampai titik ini, sekular benar-benar memiliki arti lawan agama. Agama menjadi korban; agama tidak boleh dicampuradukkan dengan negara. Agama merupakan urusan pribadi. Hal ini, dalam pandangan Qadri Azizy, merupakan klimaks modernisasi di Barat yang sekular.

    Meskipun beberapa hal masyarakatnya secara pribadi melakukan bagian ajaran agama, namun dalam kehidupan masyarakat umum hal tersebut tidak bisa diterima.

    Lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa modern dan modernisme menekankan pada progresifitas, saintifik, dan rasional. Istilah ini muncul di Barat secara konsepsional tidak memberi tempat pada agama dalam konteks Barat. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut di Barat, agama harus disingkirkan terlebih dahulu. Jika hal ini masuk merambah dunia ketiga, konsekuensinya akan berbenturan dengan agama yang dipeluk.

    Pemikiran sekularisasi dan sekularisme memiliki dampak menjauhkan pengaruh agama terhadap šarî‘aû dan menegakkan šarî‘aû jauh dari agama.

    Kenyataan ini tampak sekali dalam bentuk membolehkan perzinaan, misalnya, dan tidak menganggapnya sebagai dosa jika dilakukan atas kerelaan dua belah pihak, demikian juga dengan free sex dan memberi legalitas kepada dekadensi moral dan kebebasan tanpa kendali sehingga mereka kehilangan pegangan hidup, putus asa, dan kenikmatan kehidupan ini hanya kenikmatan materi semata.10

    Globalisasi sering dipahami sebagai suatu kekuatan besar yang mempengaruhi tata kehidupan dunia secara menyeluruh, simultan, dan berdampak pada multi players effects. Dalam era globalisasi arus informasi sangat deras dan cepat, tidak dapat disangkal benturan ideologi akan merambah setiap negara. Secara psikologis, setiap individu dan masyarakat akan mencari identitasnya dalam komunitas dunia.

    Penentuan Sikap

    Sikap umat Islam dalam menghadapi peradaban Barat sama dengan apa yang telah ditunjukkannya terhadap setiap peradaban pada masa lalu. Islam menerima segala yang baik tetapi sejalan dengan hal itu ia menolak segala hal yang buruk. Islam tidak mengajurkan suatu sikap isolasi ilmiah dan materialistik. Islam tidak memerangi peradaban lain demi kepentingan pribadi atau rasial, karena Islam percaya akan realitas kesatuan kepercayaan dan eratnya hubungan antar manusia dengan ras dan kecenderungan yang berbeda.

    Di samping hal itu, Jahiliyah Modern, seperti istilah yang dikemukakan oleh Muhammad Quthb, yang mewarisi budayaYunani, Romawi, Eropa Kuno, dan abad pertengahan telah membentuk sosok dan wujud seperti yang telah merefleksi pada dua kenyataan berikut. Pertama, kemajuan yang mengagumkan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemakmuran dunia. Kedua, kemerosotan luar biasa di bidang ruhani, moral, dan nilai-nilai spiritual yang sangat diperlukan oleh manusia.

    Gelombang dan arus globalisasi yang dipaket dengan sekularisasi sebagai projek Barat telah membawa malapetaka bagi kemanusiaan. Berdasarkan itulah umat Islam khususnya mesti cepat berpijak dan berpegang teguh pada pedoman primernya, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Epistemologi mesti berpedoman pada kerangka Al-Quran dan Sunnah yang membawa semangat integrasi Islam dan sains & teknologi.

    Transformasi Ikhtiar Integrasi Keilmuan

    Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan enam Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) terkait pendirian Universitas Islam Negeri (UIN) yang merupakan perubahan bentuk atau transformasi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Peraturan ini diterbitkan pada tanggal 11 Mei 2021.

