Penulis: Muhamad Yusuf
Dosen UIN Alauddin dan STAI Al-Furqan Makassar
Manggarupi-Gowa, 03-05-2021
Pendahuluan
Salah satu hadis yang sering digunakan oleh para dai adalah terkait pembagian keutamaan bulan Ramadhan menjadi tiga, yaitu sepuluh hari pertama rahmat, sepuluh hari kedua adalah ampunan, dan sepuluh hari ketiganya adalah terbebas dari api neraka. أوله رحمة، وأوسطه مغفرة، وآخره عتق من النار (Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka)
Telah masyhur di tengah masyarakat sebuah hadis yang menyatakan bahwa Ramadhan dibagi menjadi tiga; awalnya terdapat rahmat, tengahnya terdapat ampunan dan akhirnya terdapat pembebasan dari api neraka. Terhadap riwayat ini ini, oleh para kritikus hadis riwayat adalah hadis yang dha'if bahkan munkar.
Pandangan dan penjelasan seperti itu berpotensi menimbulkan pemahaman bahwa di 10 pertengahan Ramadhan rahmat Allah telah berlalu. Atau pembebasan dari api neraka belum tiba. Demikian seterusnya, dikhawatirkan jika disalahpahami bahwa di 10 hari terakhir ampunan dan rahmat Allah telah berlalu. Atau, di 10 pertama Ramadhan fokus pada rahmat Allah karena ampunan Allah dan pembebasan dari neraka belum tiba gilirannya.
Dalam konteks ini, saya ingin mengajukan pandangan bahwa justru rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka ada di seluruh Ramadhan bukan di sepertiga saja. Bahkan, ada di sepanjang waktu. Meski demikian, kita tetap perlu melakukan kajian terhadap riwayat tentangnya.
Riwayat/Hadis: Ramadhan Dibagi 3 ?
Rahmat, ampunan, pembebasan dari api neraka selalu terbuka, baik di bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan. Sebab sifat Allah yang Maha Pemberi rahmat dan Maha Pengampun serta Pelindung dari azab neraka merupakan sifat yang melekat dari diri-Nya dan sifat-Nya. Namun, adanya riwayat yang secara teknis membagi Ramadhan menjadi tiga bagian dan ditambah penjelasan sebagian dai makin menguatkan pemahaman masyarakat bahwa memang Ramadhan terbagi ke dalam tiga bagian.
Diriwayatkan oleh Al-Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512).
ثنا سَعِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ ثَوَابٍ ،ثنا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْجُدْعَانِيُّ ،ثنا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ ، قَالَ : خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آخِرَ يَوْمٍ فِي شَعْبَانَ أَوْ أَوَّلَ يَوْمٍ فِي رَمَضَانَ , فَقَالَ : “أَيُّهَا النَّاسُ ، قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، جَعَلَ اللَّهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً ، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا ، مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ ، مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ ” . قَالُوا : لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ . فَقَالَ : ” يُعْطِي اللَّهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ ، أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ ، أَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوكِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ، وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ ،
وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ : خَصْلَتَيْنِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ ، وَخَصْلَتَيْنِ لا غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا ، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ : فَشَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَتَسْتَغْفِرُونَهُ ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لا غِنًى بِكُمْ عَنْهَا : فَتُسْأَلُونَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النَّارِ ، وَمَنْ أَشْبَعَ فِيهِ صَائِمًا ، سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ “
"Sa’id bin Muhammad bin Tsawab menuturkan kepadaku, Abdul Aziz bin Abdillah Al Jud’ani menuturkan kepadaku, Sa’id bin Abi ‘Arubah menuturkan kepadaku, dari Ali bin Zaid, dari Sa’id bin Musayyib, dari Salman Al-Farisi, ia berkata: Rasulullah Saw. berkhutbah kepada kami di akhir hari bulan Sya’ban atau di awal hari bulan Ramadhan, beliau bersabda:
“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.”
Dalam konteks tersebut, Rasulullah Saw. berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka”.
Evaluasi Sanad
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dari Ali bin Hujr As Sa’di, dari Yusuf bin Ziyad, dari Hammam bin Yahya dari Ali bin Zaid bin Jud’an, dari Sa’id bin Musayyab dari Salman Al Farisi.
Riwayat ini dinilai lemah karena terdapat perawi Ali bin Zaid bin Jud’an. Yahya bin Ma’in berkata: “ia dha’if dalam segala hal”. Imam Ahmad berkata: “dhai’ful hadis“. Ad Daruquthni berkata: “fihi layyin“. Ali Al Madini berkata: “ia dhaif menurut kami”. Adz Dzahabi berkata: “ia salah seorang huffadz, namun tidak tsabt“.
