BLANTERORBITv102

    OPEN HOUSE & TRADISI KELUARGA JK

    Minggu, 16 Mei 2021

    Penulis: Muhamad Yusuf

    Prolog

    Dua hari lebaran idul fitri 1 Syawal 1442 H telah berlalu. Salah satu hal yang bakal terdengar adalah istilah "Open House". Biasanya, mereka yang melakukan budaya ini adalah para tokoh negara atau para selebriti. Namun salah satu poin penting Surat Edaran Mendagri, yaitu larangan menggelar open house dalam jumlah tertentu. Hal itu bertujuan sama dengan larangan mudik dan halal bihalal. Yaitu, mencegah penyebaran Covid-19.

    Demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19, maka Surat Edaran Mendagri menghimbau dan melarang masyarakat maupun pejabat menggelar open house, terutama dalam jumlah besar. Tentu pelarangan ini bersifat temporer dan kondisional. Jika keadaan sudah menjadi normal, tentu pelarangan itu akan dicabut.

    Apa itu open House?

    Open House di sini memang dimaknai sebagai ajang silaturahmi antar umat. Jadi, siapa pun bisa ikut menghadiri acara ini. Ya, tentunya diprioritaskan mereka yang memiliki hubungan langsung dengan si empu rumahnya.

    Nah, karena open house ini semakin terkenal di Indonesia, apakah Anda sadar bahwa open house tidak sama dengan halal bihalal? benar kah?

    Jika merujuk pada pernyataan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, halal-bihalal merupakan kata majemuk dari dua kata bahasa Arab halala yang diapit dengan satu kata penghubung ba (dibaca: bi) (Shihab, 1992: 317).

    Meskipun kata ini berasal dari bahasa Arab, konon masyarakat Arab sendiri tidak akan memahami arti halal-bihalal yang merupakan hasil kreativitas bangsa Indonesia. Halal-Bihalal adalah adalah hasil pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat Asia Tenggara. Halal-bi halal merupakan tradisi khas dan unik di bangsa ini.

    Memang Halal Bihalal hanya ada di Indonesia, artinya di Arab sana tidak dikenal, tapi acara ini sangat baik. Dalam satu acara dikumpulkanlah masyarakat untuk saling bermaafan. Lebih hemat dan efisien, bukan? Kalau mendatangi satu persatu sulit dan membuang-buang waktu. 

    Pada pernyataan ini mungkin Anda akan paham apa itu makna open house sesungguhnya

    "An "open house", or as it is more often called "Open Day", is an event held at an institution where its doors are open to the general public to allow people to have a look around it in order to gain information on it. 

    Artinya: "Open house atau seperti yang lebih sering disebut 'open day' adalah sebuah acara digelar disebuah institusi yang pintu-pintunya terbuka bagi masyarakat umum sehingga memungkinkan orang untuk melihat-lihat atau mengetahui isi dalamnya".

    Karena itu, lazimnya open house dilaksanakan di Amerika, Canada, Inggris, Australia, dan Selandia Baru, dan biasanya dilaksanakan oleh sekolah-sekolah seperti SMA dan jenjang berikutnya ke atas untuk memperkenalkan bagaimana situasi dan kurikulum dari sekolah atau instansi tersebut.

    Jika merujuk referensi tersebut, tentunya makna dari Halal Bihalal dan Open House itu berbeda. Ya, sekali pun maksudnya sama yaitu bersilaturhami. Namun, makna atau konteks tujuannya tidak serupa. So, masih mau menggunakan istilah Open House?

    Lebih jauh lagi, tidak ada salahnya untuk memahami tujuan dari Halal bihalal yang memang menjadi tradisi saat lebaran.

    Secara sosiologis, Halal bihalal adalah sarana untuk merekatkan tali silaturahmi, bersosialisasi, saling memperkenalkan diri antar anggota keluarga, dan tentunya sarana berbagi rezeki.

    Hal tersebut sejalan dengan perintah agama untuk meningkatkan tali silaturahmi yang berkahnya antara lain di samping memanjangkan umur juga mendatangkan rezeki.

    Kemudian, secara psikologis, Halal bihalal adalah bentuk eksistensi seseorang, di mana dia merasa ditokohkan, dianggap sebagai orang penting, dan merasa dihargai. Dia akan merasa sangat senang kalau banyak yang bertamu ke rumahnya dan menyantap hidangan yang telah disediakan.

    Meski begitu, budaya Indonesia yang ternyata tidak ada di negeri Arab ini sebaiknya tetap ada. Sebab, semakin sibuknya Anda dengan pekerjaan, dengan adanya halal bihalal ini menjadi ajang Anda bertemu kembali dengan kawan lama atau saudara yang sebelumnya tidak pernah dikenal.

    Siapa yang Datang dan Siapa yang Mendatangi?