    Berikut keenam UIN yang didirikan sebagai perubahan bentuk IAIN tersebut:

    1. UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung sebagai perubahan bentuk dari IAIN Tulungagung, melalui Perpres Nomor 40 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung;

    2. UIN Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto sebagai perubahan bentuk dari IAIN Purwokerto, melalui Perpres Nomor 41 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri Purwokerto;

    3. UIN Raden Mas Said Surakarta sebagai perubahan bentuk dari IAIN Surakarta, melalui Perpres Nomor 42 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta;

    4. UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda sebagai perubahan bentuk dari IAIN Samarinda, melalui Perpres Nomor 43 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda;

    5. UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember sebagai perubahan bentuk dari IAIN Jember, melalui Perpres Nomor 44 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember; dan

    6. UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu sebagai perubahan bentuk dari IAIN Bengkulu, melalui Perpres Nomor 45 Tahun 2021 tentang Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu.

    Disebutkan pada bagian pertimbangan Perpres, transformasi dilakukan dalam rangka memenuhi tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan proses integrasi ilmu Agama Islam dengan ilmu lain serta mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

    Dengan menjadi UIN maka enam Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) ini tidak hanya menyelenggarakan program pendidikan ilmu agama Islam saja tetapi juga dapat menyelenggarakan program pendidikan tinggi ilmu lain untuk mendukung penyelenggaraan program pendidikan tinggi ilmu Agama Islam. Ketentuan ini tertuang pada Pasal 2 ayat 1 dan 2 Perpres.

    “Pembinaan teknis penyelenggaraan program pendidikan tinggi ilmu Agama Islam dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dan pembinaan teknis program pendidikan ilmu lain dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pendidikan,” bunyi ketentuan Pasal 2 ayat 3.

    Dijelaskan pada Perpres, UIN merupakan perguruan tinggi di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Dengan tambahan enam universitas ini, maka hingga saat ini telah terdapat 23 UIN di seluruh Tanah Air.

    Keenam Perpres ini berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu tanggal 11 Mei 2021, dan dapat diakses pada laman JDIH Sekretariat Kabinet. 

    Tentu saja, kita menyampaikan apresiasi dan selamat atas berubahnya beberapa PTKIN di bawah Kemenag RI. Perubahan itu mestinya berdampak signifikan terhadap menguatnya semangat integrasi Islam dan sains modern serta teknologi. Tidak bisa diperhadapkan atau dipertentangkan. Justru, mestinya Islam hadir mewarnai gerak peradaban umat manusia, karena Islam hadir sebagai rahmatan lil alamiin.

    Catatan Akhir

    Khazanah peradaban Islam yang berabad-abad lamanya, yaitu integrasi Islam dan sains pernah hanya terbawa arus sekularisasi. Puncak kejayaan  peradaban Islam itu terjadi ketika integrasi Islam dan sains menjadi pilar epistemologi keilmuan. Kita berharap, semoga semangat transformasi kelembagaan beberapa PTKIN itu adalah semangat integrasi Islam dan sains modern. Dibutuhkan konsep, dan langkah nyata untuk mewujudkannya. 

    Transformasi kelembagaan disamping sebagai harapan, juga menjadi tantangan. Sebab, ada juga lembaga atau PTKIN yang terancam harus dilebur lantaran tak mampu memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Orang menyebutnya, negeri rasa swasta, IAIN rasa STAIN, UIN rasa IAIN, world class university rasa... dst. Singkatnya muncul stigma negatif, apriori, dan pesimisme. Hal ini mesti dipikirkan dan dibantu ramai-ramai untuk menyelamatkannya. Dalam konteks inilah, dibutuhkan semangat interkoneksi lintas PTKIN.

    Transformasi kelembagaan yang tidak melalui proses analisis yang memadai akan berdampak buruk bagi lembaga itu sendiri. Di sinilah dibutuhkan lingkaran pengaruh yang kuat dari seorang pemimpin universitas. Tidak hanya memenangkan pertarungan menduduki jabatan, melainkan dilatari dan didorong oleh kompetensi manajerial dan komunikasi yang mumpuni. Tak hanya melakukan langkah-langkah reguler, tapi berimbang dengan langkah spektakuler.

    Wallahu A'lam.