Namun At Tirmidzi menyatakan: “shaduq“. Tapi yang tepat adalah sebagaimana yang dikatakan Ibnu Hajar: “dhai’ful hadis, hadisnya tidak bisa dihasankan kecuali dengan mutaba’ah dan syawahid“. Dan untuk Ali bin Zaid ini tidak terdapat mutaba’ah yang menguatkannya.
Hadis ini didhaifkan oleh para pakar hadis seperti Al ‘Aini dalam ‘Umdatul Qari (10/383), Al Mundziri dalam At Targhib Wat Tarhib (2/115), Al Albani dalam Takhrij Al Misykah (1906), juga didhaifkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi di Sifatu Shaumin Nabiy (110).
Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Syuʽabul Iman dan juga diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih ibn Khuzaimah. Walaupun diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dalam Sahih-nya, menurut al-Suyuthi, hadis ini bermuara pada satu sumber sanad (masdar), yaitu Ali ibn Zaid ibn Jadʽan yang divonis oleh para ulama sebagai orang yang dhaif. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadis tersebut dari Ali ibn Zaid adalah Yusuf bin Ziyad yang divonis dhaif parah (dhaif jiddan).
Walaupun ada ulama lain yang juga meriwayatkan hadis ini dari Ali bin Zaid, yaitu Iyas ibn Abd al-Ghaffar. Sayangnya Iyas sendiri juga orang yang majhul menurut Ibn Hajar al-Asqalani. (Lihat: al-Suyuthi, Jâmiʽ al-Aḥâdîts, [Beirut: Dar Fikr, t.t], j. 23, h. 176).
Bahkan dikatakan oleh Abu Hatim Ar Razi dalam Al ‘Ilal (2/50) juga Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah (871) bahwa hadis ini munkar. Karena matan hadis ini bertentangan dengan riwayat-riwayat lain yang sahih yang menyatakan bahwa di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya sepertiganya. Dantaranya hadis Abu Hurairah r.a. Rasulullah Saw. bersabda:
من صام رمضان إيمانا واحتسابا ، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Orang yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR. Bukhari no.38, Muslim, no.760)
Ramadhan Seluruhnya Rahmat, Ampunan, & Pembebasan dari Neraka
Dalam hadis tersebut di atas, dinyatakan bahwa ampunan Allah tidak dibatasi hanya pada pertengahan Ramadhan saja. Ini lebih jelas lagi pada hadis Abu Sa’id Al Khudri r.a. yang dikeluarkan oleh At Tirmidzi, Rasulullah Saw. bersabda:
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
“Pada awal malam bulan Ramadhan, setan-setan dan jin-jin jahat dibelenggu, pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Pintu surga dibuka, tidak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian Allah menyeru: ‘wahai penggemar kebaikan, rauplah sebanyak mungkin, wahai penggemar keburukan, tahanlah dirimu’. Allah pun memberikan pembebasan dari neraka bagi hamba-Nya. Dan itu terjadi setiap malam” (HR. Tirmidzi 682, disahihkan oleh Al Albani).
Juga hadis Jabir bin Abdillah r.a., Rasulullah Saw. bersabda:
إنَّ للهِ في كلِّ يومٍ وليلةٍ عُتَقاءَ مِنَ النَّارِ في شهرِ رمضانَ وإنَّ لكلِّ مسلمٍ دَعوةً يدعو بها فيُسْتجابُ له
“sesungguhnya di setiap hari dan malam bulan Ramadhan dari Allah ada pembebasan dari api neraka. dan bagi setiap Muslim ada doa yang jika ia berdoa dengannya maka akan diijabah” (HR. Ahmad 2/254, Al Bazzar 3142, Al Haitsami berkata: “semua perawinya tsiqah”).
Ini berarti seluruh hari Ramadhan adalah rahmat, magfirah, dan itqun minannar. Sebab, hadis yang lebih kuat tidak membagi Ramadhan itu menjadi tiga bagian.
Argumen
Dengan demikian jelaslah bahwa di seluruh waktu di bulan Ramadhan terdapat rahmah, seluruhnya terdapat ampunan Allah dan seluruhnya terdapat kesempatan bagi seorang mukmin untuk terbebas dari api neraka, tidak hanya di sepertiganya.
Pandangan ini sejalan dengan beberapa teks primer Islam (Al-Qur'an dan Sunnah). Ayat-ayat yang menerangkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah Maha Pengampun. Hamba-hamba-Nya dituntun selain berdoa memohon rahmat, ampunan, keselamatan dari azab neraka setiap saat.