    Sebagai penyakit, tradisi open house mereduksi relasi sosial yang berwatak egaliter menjadi feodalistik. Publik mengalami penaklukan secara psikologis sehingga pejabat negara terpahami sebagai pihak yang memonopoli kebenaran. Padahal dalam praktik-praktik pelayanan publik, penyelenggara negaralah yang selalu (sengaja) khilaf sehingga hak-hak publik tertelantarkan. Maka, sewajarnyalah penyelenggara negara yang meminta maaf kepada publik yang berposisi sebagai korban kebijakan dan praktik-praktik penyimpangan.

    Ada sebagian pihak yang memandang bahwa sudah menjadi tabiat, pejabat tidak mau berbesar jiwa mengakui kesalahan dan kekurangan dalam pelayanan. Mereka pun membangun citra sebagai sumber kebenaran dengan memanfaatkan momentum halal bihalal.

    Pandangan seperti di atas tentu mempunyai tempat dan konteks tersendiri. Tujuan awal open house sesungguhnya sangat baik, dan tetap baik jika tetap pada tujuan awalnya untuk berbagi kegembiraan, menjamu, dan menciptakan momen silaturrahim, saling memaafkan. Akan tetapi jika dicemari oleh kepentingan politik praktis dan mengeksploitasi kebebasan publik, itu yang berpotensi mengotori makna open house yang sesungguhnya..

    Open House Ala Keluarga JK

    Menggelar tradisi open house di rumah pejabat atau tokoh masyarakat tidak dicontohkan secara spesifik oleh Rasulullah Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Justru, seorang pejabat yang saleh akan langsung datang ke tempat orang yang membutuhkan. "Seperti Umar bin Khatab yang langsung menyalurkan bantuan.

    Tradisi mengunjungi kediaman pemimpin setelah Idul Fitri juga tidak ada pada zaman Rasulullah. Waktu itu saat bertemu para sahabat hanya saling mengucapkan Taqaballahuminna wa minkum. Meski begitu, melaksanakan open house tidak masalah karena kearifan lokal. Lagi pula, open house merupakan wilayah muamalat, bukan ibadah.

    Sedekah terbaik, yaitu saat tangan kanan memberi, tangan kiri tidak mengetahui. Saat ini suasananya politisasi juga cukup tinggi. Sehingga, dikhawatirkan dengan adanya liputan media dan simpati publik keikhlasan akan sulit terjaga.

    Dibutuhkan upaya dan langkah agar pembagian zakat dan infak harus benar-benar siap secara teknis. Tujuannya, agar ketertiban terjaga, serta mencegah warga yang terinjak-injak, terluka, hingga meninggal dunia. Disamping itu ada kewajiban pemberi (sedekah, infak, zakat, dll.) untuk menjaga kehormatan para penerimanya. Sebaiknya, tidak diliput.

    Bersyukur sekarang, karena penyaluran zakat diserahkan ke lembaga resmi seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), atau lembaga filantropi berpengalaman lain sudah mulai dikelola. Lembaga-lembaga tersebut mesti didorong dan dikelola untuk terus berbenah menjadi lebih baik. Perlu dan mendesak untuk dibuatkan aturan mengenai ketentuan pembagian dan penyaluran berbagai bentuk santunan agar masyarakat tidak "mempertontonkan kemiskinan". 

    Ini juga bertujuan agar tidak menimbulkan jatuhnya korban dan untuk mencegah kerumunan. Bukan hanya karena alasan pandemi Covid-29 yang mengharuskan menjaga jarak. Tapi memang seharusnya demikian seterusnya meski kondisi sudah menjadi normal. Ini dimaksudkan pula agar jangan sampai terjadi kriminalisasi.  Jadi, pembagian zakat itu diawali dengan niat baik dan harus diakhiri dengan baik pula serta dilaksanakan dengan cara yang baik pula.

    Peristiwa pembagian zakat yang menelan korban menandakan belum mapannya masyarakat Islam dalam segi finansial. Keadaan itu tentuk.sangat memprihatinkan, karena pembagian zakat dengan nominal yang tidak begitu besar itu mampu mengundang massa yang banyak hingga jatuh korban. Itu buktinya, masyarakat yang hidup kekurangan memang masih banyak dan harus dibantu. Atau bisa jadi pula karena "kemiskinan mental" atau "bermental.miskin" sehingga mereka yang datang berkerumun itu sebagian adalah orang yang tidak miskin secara materi. Ini perlu langkah untuk mendeteksi dan memastikan siapa yang lebih berhak.

    Di samping pembenahan teknis pembagian zakat, ia berharap, momen lebaran membuat masyarakat lebih bekerja keras untuk meningkatkan status ekonomi mereka. Di samping itu, pemerintah seharusnya lebih memberikan perhatian yang lebih banyak yang merata untuk masyarakat.