Rahmat Allah Ada Sepanjang Waktu
Sedikitnya, ada tiga ayat Al-Qur’an yang menginfokan bahwa Allah mewajibkan dirinya merahmati hamba-hamba pilihan-Nya. Yaitu Qs Al-Ana’am [6]: 12 dan 54:
Allah berfirman: … كَتَبَ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ …
“… Allah telah mewajibkan diri-Nya untuk berbelas-kasihan kepada makhluk-Nya…” [Al-Ana’am, 6: 12] … كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَىٰ نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ “… Tuhan kalian telah mewajibkan diri-Nya untuk memberikan rahmat kepada kalian…” [Al-Ana’am, 6: 54]
Dan pada Qs Al-A’raaf [7]: 156-157: Allah berfirman:
… وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَـاةَ وَالَّذِينَ هُم بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ (156) الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ …
“… dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Aku akan menetapkan rahmat itu bagi mereka yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada ayat-ayat Kami.” Kami turunkan rahmat kepada para pengikut Muhammad, Rasul Allah, Nabi yang buta huruf…” [Al-A’raaf, 7: 156-157]
Oleh karena itu, mari kita menjadi mukmin yang dijamin mendapat rahmat Allah Swt.
Batas Deadline Ampunan Allah
Batas deadline ampunan Allah hingga roh di kerongkongan, bukan di hari ke-20 Ramadhan. Pintu taubat masih terbuka sebelum ruh sampai di tenggorokan.
وَمَن تَابَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَاباً
“Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya.” [QS: Al-Furqan, 25: 71]
Tidak ada yang setengah-setengah dalam agama, semua yang haqq dan bathil telah dijelaskan secara rinci dalam al-Qur’an dan hadis. Karena itu, jika manusia ingin melaksanakan syariat agama hendaknya bersikap total, sepenuhnya diamalkan.
Masalahnya, ajakan dan perintah yang cukup jelas itu kadang menjadikan makhluk yang bernama manusia tidak sempat untuk menangkap hikmah dan manfaat kini. Orang menjadi serius dengan kesibukan tertentu, dan lalai dalam melaksanakan ajakan dan perintah itu.
Di sisi lain, agama ini memberikan ‘rambu-rambu’ kehidupan yang jelas, dan larangan adalah garis yang tidak dapat diterjang oleh siapapun. Tanpa terkecuali. Betapa Islam tidak memberikan perlakuan yang bersifat ‘pilih kasih’ dalam soal tatanan dan aturan hidup.
Seringkali ungkapan yang diajukan adalah karena saya manusia, tempat lupa dan salah. Ada lagi yang menganggap mumpun masih muda, dipuas-puaskan. Yang lain lagi mengatakan bahwa saya ini sudah terlanjur banyak berbuat maksiat. Mungkin masih banyak yang ingin menunjukkan mengapa tidak segera keluar untuk menemukan jalan baru, taubat. Semakin dicari alasan semakin tidak akan pernah terjadi pertaubatan. Dan, menuruti hawa nafsu tidak akan pernah ada ujungnya.
Salah dan Dosa
Menurut pandangan Islam, dosa dibagi dua; dosa besar dan dosa kecil. Allah berfirman:
إن تجتنبوا كبائر ما تنهون عنه نكفّر عنكم سيّئاتكم وندخلكم مدخلا كريما
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS:An-Nisa’, 4: 31)
Dalam ayat lain disebutkan:
الذين يجتنبون كبائر الإثم والفواحش إلا اللّمم إنّ ربّك واسع المغفرة
“(Yaitu) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas ampunan-Nya.” (QS: An-Najm, 53: 32).
Itulah makna sabda beliau dalam hadis lain,
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ
Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba, selagi (nafas) belum menyesak di tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi)
Ketika nafas talah sampai di tenggorokan, maka ia menyaksikan tempat kembalinya, baik rahmat atau kehinaan. Pada saat itu, tidak bermanfaat lagi taubat dan keimanan, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an,
فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا
Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami (Qs, al-Mukmin/ Gafir : 85)
Allah Swt. berfirman,
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ
Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” (Qs. An-Nisa : 18)
Taubat itu terbuka bagi hamba hingga ia menyaksikan Pencabut nyawa (malaikat maut). Yaitu ketika roh telah menyesak di tenggorokan. Ia menyesak di di tenggorokan, ketika telah memutuskan urat jantung, lalu menyesak dari dada hingga tenggorokan. Ketika itulah hamba menyaksikan Malaikat maut, dan ketika itulah kematian datang. Camkanlah hal itu. Oleh karenanya, manusia wajib bertaubat sebelum Mu’ayanah (menyaksikan malaikat maut) dan nafas menyesak di tenggorokan. Inilah makna firman Allah Swt. ثُمَّ يَتُوبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ, (Yang kemudian mereka bertaubat dengan segera” (Qs. An-Nisa : 17).