    JK dan keluarganya pernah menjadi sorotan ketika terjadi musibah, jatuhnya korban Namun sudah diklatifikasi. Jatuhnya korban jiwa saat open house di kediaman wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK), di Makasar bukan karena pembagian sedekah. "Itu musibah karena antusiasme warga untuk mengucapkan selamat ke JK sangat tinggi. 

    Meski begitu, menurut hemat saya tetap menjadi catatan untuk berbenah dan lebih fokus mengantisipasi agar tidak terulang di momen yang akan datang. Setiap tahun, keluarga besar JK selalu membagikan sedekah dalam bentuk paket Lebaran yang berisi, antara lain, bahan sembako. Pemberian itu sudah berlangsung sekitar 10 tahun terakhir. Bahkan, Pak Jusuf Kalla berpesan, tidak usah sedekah itu diekspos ke media. Tapi begitulah faktanya, media selalu memburu sumber-sumber berita yang menarik.

    Kesan Saya dengan Keluarga Hajji Kalla

    Nama Hajji Kalla saya sudah sering dengar sebelum saya menjadi urban dari Bone ke Makassar. Yang saya kenal tentang beliau adalah beliau pedagang sukses dan orang kaya dari tanah Bugis, tanah Arung Palakka Bone.

    Yang saya ketahui dari beberapa sumber, sebenarnya, open house bagi keluarga Kalla itu bukan musiman. Setiap hari open house. Kami para alumni Pendidikan Kader Ulama (PKU) adalah saksi atas hal itu. Saya bersama kawan-kawan peserta Pendidikan Kader Ulama (PKU) utusan dari berbagai Kabupaten/Kota sesulselbar & tenggara sebanyak 25 orang. Pendidikan ini berlangsung selama 12 bulan atau satu tahun. Yang menanggung konsumsi setiap hari 3 makan adalah Keluarga Hajji Kalla. Ini berlangsung hingga puluhan angkatan. Dan, satu angkatan itu berlangsung satu tahun.

    Menu yang disiapkan setiap waktu makan itu sangat elit dan bervariasi. Saya pernah mendengar langsung ketika Pak JK bertanya kepada para karyawan di rumah ayahnya di samping Masjid Raya, "bagaimana makanan peserta pendidikan kader ulama?". Bagaimana? Salah seorang menjawab'" begini Puang".

    Beliau melanjutkan, dan mem-breafing para karyawan dengan mengatakan, muballigh, ulama, imam harus sehat dan terpenuhi gizinya. Untuk mewujudkan itu, Sarjana Ilmu gizi diangkat khusus untuk.memastikan kelayakan standar menu, termasuk menu untuk kami dari peserta pendidikan kader ulama. 

    Merujuk kepada beberapa sumber, bahwa Hajji Kalla dan keluarganya setiap hari jumat para ulama dikumpulkan setelah selesai jumat. Untuk mereka disiapkan khusus setiap hari Jumat jamuan di rumah kediaman Hajji Kalla di samping Masjid Raya Makassar. Mereka berbicara tentang banyak hal. Hingga sebelum berpisah salah seorang mereka (para Anregurutta) diminta barakka'na memimpin doa dan yang lainnya meng-amin-kan.

    Para ulama ini diperlakukan terhormat, disantuni dengan memberi sedekah, pakaian, dan uang.  Kebiasaan ini masih terus berlangsung hingga saat ini dengan teknik dan metode yang berbeda. 

    Saya telah menuntaskan membaca buku Biografi beliau yang bertajuk "Hajji Kalla Saudagar dari Masjid". Bahkan saya telah  membacanya lebih dari satu kali. Menginspirasi dan berkesan. Itu kesimpulan subjektif saya dari hasil pembacaan saya terhadap buku itu. Judul buku itu diteruskan dalam kiprah H.M Jusuf Kalla sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI). 

    Di bawah kepemimpinan beliau, alhamdulillah tahun ini masjid-masjid di seluruh Indonesia dapat beroperasi selama bulan Ramadhan hingga pelaksanaan salat idul fitri. Salat tarwih, lima waktu, salat lail, buka puasa, dan ceramah tarwih dan subuh dapat berjalan. Meskipun dengan tetap menaati protokol kesehatan, kegiatan amaliah Ramadhan berjalan efektif.  

    Penutup

    Open house sesungguhnya merupakan tradisi (dalam ranah muamalat), bukan dalam ranah ibadah. Namun, dalam kaidah Islam "mencegah dampak buruk harus lebih dikedepankan ketimbang mengambil sisi maslahatnya". Open house dapat menimbulkan kerumunan massa. Sementara kerumunan massa dapat menyebabkan penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, mencegah penyebaran covid-19 mesti lebih dikedepankan. Bersabar k'!

    Wallahu A'lam.