Ibnu Abbas dan as-Sudiy berkata, مِنْ قَرِيبٍ (bersegera), artinya sebelum sakit dan mati.” ini senada dengan Abu Mujliz, adh-Dhahhak, Ikrimah, Ibnu Zaid dan selainnya yang mengatakan, “Segera, artinya sebelum menyaksikan malaikat, sebelum sekarat, dan nyawanya hampir keluar.”
Semua keterangan itu menunjukkan bahwa ampunan Allah terbuka bagi siapapun dari hamba+hamba-Nya yang bertaubat dengan sungguh-sungguh (taubat nasuha). Pintu taubat itu ditutup rapat tatkala rohnya segera meninggalkan jasad.
Doa Memohon Keselamatan dari Neraka
Allah mengajarkan doa setiap saat agar hamba-Nya memohon keselamatan dari azab neraka. Doa memohon perlindungan dari api neraka sepanjang waktu, tak hanya di 10 Ramadhan terakhir.
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Dan di antara mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka” (QS. Al-Baqarah: 201).
Doa pada ayat ini berlaku sepanjang waktu. Itu menunjukkan bahwa Allah Swt. bersedia menerima doa hamba-hamba-Nya kapan saja. Demikian memohon keselamatan dari azab neraka. Bahkan pada setiap doa dalam tasyahud saat salat pun dibaca doa permohonan perlindungan dari azab kubur dan azab neraka. Itu berlaku setiap waktu kali ber-tasyahud.
Diriwayatkan Ahmad, an-Nasai, dan Tirmidzi. Dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ الْجَنَّةُ: اللَّهُمَّ أَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَمَنْ اسْتَجَارَ مِنَ النَّارِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، قَالَتِ النَّارُ: اللَّهُمَّ أَجِرْهُ مِنَ النَّارِ
"Siapa yang meminta surga 3 kali, maka surga akan berkata: 'Ya Allah, masukkan lah dia ke dalam surga.' Dan siapa yang memohon perlindungan dari neraka 3 kali, maka neraka akan berkata: 'Ya Allah, lindungi lah dia dari neraka".
Hadis di atas dinilai hasan oleh Syuaib al-Arnauth dan dinilai sahih oleh al-Albani. Hadis serupa diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim dengan sanad yang sahih dari Anas r.a, Rasulullah bersabda:
"Tidak ada yang memohon surga kepada Allah Swt. sebanyak tiga kali melainkan surga akan berkata, 'Ya Allah Swt., masukkanlah dia ke dalam surga.' Dan tidak ada seorang muslim yang meminta perlindungan kepada Allah dari neraka sebanyak tiga kali melainkan neraka akan berkata, 'Ya Allah, selamatkanlah dia dariku (neraka)!" (dikutip dari Ensiklopedia Kiamat).
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أََسْأَلُكَ ا لْجنَّةَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka" hadits riwayat Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad.
اَللَّهُمَّ إِنِّى أََسْأَلُكَ ألجنَّةَ وَمَا قَرَّب إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِوَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَأ مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ، وَأَسْأَلُكَ أَنْ تَجْعَلَ كُلَّ قَضَيْتَهُ لِى خَيْرًا.
"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu surga dan segala hal yang mendekatkan kepadanya, dari perkataan maupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan dari segala hal yang mendekatkan kepadanya, dari perkataan maupun perbuatan. Dan aku mohon kepada-Mu agar Engkau jadikan setiap yang Engkau takdirkanlah bagiku adalah baik" (H.R. Ibnu Majah dan Ahmad).
Penutup
Seluruh hari (siang dan malam) bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk memperoleh rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka. Bahkan hal ini tidak dibatasi dalam bulan Ramadhan saja, melainkan selama roh belum naik ke tenggorokan (saat sakaratul maut). Mintalah sekaligus rahmat, ampunan, dan keselamatan dari api neraka sepanjang Ramadhan. Bahkan di sepanjang usia Anda. Allah mencurahkan rahmat, membuka pintu ampunan, dan mendengar/menerima permohonan perlindungan hamba-hamba-Nya dari azab neraka sepanjang waktu.
Wallahu A'lam
0 komentar